MasukPria berbadan tinggi besar itu datang dari luar ruangan. Dia adalah kepala pengawal Michael yang baru saja kembali dari toilet.
“Bagaimana? Mudah untuk menyentuhku? Aku pikir jauh lebih mudah untuk menyentuh istrimu yang cantik ini," kata Michael seraya mengelus tangan Alexa. “Bajingan! Akan kupatahkan kakimu dan kubuang ke jalan agar dimakan oleh anjing liar. Dasar manusia hina!” pekik Bastian seraya memberontak. Mendengar itu, membuat Michael menjadi panas. Wajahnya pun kini memerah. “Kamu ingin mematahkan kakiku? Aku yang akan mematahkan kakimu terlebih dahulu!” Michael kini hanya berjarak 30 centimeter saja dari Bastian. Kemudian dia menjambak rambut Bastian. “Kamu ini terlalu banyak bicara, tapi hasilnya nol besar. Sama dengan kehidupanmu yang menyedihkan. Hidup sebagai menantu tak berguna yang hanya bisa mengerjakan pekerjaan rumah bagai seorang pembantu, nggak layak untuk berbicara denganku,” kata Michael. Plaak! Sebuah tamparan mendarat di pipi kiri Bastian. “Hahaha … sampah! Coba balas aku. Tampar pipiku!” seru Michael dengan senyuman di wajahnya. Larry tidak bisa membiarkan ini terjadi. Dia pun nekat untuk melanggar perintah yang diberikan oleh Bastian yang memintanya menunggu di luar. “Hentikan semuanya!” seru Larry. Michael dan James terkejut melihat Larry datang. “Pak Michael, Pak James, member kalian di Klub ini aku cabut. Silakan kalian pergi dari sini atau aku akan memanggil polisi!” ucap Larry begitu tegas dan berwibawa. James dan Michael terkejut dan panik. Dicabut member Red Light Club sama saja memutus relasi dengan para pengusaha besar. “Maksudnya bagaimana? Apa salah kami?” tanya James. “Kalian sudah melakukan kekerasan dan keributan di sini,” jelas Larry. “Tapi dia duluan yang memukul James dan menghajar semua anak buahku. Aku hanya ingin memberikan balasan yang setimpal saja. Apa itu salah?” “Aku tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kalian yang menyulut api duluan. Sekarang kalian pergi dari sini atau kalian akan menjadi musuh seluruh Red Light Club!” seru Larry. Mereka berdua sudah berkorban banyak untuk bisa menjadi member klub ini. Tapi hanya karena seorang Bastian, mereka harus kehilangan member? James sudah berpikir untuk pergi dari ruangan ini. Menjadi musuh seluruh member Red Light Club adalah bencana. Jika itu terjadi, perusahaan keluarganya akan hancur dan seluruh keluarga akan menghukumnya. Namun Michael bertindak lain. “Tutup pintunya dan kita hajar GM ini!” seru Michael. Anak buah Michael langsung berbagi tugas. Dua orang menutup pintu dan menjaganya dengan tubuh mereka dan satu orang mengunci tubuh Larry dengan teknik anaconda. Lalu, satu member lagi merebut HT yang ada di pinggang Larry dan menghancurkannya. “Larry! Larry! Kamu pikir kamu siapa berani mengancamku? Kamu ini seorang lajang tua yang berasal dari keluarga yang entah dari mana. Jelas kasta kita berbeda. Tapi kamu berani-beraninya bersikap kurang ajar kepadaku!” ucap Michael dengan wajah yang sangat serius. “Pak Michael! Aku tidak main-main dengan apa yang aku katakan. Jika seluruh Red Light Club memusuhi Anda, maka tamat perusahaan Anda!” “Oh ya? Aku tahu kalau klub ini adalah tempat untuk menjalin relasi. Kekuatan dan harga diri sebuah keluarga dapat terlihat dari member klub ini. Tapi … perusahaanku adalah perusahaan besar. Total aset mencapai 1 Triliun. Tidak mungkin mereka semua memusuhiku.” Michael kemudian menghampiri