"Ethan, antar ini ke meja nomor delapan!" seru kepala pelayan pada Ethan yang baru saja datang dari mengantar minuman di meja dua belas.
"Okay! Aku datang!" seru Ethan seraya menghampiri kepala pelayan yang segera menyambutnya dengan nampan yang di atasnya telah disusun beberapa kaleng minuman bersoda siap minum. Segera keduanya bertukar nampan kosong dengan nampan yang harus diantar oleh Ethan pada pengunjung tamu yang berada di meja nomor delapan. Mensina Grand Casino adalah kasino terbesar di wilayah kota C dan sekitarnya. Sebanyak 500 mesin judi dan 100 meja judi poker dan meja judi lainnya ada disitu. Bukan hanya itu, Mensina Grand Casino juga memiliki hotel dengan jumlah kamar 590 kamar serta memiliki 8 restoran di dalamnya. Untuk para wanita yang senang bermain judi, di sini juga mereka bisa menggunakan jasa salon pribadi. Dan untuk kaum pria para petualang cinta satu malam, Mensina Grand Casino juga menyediakan ada banyak wanita penjaja bira hi dari yang high class hingga yang medium. "Ini minumnya, Tuan!" Ethan berbisik di sebelah salah seorang bettor (penjudi) yang sedang serius dengan kartu yang dipegangnya. Bettor itu mengangguk dan mengiyakan, menyuruhnya untuk meletakkan saja minuman bersoda itu di meja di sebelahnya. Ethan membagikan minuman kaleng bersoda itu satu persatu. Namun saat ia melewati salah seorang bettor ia tertarik melihat bettor itu yang sedang menaruh taruhannya di atas meja. Semua penjudi lain terlihat kesal padanya. Dugaan Ethan mungkin karena pria itu selalu menang di meja ini. Lalu Ethan pun lupa sejenak akan tugasnya dan malah fokus menonton permainan judi mereka. Bettor yang selalu memenangkan judi itu meletakkan taruhan, yaitu dua chip merah dengan nominal masing-masing €5 dan kemudian satu chip dengan nilai €500. Akan tetapi, pria itu meletakkan taruhan itu melalui mata dealer dan itu akan muncul menjadi €15 dengan tiga chips berwarna merah. Ethan memperhatikan dengan seksama gerak-gerik pria itu. Menit berikutnya taruhan pria itu menang dan dia menginformasikan kepada dealer jumlah dari taruhan adalah sebanyak €515. Dan keluhan pun kembali lagi terdengar dari mulut penjudi lain. Entah sudah berapa banyak uang mereka yang sudah berpindah tangan pada pria itu. Orang yang tidak tahu mungkin akan menganggap kalau pria itu adalah raja judi. Namun Ethan tidak mudah percaya begitu saja. Maka ia pun kini mengitari meja itu ke arah belakang dealer (petugas yang berperan sebagai pembagi kartu). Maka permainan kartu blackjack itu pun mereka mulai lagi dengan satu putaran. Para pemain memasang taruhannya di tengah-tengah lingkaran taruhan. Kemudian pembagi kartu (dealer) pun membagi dua kartu terbuka ke setiap pemain. Untuk dirinya sendiri diberikan 1 kartu terbuka dan 1 kartu tertutup. Semua mulai memeriksa kartu masing-masing. Satu orang dari mereka mendapat kartu pertama A dan Q , itu artinya ia mendapat blakcjack dan ia dibayar 1,5 kali taruhan. Permainan terus berlangsung. Pemain yang tidak mendapat blackjack dipersilahkan menambah kartu dan berupaya agar angka mereka mendekati jumlah 21. Mata Ethan masih fokus menatap bettor yang selalu menang tadi dengan lekat-lekat. Bahkan ketika salah seorang pelayan lain datang dan membisikkan padanya kalau ia dipanggil oleh kepala pelayan karena terlalu lama kembali dari meja 8, Ethan bahkan tak