#6
Nirma membuka mata perlahan. Setelah pingsan selama beberapa jam, akhirnya wanita itu sadar dan membuka mata. Saat ini Nirma sudah berada di rumah sakit. Orang yang menabraknya langsung membawa Nirma ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan medis. Untungnya Nirma tidak terluka parah. Namun, kecelakaan itu membuat Nirma kehilangan janin yang ada dalam kandungannya. "Kamu udah sadar?" tanya seorang wanita cantik yang saat ini tengah menemani Nirma. Wanita itu terlihat sangat senang saat melihat Nirma yang sudah siuman. "Syukurlah, akhirnya kamu bangun juga!" ucap wanita cantik itu. "Saya di mana sekarang?" tanya Nirma dengan suara parau. "Kamu ada di rumah sakit. Maaf, ya? Aku udah ceroboh dan bikin kamu terluka," ucap wanita itu penuh sesal. Wanita cantik itu terus tersenyum pada Nirma dan berbicara dengan lembut pada Nirma. Entah mengapa, Nirma merasakan kehangatan yang tak biasa saat bertatapan dengan wanita asing itu. "Bagian mana yang terasa sakit? Aku akan minta dokter buat cek lukamu sekali lagi," ujar wanita cantik itu. "Saya baik-baik aja, Mbak," sahut Nirma. "terima kasih udah bawa saya ke rumah sakit, Mbak." "Aku yang harusnya minta maaf sama kamu. Aku udah membahayakan nyawamu." Nirma membalas senyuman wanita cantik itu dengan canggung. Nirma berusaha menggerakkan tubuhnya dan hendak bangun dari ranjang, tapi wanita cantik itu langsung mencegah Nirma. "Jangan banyak gerak dulu! Kamu istirahat aja di sini!" tegur wanita cantik itu. Sepertinya wanita itu sangat mencemaskan Nirma. "Saya nggak luka parah kan, Mbak? Kaki sama tangan saya masih utuh, kan?" Wanita cantik itu mengangguk. "Lukamu nggak terlalu parah. Dokter bilang, kamu bisa pulih dalam beberapa hari." Nirma manggut-manggut mendengarkan penjelasan wanita cantik itu. Nirma mulai penasaran dengan sosok wanita ramah yang sudah membawa dirinya ke rumah sakit untuk mengobatinya. "Istirahat aja. Aku akan temenin kamu di sini." "Maaf udah bikin Mbak repot." Wanita cantik itu menggeleng. "Oh ya, kenalin, nama aku Aleena," ucap Aleena memperkenalkan diri di depan Nirma. "Nama saya Nirmala," sahut Nirma sekenanya. "Aku tahu kok!" cetus Aleena. Nirma mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi. "Mbak meriksa isi tas saya?" "Aku nggak perlu memeriksa isi tas kamu. Aku tahu kamu Nirma ... karena kamu adikku," ungkap Aleena kemudian. Nirma terkesiap. Wanita itu nampak kebingungan usai mendengar perkataan aneh dari Aleena. "Maaf, Mbak. Maksud Mbak apa?" tanya Nirma dengan penuh hati-hati. "Saya nggak kenal sama Mbak dan kita baru pertama kali ketemu, kan? Saya nggak punya keluarga, apalagi kakak." Aleena menggenggam tangan Nirma dengan erat. "Kamu memang adikku, Nirma. Aku kakakmu," ujar Aleena. Nirma mulai berpikir kalau Aleena tidak waras. Selama ini Nirma hidup sebatang kara sebagai yatim piatu di panti asuhan. Mana mungkin ia bisa percaya begitu saja pada orang asing yang berbicara ngawur. "Jangan mikir aneh-aneh dulu, Nirma! Aku bisa jelasin ke kamu. Aku nggak asal bicara. Selama ini aku udah nyari kamu, Nirma. Selama 23 tahun ini aku selalu nungguin