Bastian lagi. Dia menangkup rahang Bastian dengan sangat keras. “Apa boleh aku menikmati istrimu? Kalau boleh, aku akan menandatangani kerjasama antara perusahaanku dengan perusahaan istrimu. Tapi kalau nggak boleh, aku … tetap menikmati istrimu. Hanya saja bedanya aku nggak akan menjalin kerjasama dengan perusahaan istrimu,” kata Michael, tersenyum menghina. Cih! Bastian meludahi wajah Michael yang menyebalkan itu. Mana mungkin dia membiarkan istrinya disentuh oleh laki-laki lain. Walau harus mati sekalipun, dia akan melindungi Alexa. “Bajingan!” Michael memukul Bastian dengan membabi buta. Wajah, hidung, dan perut menjadi sasaran serangan Michael. Di titik ini, tiba-tiba ketiga pengawal Michael terpental seiring dengan terbukanya pintu ruangan. Michael yang sedang memukuli Bastian, menghentikan pukulannya dan menoleh ke arah pintu. “Jenderal Anders!” Michael terperangah dengan kehadiran jenderal bintang satu yang menguasai kawasan timur Jakarta. James wajahnya langsung pucat dan tubuhnya bergetar. Dia sadar kalau sesuatu yang buruk akan terjadi. Anders berjalan dengan perlahan. Namun di setiap langkah yang dia ambil menghasilkan suara seperti puluhan tentara yang berjalan seirama. Situasi di ruang karaoke itu menjadi mencekam. “Jenderal Anders, senang bertemu dengan Anda. Apa yang bisa saya bantu?” sapa Michael yang berinisiatif menyapa dan bersikap manis, berharap terhindar dari masalah. Plaak! Sebuah tamparan mendarat di pipi kiri Michael, membuat pandangan pria tua itu langsung kabur. Plaak! Sebuah tamparan kembali mendarat, kali ini di pipi kanan pria tua itu. Setelah tamparan kedua yang sangat keras, Michael merasakan kalau bumi berputar di kepalanya dengan cepat. Tubuh James bergetar hebat setelah melihat itu. “Berani-beraninya kamu memukuli Bastian seperti itu! Sudah bosan hidup kamu!” pekik Anders. Suaranya mengaum bagai seekor singa. Orang yang sedang mengunci Bastian dan Larry, langsung melepaskan kunciannya dan memundurkan langkahnya. “M-maafkan aku Jenderal! Ini hanya kesalahpahaman saja,” ucap Michael meminta maaf. “Kamu mengenalku. Sudah seharusnya kamu juga tahu bagaimana aku bertindak. Bastian adalah temanku. Jika kamu berani menyentuhnya, itu berarti sama saja kamu menyentuhku!” “Aku sangat menyesal. Mohon maafkan aku!” Bastian melangkahkan kakinya. Lalu, dia berkata, “Kamu bilang kalau aku nggak bisa menyentuhmu? Aku akan menunjukkan bagaimana aku menyentuhmu.” Lalu, sebuah pukulan mendarat telak di wajah Michael dengan sangat keras hingga membuat pria tua itu tersungkur. James semakin takut. Dia tahu setelah ini Bastian akan menghajarnya. Oleh sebab itu, dengan mengendap-endap, James mendekati pintu keluar untuk kabur. “Menggunakan uang untuk menindas orang yang lemah. Kamu memang tidak lebih dari seekor anjing gila!” ucap Bastian. Michael merasa terhina. Namun saat ini dia tidak bisa melawan Bastian karena ada Anders yang membelanya. Kemudian Bastian mencari keberadaan James. Dia ingin pria itu mempertanggungjawabkan apa yang sudah dia perbuat. “Di mana James?” tanya Bastian. Larry dan Anders menebar pandangan ke seisi ruangan. Tapi dia tidak menemukannya. “Kayaknya dia sudah kabur,” kata Larry. “Aku akan mencari dia dan membunuhnya!” ucap Anders. Bastian menggelengkan kepalanya. Lalu, dia berkata, “Nggak perlu. Aku ingin bermain-main dengannya dan menghancurkan dia secara perlahan. Lebih baik urus orang ini. Beri dia