Home / Romansa / Menantu Sampah Ternyata Tuan Muda / suami tak bisa di andalkan. anggap nya

Share

suami tak bisa di andalkan. anggap nya

Author: NN
last update Last Updated: 2025-05-07 10:32:32

Ini adalah mesin khusus yang digunakan untuk menangani pasien yang diserang leukimia. Mesin ini sangat langka. Hanya ada 10 unit saja di dunia.

"Sekarang, dengan adanya mesin ini, diharapkan tingkat kesuksesan operasi yang akan ditempuh pasien nanti mencapai 90%.

"Di samping itu, kami juga sudah membeli obat-obat langka khusus untuk leukimia. Obat ini sangat mahal, tapi kami menyediakannya khusus untuk pasien kami."

Begitulah si perawat menjelaskan dengan lancar sambil berdiri di samping alat yang dibawa masuk pria-pria berpakaian necis itu.

Kecuali Martin dan Jesina yang terlelap, semua orang di ruangan itu tercengang. Mesin seperti itu pastilah sangat mahal. Benarkah pihak rumah sakit sengaja membeli alat tersebut untuk menangani penyakit Jesina?

Bagaimana pula dengan obat-obat yang langka dan mahal itu? Rasa-rasanya mereka tidak pernah memintanya.

"Dan beliau ini Dokter Kevin. Beliau ini adalah salah satu dokter terbaik di negeri ini. Beliau punya pengalaman belasan tahun menangani pasien dengan penyakit leukimia. Mulai hari ini Dokter Kevin bertugas juga di rumah sakit ini," lanjut si perawat.

Benny dan yang lainnya menatap Kevin dengan takjub dan hormat. Mereka tahu siapa Kevin. Kevin kerap muncul di televisi atau majalah kesehatan dan di kalangan para dokter sendiri dia begitu dihormati. Ini pertama kalinya mereka melihat Kevin secara langsung.

Kevin mengangguk kepada mereka satu per satu, tersenyum ramah meski tipis saja. Lalu saat matanya bertemu dengan mata Martin, dia mengangguk agak rendah dan lama.

Walton menyadari hal ini. Ditatapnya Martin dan Kevin dengan curiga.

"Tolong sembuhkan putri saya, Dok," kata Martin.

"Saya akan melakukan yang terbaik yang bisa saya lakukan,"balas Kevin.

Kecurigaan semakin tampak jelas di wajah Walton. Interaksi Martin dengan Dokter Kevin terlalu kasual, tidak selaras dengan status mereka yang bagaikan bumi dan langit.

"Dokter Kevin, saya selaku pemimpin Keluarga Wiguna ingin mengucapkan terima kasih atas kesediaan Anda menangani Jesina. Ini sebuah kehormatan bagi kami," kata Benny sambil maju ke arah Kevin, berusaha menegaskan status dan posisinya.

"Saya hanya melakukan apa yang diminta oleh Tuan Muda Keluarga Linardy. Ucapan terima kasih kalian sebaiknya disampaikan ke beliau saja. Mesin ini didtangkan ke sini juga atas permintaan beliau," kata Kevin.

Pupil Benny membesar. Keluarga Linardy? Setahunya itu adalah salah satu keluarga paling dihormati di negeri itu. Apakah benar Keluarga Linardy yang mengirim Dokter Kevin dan mesin canggih yang langka ini? Kenapa mereka melakukannya?

Benny baru saja akan memastikan apa-apa yang dipertanyakannya itu tetapi Kevin lebih dulu keluar; mesin canggih itu pun ikut dibawa keluar oleh pria-pria bersetelan necis itu.

Perawat itu juga ikut pergi. Sebelumnya dia menginformasikan bahwa malam itu direktur rumah sakit dijadwalkan akan mampir ke situ.

"Ada apa, Ayah? Kenapa Ayah terlihat seperti orang bingung?" tanya Fanny saat Benny kembali ke sisinya.