menghiraukannya. "Sebentar lagi. Aku akan kesana jika ini sudah selesai," katanya. "Tapi ini Agustinus yang memanggilmu! Cepatlah, dia akan membunuhmu jika dalam lima menit kau tidak kesana!" kata Henry memperingatkannya. "Persetan dengannya Henry. Kumohon jangan menggangguku dulu!" bisik Ethan dengan sebal. Henry tidak habis pikir tentang sikap Ethan yang semaunya. Bagaimana mungkin seorang pelayan bisa bersikap seperti itu?Sungguh di luar nalarnya! "Terserah kau kawan, aku sudah memperingatkanmu. Kau akan menyesalinya nanti!" balas Henry berbisik, kemudian ia pergi. Lagi-lagi tak menghiraukan ocehan Henry, kini Ethan dapat melihat bettor yang selalu menang tadi menambah kartunya, begitu pun dengan yang lainnya.. Kemudian seorang pemain mendapatkan kartu yang jumlah di atasnya 22 sehingga pemain tersebut gugur dan kehilangan taruhannya. Permainan berlanjut dan di putaran berikutnya semua bettor mendapat kartu dengan jumlah di bawah 16 hingga dealer harus hit (menambah kartu). Di saat-saat yang ditunggu oleh Ethan, pria yang selalu menang tadi kalah di putaran berikutnya karena dealer mendapat blackjack dan semua pemain kalah, termasuk bettor yang selalu menang tadi. Disitulah Ethan melihat kecurangan yang dilakukan pria itu. Pria bernama Mark itu menunggu sampau dealer tidak melihat dan mengganti €500 tadi dengan €15 euro saja. "Tunggu sebentar, Tuan!" seru Ethan dengan lantang pada pria itu. Semua yang berada di meja nomor delapan menatapnya heran. Di pikiran mereka lancang sekali seorang pelayan menyela dan berseru dengan demikian lantang pada bettor langganan kasino. Mark, bettor yang terkenal sebagai raja judi yang jarang kalah itu menunjuk pada dirinya sendiri untuk memastikan apa ia adalah orang yang dimaksud oleh Ethan. "Saya?" tanyanya. "Ya," jawab Ethan. "Tolong naikkan tangan anda ke atas meja!" pinta Ethan. Pria itu menatap semua orang yang bermain di sekelilingnya dengan cemas. Khawatir perilaku curangnya ketahuan. "Untuk apa?" tanyanya pura-pura tidak paham. Ethan mendekati bettor itu dan memaksa tangan Mark yang berada di pangkuannya naik ke atas meja. Di tangannya menggenggam erat sesuatu. Ethan memaksa pria itu membuka tangannya. "Buka tanganmu!" perintahnya. "Lancang sekali kau! Kau ini siapa, haaah! Hanya seorang pelayan berani-berani sekali memerintahku seperti ini! Aku ini pelanggan lama dan pelanggan VIP kasino ini. Dimana manager kasino ini, hmm? Aku ingin membuat pengaduan atas pelayanan yang tidak menyenangkan di sini!" teriaknya. "Kau terlalu banyak bicara. Tinggal buka saja tanganmu ini apa sulitnya? Apa perlu aku yang membukakannya untukmu?" balas Ethan. "Kau akan menyesal melakukan ini padaku! Hanya seorang pelayan saja berani bersikap lancang dan kasar pada pelanggan. Panggilkan ke sini managermu!" teriaknya. "Hei, apa yang kau lakukan? Kembalilah ke belakang. Di sini bukan pekerjaanmu!" tegur dealer yang membagikan kartu tadi. "Kau bermain curang, Tuan. Aku tidak bisa membiarkanmu begitu saja keluar dari kasino ini membawa uang yang kau ambil dari hasil membohongi orang lain!" Semua yang ada di meja itu kini menatap Mark dengan pandangan menuduh. "Benarkah apa yang dikatakan pelayan ini?" tanya mereka pada Mark. "Hah? Tentu saja tidak. Dia ini pelayan pembohong!" tuding Mark pada Ethan. Mark tidak terima akan perlakuan Ethan. Masih dengan menggenggam