pelajaran agar dia tidak lagi menindas orang lemah.” “Baik!” ucap Anders. Sang jenderal bintang satu itu menarik tangan Michael. Lalu, dia berkata, “Tangan ini yang sudah berani memukul Bastian. Aku akan membuat kamu mengingatnya!” “Apa yang akan kamu lakukan? Kamu hanya penguasa timur Jakarta. Aku kenal dengan Jenderal yang bekerja di pusat. Kamu nggak bisa melukaiku!” Michael mencoba untuk membuat Anders takut. Tapi Anders tidak peduli. Hubungannya dengan Sectio Dominic sudah seperti ayah dan anak. Dengan begitu, Bastian sudah dianggap adik olehnya. “Memang kamu pikir aku peduli! Panglima pun nggak akan bisa menghentikanku!” ucap Anders. Setelah mulutnya menutup, Anders meremukkan tangan kanan Michael. Aarrgghh Teriakan kesakitan Michael terdengar begitu mengiris. “Aku akan membalasmu!” ucap Michael seraya memegang tangan kanya yang remuk.Aula utama keluarga Dominic dipenuhi oleh bayangan orang-orang besar malam itu. Lampu gantung berkilau dingin, memantulkan cahaya pada wajah-wajah yang tegang. Di kursi panjang bagian depan, duduk para pewaris, pengurus, dan keluarga inti, sementara di belakang, para penasihat dan penjaga menunggu dengan napas tertahan.Suasana begitu kaku hingga suara jam dinding pun terdengar menyeramkan.Patrick duduk diam, tangannya mengepal di bawah meja. Nico menunduk, sementara Bernard, dengan jas hitamnya yang rapi dan mata penuh perhitungan, berdiri di tengah aula seolah itu miliknya.“Jadi, semua sudah sepakat,” ujar Bastian dengan suara tenang, memecah keheningan. “Kepemimpinan Dominic Group akan kembali pada garis utama keluarga. Bukan pada dewan bayangan yang memanfaatkan nama Dominic demi keuntungan pribadi.”Beberapa kepala menunduk, yang lain berbisik tak berani menatapnya. Tapi Bernard hanya tertawa kecil, nada suaranya penuh ejekan.“Sepakat? Kau bicara seolah dunia ini tunduk padamu
Langit sore di atas kediaman besar keluarga Dominic berwarna kelabu, seolah ikut menunduk menyambut hari yang akan menorehkan sejarah baru. Angin membawa aroma hujan, berdesir lembut di antara pepohonan tua yang mengelilingi halaman batu.Satu per satu mobil hitam berhenti di depan tangga marmer megah. Dari mobil pertama keluar Patrick, mengenakan setelan armani gelap. Tatapannya kosong, tapi langkahnya pasti. Ia tahu, di balik pintu besar itu, masa depan seluruh dinasti Dominic sedang dipertaruhkan.Mobil berikutnya tiba tak lama kemudian. Dari dalam muncul Bernard Dominic, lelaki paruh baya dengan sorot mata tajam dan wajah dingin penuh percaya diri. Di tangannya tergenggam tongkat kepala singa simbol otoritas yang selama ini menandai siapa pengendali kekuasaan keluarga. Ia menatap langit sebentar, lalu berbisik pelan,“Sekarang waktunya, Sectio. Aku akan menuntut hakku.”Beberapa detik kemudian, Nico datang. Ia tampak canggung, langkahnya ragu-ragu di antara batu basah. Tak satu pu
“Bagaimana?” tanya Charlie dengan nada tegang begitu Noel kembali ke meja. Tatapannya tajam, menunggu laporan tentang dua pria berbaju hitam yang sejak tadi mereka curigai.Noel menarik napas pelan, menatap keluar jendela restoran. “Fix. Mereka anak buah Patrick. Aku yakin seratus persen. Dan aku khawatir, mereka sedang menyiapkan sesuatu yang lebih besar dari sekadar pengawasan.”Charlie mengernyit. “Maksudmu?”“Mereka ingin menggunakan Amber sebagai umpan,” ucap Noel dingin. “Memaksa Tuan Dominic menyerahkan kekuasaan kepada Bernard.”Ucapan itu menggantung berat. Patrick bukan orang yang bergerak tanpa rencana—dan jika Bernard turun tangan, berarti ini bukan sekadar persaingan keluarga, tapi perang terbuka.“Kita harus bertindak,” kata Charlie akhirnya.Noel mengangguk. “Tangkap mereka sebelum mereka sempat menyentuh Amber. Tapi setelah itu, kita bungkam mereka. Kalau Bernard tahu Patrick menemui Amber, reputasi keluarga Dominic bisa hancur sebelum Bastian sempat bergerak.”Charlie