"Kalian dengar apa yang dikatakan Dokter Kevin barusan? Dia bilang Tuan Muda Keluarga Linardy adalah orang di balik bantuan yang mengejutkan ini," kata Benny.

"Keluarga Linardy yang terkenal itu, Kakek?" tanya Walton.

"Ya. Setidaknya itulah satu-satunya Keluarga Linardy yang aku tahu," jawab Benny.

Mereka pun berkasak-kusuk, menerka-nerka apa yang mendorong Tuan Muda Keluarga Linardy melakukan itu semua. Bagi mereka ini tak masuk akal. Seingat mereka belum pernah ada kerja sama apa pun antara Keluarga Wiguna dengan Keluarga Winardy.

Martin menyimak kasak-kusuk mereka itu dengan muka kecut. Kalau saja mereka tahu Tuan Muda Keluarga Linardy yang dimaksud adalah dirinya, mereka pasti terkejut bukan main.

Dan bisa ditebak, mereka tak akan percaya dan menganggap itu kebohongan belaka.

"Aku rasa aku tahu kenapa Tuan Muda Keluarga Linardy membantu kita," celetuk seseorang, menghentikan kasak-kusuk itu seketika.

Dia adalah Angelica, sepupunya Julia yang lain. Sedari tadi dia diam saja sambil membaca web novel di ponsel. Dia sebelas-dua belas dengan Julia dalam hal kecantikan.

"Apa? Apa alasan Tuan Muda Keluarga Linardy membantu kita?" tanya Walton.

Angelica menutup bukunya, menaruhnya di atas tas yang dia bawa. Kemudian dia berdiri dan menunjuk Julia.

"Dia pasti diam-diam menjalin hubungan istimewa dengan Tuan Muda Keluarga Linardy. Itulah satu-satunya penjelasan dari semua ini," kata Angelica.

Sontak, semua mata tertuju pada Julia. Julia sendiri menatap Angelica dengan mata membulat.

"Apa maksudmu, Angelica?"

"Oh sudahlah, Julia. Tak usah kau tutup-tutupi lagi. Selama ini kau diam-diam menjajakan tubuhmu kepada Tuan Muda Keluarga Linardy, kan? Akui saja!"

Syuuut!

Sesuatu mengenai rambut Angelica dan menghantam dinding di belakangnya. Angelica mematung seperti manekin. Matanya terbelalak.

"Jaga mulutmu, Angelica. Sekali lagi kau menghina istriku, akan kutampar kau," ucap Martin.

Tak ada nada tinggi, tapi terasa sekali tekanan yang kuat dari ancaman Martin itu. Dan bukan hanya Angelica yang merasakannya, tapi juga Vina dan yang lainnya.

Julia, sementara itu, benar-benar sakit hati dengan apa yang dikatakan Angelica. Mukanya memerah. Matanya berair dan dadanya sesak.

Tak ingin menangis di hadapan mereka, Julia berdiri dan keluar, cepat-cepat menjauh dari ruangan itu.

Sedangkan Angelica merasa sangat senang melihat reaksi Julia meski dijambak Martin. Padahal dirinya juga sangat cerdas dan cantik, tapi malah Julia yang selalu dipuji, dia pun merasa tidak senang, jadi sengaja menuduhnya yang tidak-tidak.

Martin sempat akan menyusulnya, tapi apa yang dikatakan Angelica dan Vina menahannya di situ.

"Dasar cengeng! Begitu saja nangis. Lemah sekali mental dia itu," kata Angelica.

"Tapi apa benar yang kau katakan itu, Angelica? Julia ada main dengan Tuan Muda Keluarga Linardy?" tanya Vina.

"Coba saja kau pikirkan sendiri. Dari mana dia bisa hidup berkecukupan padahal suaminya tak bisa diandalkan? Dugaanku sih, selama ini dia sudah menjalin hubungan dengan beberapa pria dari keluarga konglomerat!"

