Share

Menyulam Kasih dalam Diam

Penulis: ArunaLys
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-06 00:07:23

Ia tersenyum tipis, air mata masih menetes. “Sekar telah mengajariku sesuatu yang berharga: kadang kita terlalu sibuk menjaga kehormatan atau tradisi, sampai lupa menjaga hati orang-orang yang kita cintai. Dan aku sadar… kasih sayang tak pernah salah, kelembutan tak pernah merusak, dan penyesalan yang disertai usaha untuk memperbaiki selalu membawa damai.”

Dalam hening malam itu, Bu Sri menulis nasihat di buku hariannya, sebagai pengingat dan warisan untuk generasi mendatang:

“Untuk setiap ibu mertua, ingatlah bahwa menantu adalah bagian dari keluarga yang harus dicintai, bukan diuji atau ditakuti. Untuk setiap anak menantu, pahamilah bahwa ketegasan orang tua atau mertua bukan selalu kebencian, tapi terkadang kekhawatiran yang tersamar. Bersabar

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Menantu On Air : Siaran Rahasia dari rumah mertua    Next Generation

    MENANTU ON AIR: THE NEXT GENERATIONHujan turun pelan di sore itu.Butir-butirnya menempel di kaca jendela kamar seorang remaja bernama Jinara Aryasatya, kini berusia tujuh belas tahun. Di hadapannya, meja kayu tua dengan tumpukan buku, beberapa catatan kecil, dan sebuah radio portabel berwarna perak — tampak kusam tapi masih menyala.Radio itu peninggalan ibunya.Sekar Aryasatya.Suara lembut yang dulu mewarnai udara kota kecil ini.Suara yang kini hanya hidup dalam kenangan dan pita kaset yang nyaris lapuk.Jinara menatap benda itu lama, seperti menatap potongan waktu yang ta

  • Menantu On Air : Siaran Rahasia dari rumah mertua    frekuensi cinta

    FREKUENSI TERAKHIR, CAHAYA YANG TETAP MENYALAStudio radio itu perlahan redup. Lagu penutup sudah selesai mengalun, dan lampu merah bertuliskan “ON AIR” padam untuk terakhir kalinya. Namun di dada Sekar, justru ada sesuatu yang menyala — bukan lampu, tapi rasa yang dulu sempat ia tinggalkan: tenang.Ia melepaskan headset dari telinganya. Di kaca studio, bayangan dirinya terlihat samar — perempuan dengan rambut sedikit beruban di sisi, mata yang tak lagi secerah dulu, tapi ada kedalaman baru di sana. Kedewasaan yang lahir dari setiap kehilangan dan pembelajaran.Sekar berdiri perlahan, menyentuh meja siaran dengan ujung jarinya.“Terima kasih, sahabat lamaku,” bisiknya pada mikrofon tua di depannya. “Kau sudah menemaniku mengirimkan begitu banyak doa lewat udara.”Dari luar studio, Arya muncul — wajahnya tersenyum lembut, membawa termos kecil berisi teh hangat kesukaan Sekar.“Sudah selesai?” tanyanya pelan.Sekar menatapnya, lalu mengangguk. “Sudah. Tapi aneh ya, rasanya seperti baru

  • Menantu On Air : Siaran Rahasia dari rumah mertua    MENANTU ON AIR

    Lampu “ON AIR” menyala merah di dinding studio yang pernah menjadi saksi tawa, tangis, dan setiap getar suara Sekar di masa lalu. Ruangan itu masih sama—bau karpet lama, aroma kopi yang menempel di meja mixer, dan pantulan cahaya jingga sore yang menembus kaca. Namun ada sesuatu yang berbeda kali ini: waktu.Sekar duduk di kursi siarannya, menatap mikrofon yang dulu menjadi sahabat setianya. Tangannya sedikit gemetar ketika memutar tombol volume. Di dadanya, debar yang sama kembali terasa—campuran antara gugup, rindu, dan tenang. Di layar monitor, nama program muncul perlahan:“Menantu On Air — Edisi Perpisahan”Ia menarik napas panjang, lalu menekan tombol record.

  • Menantu On Air : Siaran Rahasia dari rumah mertua    Waktu yang Tak Pernah Kembali

    Langit sore itu berwarna jingga muda — warna yang dulu selalu membuat Sekar ingin berhenti sejenak dari hiruk pikuk hari, sekadar memandangi langit dan mengingat masa lalu. Di beranda rumahnya yang kini sunyi, ia duduk sendiri dengan secangkir teh melati, membuka sebuah buku harian berkulit cokelat tua yang sudutnya mulai mengelupas. Di halaman pertama tertulis dengan tinta pudar:“Hari ini Jinara tertawa untuk pertama kalinya.”— Sekar, 11 Mei 2009.Sekar tersenyum lirih. Ia masih bisa mengingat dengan jelas hari itu — tawa kecil Jinara yang pecah di antara tangis dan gumam bayi, tangan Arya yang memeluk mereka berdua, dan dirinya yang menangis karena

  • Menantu On Air : Siaran Rahasia dari rumah mertua    Renungan Batin

    Sekar berkata:“Menjadi ibu ternyata bukan sekadar melahirkan.Tapi juga melahirkan ulang diriku sendiri — dengan sabar yang tak pernah aku tahu sebelumnya,dengan cinta yang tak pernah aku bayangkan bisa sedalam ini.Ada malam-malam di mana aku menangis dalam diam, bukan karena lelah, tapi karena haru:bagaimana mungkin tangan sekecil ini bisa menggenggam seluruh hatiku?Aku belajar bahwa menjadi ibu bukan tentang sempurna, tapi tentang hadir.Bukan tentang tahu semua jawaban, tapi berani mencari bersama anakmu.Setiap tangisnya mengajarkanku arti doa,

  • Menantu On Air : Siaran Rahasia dari rumah mertua    Malam-Malam Pertama Jinara

    Malam itu, angin berhembus pelan di luar jendela. Di dalam kamar, Sekar duduk bersandar di kepala ranjang, rambutnya terurai berantakan, matanya sayu tapi hangat. Jinara meringkuk di pelukannya, menangis pelan karena lapar. Arya dengan sigap menyiapkan air hangat di dapur kecil mereka.Sekar tersenyum samar, meski tubuhnya masih terasa nyeri pasca melahirkan.“Dulu aku pikir jadi ibu itu cuma tentang cinta,” gumamnya lirih. “Ternyata cinta juga butuh tenaga dan air mata.”Arya datang membawa botol kecil, matanya setengah mengantuk tapi masih penuh perhatian.“Cinta juga butuh begadang,” jawabnya sambil tersenyum, mencoba bercanda.Sekar tertawa kecil, suara tawanya pelan tapi tulus — seperti cahaya kecil di tenga

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status