kamu pulang," ujar Aleena. "Kayaknya Mbak salah orang. Saya nggak punya kakak dan saya bukan adik Mbak!" seru Nirma. "Tolong dengerin aku dulu, ya? Aku akan ceritakan semuanya sama kamu!" Nirma pun memberikan kesempatan pada Aleena untuk memberikan alasan masuk akal kenapa Aleena menyebut Nirma sebagai adik kandungnya. Ternyata, Aleena memanglah kakak kandung Nirma yang sudah lama terpisah dari Nirma. Nirma terpisah dari keluarganya akibat kecerobohan dari kedua orang tua mereka. Saat Nirma masih kecil, orang tua Nirma membawa Nirma dan Aleena pergi ke taman hiburan dan bermain bersama di sana. Karena kelalaian orang tua Nirma dan Aleena, Nirma pun menghilang dan terpisah dari keluarganya. Nirma yang saat itu berusia 5 tahun, hilang di taman hiburan dan ditemukan oleh seorang wanita yang kemudian membawa Nirma ke luar kota. Nirma sempat diasuh oleh wanita asing itu selama 3 tahun, hingga akhirnya ia diserahkan ke panti asuhan setelah wanita yang menemukan Nirma meninggal dunia. Wajar saja jika Nirma tidak mengingat keluarganya, karena Nirma terpisah dari keluarganya saat wanita itu masih kecil. Namun, berbeda dengan Nirma, saat Nirma menghilang Aleena sudah berusia 8 tahun. Aleena ingat betul kejadian saat ia kehilangan adiknya di taman hiburan. Sejak saat itu, Aleena dan keluarganya berusaha mati-matian untuk mencari keberadaan Nirma. Mereka yakin, Nirma pasti masih hidup. Setelah 23 tahun melakukan pencarian, akhirnya Aleena mendapatkan titik terang. Aleena bermaksud menjemput Nirma di rumah Andra setelah mendapatkan informasi mengenai keberadaan Nirma. Tapi karena Aleena terburu-buru dan terlalu fokus dengan ponsel, Aleena tanpa sengaja menabrak seseorang di tengah perjalanannya. Tanpa disangka-sangka, ternyata orang yang ditabrak oleh Aleena adalah orang yang akan dijemput oleh wanita itu. Aleena benar-benar senang dan bersyukur saat berjumpa kembali dengan adik kesayangannya yang sangat ia rindukan. "Tolong percaya sama aku, Nirma! Semua yang aku bilang ke kamu itu fakta. Kamu adik kandungku," ucap Aleena berusaha meyakinkan Nirma. "Aku tinggal di panti asuhan sampai aku dewasa. Aku nggak punya keluarga dan aku nggak punya kerabat. Mana mungkin aku bisa punya kakak?" timpal Nirma. "Kamu bukan yatim piatu, Nirma! Kamu punya keluarga! Kamu punya aku, kamu juga masih punya Papa sama Mama. Kami semua keluargamu, Nirma. Kami semua udah nyari-nyari kamu selama ini!" sahut Aleena. Sulit bagi Nirma untuk langsung percaya pada semua cerita yang diungkapkan oleh Aleena. Meskipun cerita Aleena terdengar masuk akal, tapi Nirma masih butuh waktu untuk mempercayai perkataan Aleena. "Kalau kamu masih nggak percaya, kita bisa tes DNA sekarang! Aku bisa minta Papa sama Mama tes DNA sama kamu. Hasilnya pasti cocok," ujar Aleena. Nirma tak tahu harus berkata apa. Wanita itu masih shock. Setelah melewati hari yang berat selama seharian penuh, Nirma justru mendapatkan kejutan yang tak pernah ia duga sebelumnya di penghujung hari buruknya. "Aku beneran punya keluarga? Aku bukan yatim piatu?" tanya Nirmala setengah menggumam. "Kamu adikku, Nirma. Kamu