"Benarkah itu? Ya ampun. Tak disangka, ya. Dari luar sih tampak polos, tapi ternyata..."

Prok! Prok! Prok! Prok!

Tiba-tiba Martin bertepuk tangan. Dia bertepuk tangan sambil menatap Angelica dengan jengah.

"Aku sudah memperingatkanmu, Angelica. Sekarang kau berutang satu tamparan padaku. Sewaktu-waktu aku akan menagihnya padamu," ucap Martin.

Mata Angelica kembali membulat. Dia tak tahu Martin serius atau main-main, tapi dia bisa merasakan niat menyerang yang ditunjukkan Martin.

Lidahnya pun seketika kelu.

Martin berhenti bertepuk tangan, tapi masih menatapnya dengan jengah. Suatu saat nanti dia pasti akan menampar Angelica sampai pipinya bengkak.

"Heh, berhenti menatap Angelica seperti itu!" tegur Benny.

"Lebih baik kau cepat tanda tangani ini!" lanjutnya, menyodorkan salinan dokumen perceraian, persis seperti yang tadi disodorkan kakek istrinya itu padanya.

Martin tak repot-repot mengambil dokumen tersebut. Dia tatap kakek istrinya sambil mengernyit, lalu berkata, "Aku sudah membawa uang 200 juta yang kalian minta. Aku juga akan mendonorkan sumsum tulang belakangku. Dan kini ada Dokter Kevin dan mesin medis canggih tadi. Jesina akan sembuh tanpa aku perlu meminta bantuan kalian. Untuk apa aku menandatangani dokumen perceraian ini?"

Benny memelototi Martin dan mendengus. Dia melangkah maju, hingga jarak antara dia dan Martin tinggal sekitar sepuluh sentimeter saja. Ditaruhnya salinan dokumen perceraian itu di dada Martin dan berkata, "Tak akan kubiarkan kau mendonorkan sumsum tulang belakangmu. Cepat tanda tangani dokumen ini dan enyahlah dari Keluarga Wiguna! Kau sama sekali tak dibutuhkan di sini!"

Martin menggenggam pergelangan tangannya Benny dan menyingkirkannya. Benny terkejut, tak mengira Martin seberani dan sekuat itu.

"Tak ada yang bisa menghalangiku untuk menyelamatkan putriku," ucapnya dingin.

Benny kembali mendengus. Dilepaskannya tangannya dari genggaman Martin dan didorongnya Martin sampai menantunya itu mundur.

"Kuperingatkan kau, ya. Jangan berani-berani menantangku. Direktur rumah sakit ini adalah teman baikku. Aku bisa memintanya untuk menolak tawaran donor darimu. Bahkan, aku bisa juga memintanya untuk tidak mengobati Jesina sehingga kau harus mencari rumah sakit lain. Cepat tanda tangani dokumen perceraian ini kalau kau tak mau itu terjadi!" desak Benny.

Martin memicingkan matanya. Jika saja yang berdiri di hadapannya ini Walton atau yang lain, dia mungkin sudah menamparnya atau menonjoknya. Dia tak melakukan itu pada Benny sebab dia masih menghormatinya—bagaimanapun Benny adalah kakeknya Julia.

"Terserah apa yang kau katakan, Pa. Aku tidak akan menandatangani dokumen perceraian ini," ucap Martin.

"Kau! Dasar dungu! Kau memilih untuk mempertaruhkan nyawa cucuku demi mempertahankan egomu? Keparat kau, Martin!" maki Benny.

Di saat inilah, terdengar langkah-langkah kaki mendekat.

Sebentar kemudian, pintu dibuka dan masuklah dua orang dengan jubah putih panjang khas dokter; salah satunya mengenakan kacamata pipih dan tampak kharismatik.

"Direktur Ringga!" sapa Benny, berjalan menyambut si pria kharismatik, menawarkan diri untuk berjabat tangan.