Patrick memacu mobilnya menuju restoran yang telah disepakati. Senyum tak pernah lepas dari wajahnya sejak tadi, terbayang Amber dengan gaun merah yang ia minta semalam.Namun di belakang mobilnya, dua anak buah Bernard membuntuti. Kamera mereka terus aktif, mengirimkan foto dan video ke ponsel sang tuan.“Patrick menuju restoran,” laporan singkat masuk.Bernard memijat pelipisnya di dalam mobil. Wajahnya mengeras.“Terus pantau. Aku ingin tahu siapa yang ia temui sampai berani berbohong soal sakitnya.”Beberapa menit kemudian, ia menerima video baru, Patrick tampak sehat dan bersemangat, jauh dari pura-pura lemas yang ia tunjukkan tadi pagi. Bernard mendesis pelan.“Kalau kau berkhianat padaku, Patrick… aku sendiri yang akan menguburmu.”Patrick sampai di restoran dan mencari-cari sosok Amber. Sekilas panik, takut gadis itu sudah pulang karena menunggu terlalu lama. Tapi suara lembut dari arah kanan membuatnya menoleh.“Di sini,” sapa Amber sambil melambaikan tangan.Gaun merah itu m
Patrick menggigit bibir setelah panggilan Bernard terputus. Ia segera menghubungi Amber, menunda kencan pertama yang sudah direncanakan. Rasanya sial: rencana yang manis harus tertunda karena gangguan besar.“Halo, Amber,” sapanya saat sambungan tersambung. “Maaf, aku hampir sampai, tapi ada urusan mendesak. Aku harus putar balik dulu.”Amber panik. “Ada apa? Kamu tidak kecelakaan, kan? Atau banmu pecah?”“Tidak. Hanya ada masalah yang harus segera kuselesaikan. Daripada kepikiran waktu bertemu, lebih baik aku urus dulu.” Patrick berbohong tipis, menutup fakta: Bernard akan datang ke rumahnya.“Kalau begitu aku panggil montir saja, ya? Bisa ganti ban di situ.” Amber mencoba membantu.“Ide bagus. Maaf sudah janji menjemputmu, tunggu sebentar, aku akan segera kembali.” Setelah memutus, Patrick menyetel napas, memacu mobil ke arah rumah.Di jalan ia melajukan mobil, menerabas lampu merah; fokusnya hanya satu: sampai lebih dulu di rumah sebelum Bernard tiba. Di kepala berputar skenario ba
Mereka tengah membicarakan Amber ketika pintu ruang kerja terbuka. Wanita itu muncul tergesa, belum berganti pakaian, namun sudah mengenakan make up. Wajahnya terlihat berseri, seolah menahan antusias yang tak bisa disembunyikan.“Ada apa lagi?” tanya Bastian heran. “Kau sudah dua kali ke sini hari ini.”Amber tersenyum canggung. “Hanya ingin memastikan kalau aku benar-benar diizinkan menemui Patrick.”Charlie dan Bastian saling pandang. Tatapan mereka berkata hal yang sama: ada sesuatu yang berubah dari Amber.“Tentu saja,” jawab Bastian akhirnya. “Kau sudah mendapat izin. Kenapa bertanya lagi?”Amber mengangkat bahu ringan. “Hanya ingin memastikan. Aku akan merasa lebih tenang kalau dengar langsung.”Ia tersenyum manis sebelum keluar ruangan.Begitu pintu tertutup, Bastian menarik napas panjang. “Sikapnya benar-benar aneh. Aku yakin dia menyembunyikan sesuatu.”Charlie mengangguk. “Apa aku perlu membuntutinya?”Bastian sempat ragu. “Kalau dia tahu, bisa-bisa marah.”“Lalu bagaimana