erat sesuatu di tangannya ia berusaha memukul Ethan, tetapi Ethan sigap menangkap pergelangan tangannya dan menangkap lehernya dan mendorongnya ke meja hingga kepala pria itu kini berada di atas meja judi dengan tangan Ethan menekan lehernya hingga dia tak dapat lagi berkutik. Masih dalam posisi itu sebelah tangan Ethan yang lain memaksa buka kepalan tangan pria itu. Dan semua orang sampai menganga dibuatnya. Beberapa chip senilai €500 euro terlihat di tangan pria itu. "Kau kalah Tuan, taruhanmu yang seharusnya adalah €500 bukan €15. Silahkan dibayar!" kata Ethan dengan senyum manis di wajahnya. **** Hai Guys, jangan lupa masukin buku ini ke rak ya dan berikan review terbaikmu.Crystal tak punya pilihan lain selain masuk kembali ke ruang lelang. Dengan mata menusuk tajam dia menatap Jordy yang dengan tegas tak bisa ditawar mempersilahkan dia masuk ke dalam ruang lelang."Nah, itu dia putriku, Crystal. Sayang, ayo masuk dan datang kemari!" ajak Benigno padanya.Crystal berhenti sejenak dan menahan napasnya. Apa yang akan dilakukannya sekarang? Itu yang ada di pikirannya. Namun kemudian wanita berusia jelang 28 tahun itu tak punya pilihan lain selain melangkahkan kakinya untuk mendekat ke arah podium, di mana di sana juga telah berdiri Benigno dan Marlon.Jordy mengangguk kecil untuk meyakinkan Crystal agar melangkah masuk. Dengan langkah gontai akhirnya Crystal pun berjalan ke podium dengan diiringi tatapan semua orang yang ada dalam ruangan itu. Semua mata tertuju padanya."Ayo, Crys. Mari naik ke sini!" Lagi-lagi Benigno mengajak Crystal untuk naik. Ia sungguh tak mempedulikan perasaan Crystal saat ini. Marlon pun mengulurkan tangannya untuk Crystal naik k
"Marlon, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Crystal pada pria yang tiba-tiba telah berada di sampingnya ini."Memangnya kenapa kalau aku ada di sini? Memangnya tidak boleh?" Marlon balik bertanya.Crystal menatap sekelilingnya. Di tempat ini ada banyak orang yang datang, semuanya tampak berpakaian formal. Ada beberapa di antara mereka yang memakai topeng. Itu karena acara ini adalah lelang amal. Di mana akan ada beberapa transaksi dengan jumlah nominal besar yang akan terjadi di gedung ini. Dan tidak semua orang-orang peserta lelang mau kalau identitas mereka dibuka di depan umum seperti ini. Entah itu karena alasan tertentu tak ingin sumbangan mereka dari hasil lelang diketahui oleh orang lain, atau ada juga yang merasa kalau mengikuti lelang ini terlalu beresiko karena kebanyakan pesertanya adalah orang-orang dalam ruang lingkup mafia."Kau ada di sini atau bukan itu bukan urusanku," kata Crystal.Marlon terkekeh mendengar jawaban Crystal itu. "Oh, ya? Kita lihat nanti saja, mung
"Bertha, apa kau datang?" tanya Crystal.Ia saat ini sedang berada di rumah sakit pasca tindakan servical cerclage (ikat mulut rahim) yang dia lakukan di 14 minggu kehamilannya. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi resiko keguguran akibat lemahnya kandungannya saat ini. Selain dia sendiri menginginkan tindakan ini, Benigno mendorongnya melakukan hal ini agar Crystal bisa menemaninya ke acara lelang amal putra dari sahabatnya beberapa hari, sebab ia ingin mengoptimalkan rencananya mengenalkan Crystal dan Marlon sebagai pasangan di antara koleganya agar mereka tidak terkejut kelak.Dan di sinilah Crystal saat ini menjalani rawat inap selama dua hari setelah tindakan medis itu."Ya ini aku, Nyonya. Bagaimana kabar Nyonya? Apa semua baik-baik saja? Apa semuanya lancar?" tanya Bertha."Humm .... ini masih agak sedikit sakit, tetapi aku rasa ini akan membaik segera. Kau tahu aku harus melakukan ini, kan?" kata Crystal.Bertha mengangguk, sedikit prihatin pada nyonya-nya ini harus mengalam