Namun Ringga, si pria kharismatik itu, hanya menatapnya sebentar lalu melengos, memilih untuk menghampiri Martin.

"Selamat malam, Tuan Martin. Saya Ringga, direktur utama Rumah Sakit Pelita Hati. Mohon maaf saya terlambat menyapa Anda," kata Ringga, menjulurkan tangannya, menawarkan diri untuk berjabat tangan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menantu Sampah Ternyata Tuan Muda   tuan muda

    Martin baru saja melewati loket administrasi rumah sakit ketika ponsel di saku celananya bergetar dan bergetar.  Kesal, dia mengambilnya sambil bertanya-tanya siapa yang meneleponnya di saat dia sedang terburu-buru seperti ini.  Rupanya itu Ben. Martin mengangkatnya dan meminta Ben langsung mengatakan apa yang ingin dikatakannya.  [Saya tadi memerintahkan seseorang untuk menemui Anda, Tuan Muda. Mohon maaf saya lupa mengabarkannya.]  "Itu saja?"  [Iya, Tuan Muda. Dia wanita yang bisa diandalkan. Anda bisa memintanya melakukan sesuatu untuk Anda jika itu dibutuhkan.]  Martin tak tertarik. Pikirannya terfokus pada situasi mencurigakan istrinya di Klub Ballein.  Dia pun bertanya apakah masih ada hal yang ingin disampaikan Ben padanya. Ketika Ben menjawab "tidak", dia mengakhiri panggilan saat itu juga.  Setibanya d iluar, Martin berdiri di trotoar menunggu taksi. Tiba-tiba, sebuah mobil Maserati merah mende

  • Menantu Sampah Ternyata Tuan Muda   mendesak

    Julia berontak, sekuat tenaga menepis tangan kiri Carlon dan mendorong pria itu.  Carlon terjengkang, tapi dia pun begitu. Para pengawal pribadinya Carlon langsung beranjak menghampiri Carlon. Tatapan mereka pada Julia kini penuh permusuhan.  Sadar kalau situasinya saat ini sangat buru, Julia cepat-cepat mengeluarkan ponsel dari saku jasnya dan mengetik pesan chat. Tapi belum juga selesai dia mengetik, Carlon bangkit berdiri dan berjalan ke arahnya.  Tak punya pilihan, Julia mengirim pesan yang belum selesai itu kepada Martin. Dia harap Martin akan memahami apa yang dia maksudkan. Saat ini hanya suaminya itulah yang bisa menolongnya.  Trang!  "Ah!"  Carlon menendang ponsel di tangan Julia hingga ponsel itu terlempar jauh. Julia sendiri kini memegangi tangannya yang kesakitan.  "Dasar wanita tak tahu diri! Harusnya kau sadari posisimu! Aku bisa saja menghancurkan perusahaan keluargamu kalau aku mau! Kau tak tahu si

  • Menantu Sampah Ternyata Tuan Muda   lingeri

    Kotak persegi berisi lingerie merah terang itu terkena sapuan tangan Julia dan terlempar dari meja.  Kotak itu kini terbalik. Si lingerie merah tergeletak di sampingnya.  "Kenapa kau? Otakmu baik-baik saja?" ledek Angelica.  "Kalau kau tak mau melakukannya, ya sudah, kau hubungi Kakek saja, bilang kalau kau tak sangup menjalankan tugas darinya ini. Sesimpel itu," lanjutnya.  Julia menatap Angelica dengan marah, mendapati sepupunya itu tersenyum miring dan mengangkat sebelah alis.  "Nih! Carlon Rooney menunggumu di sini. Sebaiknya kau ke sana cepat-cepat atau suasana hatinya akan telanjur buruk," ucap Angelica, menaruh selembar kertas memo di meja kerja Julia, lalu balik badan dan pergi.  Julia mengambil kertas memo itu, membaca apa yang tertulis di sana:  [Klub Ballein. Ruang nomor 888.]  Mata Julia membulat. Dia harus menemui pria bernama Carlon itu di kelab malam, siang-siang begini? Bagaimana kalau Ma