Mobil limousin milik Benigno itu berhenti tepat di depan pintu masuk Giulia Hall kota C. Jordy yang mengemudikan mobil itu menoleh ke belakang."Kita telah sampai, Tuan Ben," katanya.Benigno dengan gayanya yang parlente melihat ke arah dalam hall dan kini berpaling pada putrinya itu."Ayo Crys, turun! Kita masuk ke dalam," ajaknya.Persis seperti yang diberitahu oleh Benigno minggu lalu, malam ini mereka akhirnya ada di Giulia Hall kota C ini yang kata Benigno demi menghadiri undangan Juan Harley dalam lelang amal tahunan.Jordy segera keluar membukakan pintu untuk Crystal, sementara Benigno membuka pintu untuknya sendiri. Jordy dengan elegan mengulurkan tangannya pada Crystal sekalian membantu Crystal untuk turun berhati-hati. Kemudian barulah dia menuntun Crystal dan menyerahkannya pada Benigno.Benigno membuka tangannya agar Crystal bisa menggandengnya."Ya Tuhan, aku masih tidak habis pikir kenapa Papa memaksaku ke acara ini dan bukannya Arabella," keluh Crystal."Papa sudah meng
Crystal terpaku melihat kertas yang ada di hadapannya itu."Nyonya! nyonya? Apa anda tidak apa-apa?" tanya Maria sembari memberanikan diri mengusap pelan lengan Crystal.Crystal tersentak."Ah, ya. Aku tidak apa-apa," ucap Crystal. "Syukurlah, saya khawatir ada sesuatu yang buruk yang anda baca di surat itu," kata Maria dengan terbata.Crystal hanya tersenyum kecut."Tidak, tidak ada apa-apa, Maria. Oh iya, aku mungkin akan membutuhkan beberapa kali lagi bantuanmu, Maria. Kau tidak keberatan, kan?" tanya Maria penuh harap.Maria mengangguk."Ya, tentu saja. Saya akan dengan senang hati membantu, Nyonya.""Membantu apa?" Crystal dan Maria spontan menoleh ke arah suara bariton yang tiba-tiba saja telah ada di ambang pintu dapur."Papa? Apa yang sedang Papa lakukan disini?" tanya Crystal terkejut.Dia tidak menyangka Benigno bisa tiba-tiba saja ada di sini."Kenapa? Apa dapur adalah bagian terlarang yang tidak boleh Papa kunjungi di sini?" tanya Benigno sembari mengambil sebuah gelas d
Saat Maria kembali ke rumah Benigno, Bertha masih berada di luar pos keamanan. Bertha sama sekali tak ingin meninggalkan pos itu meski Fabio berkali-kali telah menyuruhnya masuk ke dalam rumah."Sebenarnya untuk apa kau menunggunya di sini? Bukankah kau bisa saja menunggunya di dalam?" tanya Fabio dengan mata memicing curiga."Ya, sebenarnya bisa tapi aku tidak mau, okay? Aku harus memastikan titipan bahan makanan yang aku minta dibelanjakan oleh Maria masih segar tanpa kamu acak-acak," jawab Bertha ketus. "Ah, itu dia Maria telah datang! Cepat bukakan pagarnya!"Fabio geleng-geleng kepala sambil menekan tombol yang berfungsi membuka-tutup pagar."Kau membawa semua pesananku?" tanya Bertha sambil menyongsong Maria dan merebut barang belanjaan wanita itu.Maria tersenyum kecut. Dia sama sekali tak mengerti apa pun yang terjadi di sini, tetapi menurut penilaiannya Bertha sangat pandai bersandiwara."Ya," jawabnya singkat.Entah demi apa dia mau mengikuti permainan Bertha dan supir ape t