  • Menantu Sampah Ternyata Tuan Muda   di ruang rawat inap

    Besok harinya, di ruang rawat inapnya Jesina...   "Aku pergi dulu, ya. Aku mau menengok ibuku," kata Martin kepada Julia.   Julia menoleh padanya dan mengangguk, tidak tampak keberatan sama sekali.   Tapi lain halnya dengan Fanny. Dia mendelik pada Martin dan berkata dengan ketusnya, "Dasar bodoh kau, Martin. Masih saja kau urus wanita sekarat itu. Kenapa sih dia tak cepat-cepat mati saja? Tiap bulannya Julia menggelontorkan uang hasil kerja kerasnya untuk menanggung biaya perawatannya. Buang-buang duit saja!"   "Mama, jangan bicara seperti itu! Bagaimanapun beliau ibu mertuaku," tegur Julia.   Martin menarik napas agak panjang, berusaha menahan amarahnya karena dia menghargai Julia.   Dia pun keluar dari ruangan itu, meninggalkan rumah sakit.   Sekitar setengah jam kemudian, dia tiba pasar tempat ibunya biasanya berjualan sayur.   Di depannya ada kios-kios kecil dari kayu berjejer. Salah satunya adalah kios sayur ibunya.   Sungguh miris bagi Martin melihat sosok ibunya saat

  • Menantu Sampah Ternyata Tuan Muda   ancaman

    Saat dia mengecek siapa yang meneleponnya, sorot matanya langsung berubah. Di antara kedua matanya terbentuk dua garis vertikal.  "Halo, Om Edwin?"  [Billy! Kau ini dungu atau apa, hah? Bisa-bisanya kau mengusir calon pewaris tahta Lozara Group! Cepat bersujud meminta maaf pada beliau atau kau kupecat!]  Billy terbelalak dan ternganga. Calon pewaris tahta Lozara Group? Itukah yang baru saja dikatakan pamannya itu?  "Om, aku tak mengerti. Siapa yang Om maksud dengan calon pe—"  [Orang yang saat ini kau hadapi, bodoh! Martin Linardy. Tuan Muda Keluarga Linardy. Apa kau sebodoh itu sampai-sampai kau tak memahami apa yang kukatakan? Kau mau membuat Keluarga Rooney bangkrut, hah?!]  Mata Billy yang telah membesar itu semakin membesar. Mulutnya terbuka lebih lebar. Dagunya seperti akan jatuh ke lantai.  [Cepat bersujud minta maaf pada beliau! Dan kabulkan apa pun itu yang beliau minta darimu! Jangan kau tempatkan perusa

  • Menantu Sampah Ternyata Tuan Muda   tersinggung

    Martin mengernyitkan kening. Apakah dia salah dengar? Tapi sepertinya tidak. Orang bernama Billy di hadapannya ini baru saja mengusirnya.  "Apakah ada yang kurang jelas dengan kata-kataku tadi? Mungkin kau salah menafsirkan sesuatu," kata Martin, mencoba berpikir positif terhadap Billy.  Billy malah tersenyum mencemooh, lalu berkata, "Silakan keluar dan tinggalkan tempat ini. Aku tak punya waktu untuk mengurusi ocehanmu."  Tak ada bentakan atau apa, tapi jelas sekali terasa kalau cara bicara Billy pada Martin telah berubah. Kini tak ada lagi rasa hormat atau sopan santun. Billy telah memosisikan lawan bicaranya sebagai orang yang statusnya jauh berada di bawahnya.  Saat Billy hendak beranjak dari tempatnya, Martin menyambar lengannya dan menahannya, menatapnya penuh tanya.  "Aku memintamu melakukan sesuatu yang bisa kau lakukan sebagai CEO PT Alat Kesehatan Makmur cabang Hagasa. Mungkin memang terkesan aneh sebab ini dadakan sekali,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status