masih punya keluarga lengkap." Rasanya seperti mimpi. Tanpa sadar, air mata mulai membanjiri pipi Nirma. "Apa aku sedang bermimpi?" "Aku nggak akan maksa kamu untuk percaya sekarang. Wajar kalau kamu syok dan nggak percaya," ucap Aleena berusaha memahami keadaan Nirma. "Tolong kasih saya waktu. Saya nggak tahu harus ngomong apa sekarang. Saya nggak tahu harus seneng apa sedih sekarang. Saya beneran nggak tahu harus ngapain," ujar Nirma frustasi. Aleena pun meninggalkan kamar Nirma dan membiarkan Nirma merenung sendiri di dalam kamar pasien. Nirma tak dapat tidur sepanjang malam karena perkataan Aleena. Pelan-pelan, Nirma berusaha menerima kenyataan. Nirma sudah ikhlas dengan perceraiannya, dan sebagai gantinya wanita itu justru berhasil menemukan keluarga kandung yang sudah mencarinya selama puluhan tahun. "Apa ini yang disebut pelangi setelah badai?" gumam Nirma. "Apa seseorang sepertiku ... pantas memiliki keluarga?" ***#41Keesokan harinya, Nirma izin tidak masuk kerja. Dia mencari tahu hotel mana yang menjadi tempat tinggal Fathir selama di Indonesia. Berkat informan gratis, yaitu David, dia bisa mendapatkannya pagi itu juga. Begitu juga dengan waktu keberangkatan pesawat Fathir. Karena dia sudah terlanjur telat mengambil keputusan, jadi tujuannya sekarang adalah bandara.Masih pukul tujuh pagi, tetapi jalanan sudah macet parah. Nirma membawa mobilnya sendiri tanpa sopir jadi dia bisa leluasa pergi ke mana saja dengan kecepatan yang dibilang sedikit terburu-buru. “Keberangkatan pesawatnya lima belas menit lagi,” gerutunya dengan wajah kesal. Dia melirik jam tangan dan waktu berlalu lima menit semenjak terjebak macet. Dia merutuki kebodohannya sendiri karena terlalu banyak berpikir. Nirma sudah sadar berkat ucapan kakaknya. Mungkin ini kebiasaan yang harus dibuang Nirma mulai sekarang karena dia tidak boleh terus menerus bergantung pada kakaknya, bukan? Nirma keluar dari mobil dan mencari tukang o
#40Hari demi hari mereka lewati dengan sering bertemu. Fathir lebih sering datang ke kantor Nirma dan mengajaknya makan siang bersama. Orang-orang kantor jadi mulai terbiasa dengan kehadiran lelaki itu, bahkan ada yang bergosip bahwa Fathir adalah kekasih Nirma. Nirma sendiri tidak terlalu memusingkan gosip itu dan melakukan pekerjaannya seperti biasa. Lalu, saat akhir pekan, Fathir bahkan berkunjung ke rumahnya dan mengajak jalan. Terkadang pria itu datang tiba-tiba, karena setiap menelepon Nirma atau mengirim pesan, pasti tidak dijawab. Nirma hanya masih belum terbiasa, makanya lebih sering menghindar. Lalu, satu Minggu setelahnya mereka kembali berjalan bersama. Hanya jalan sambil melihat-lihat taman karena Nirma tidak terlalu menyukai mal atau tempat belanja lain. “Apa yang kamu mau? Aku akan belikan semuanya.”“Nirma, nanti kalau hubungan kita lanjut, apa yang ingin kamu lakukan?”“Nirma, aku mau main itu.”“Aku mau makan permen kapas, kamu mau nggak?”“Ayo kita jajan sepuasn
#39Bukan tanpa alasan Nirma bertanya begitu dan suasana hatinya menjadi sedikit buruk. Dia tidak bisa benar-benar menerima orang yang menyukainya saat ini. Bagi Nirma, masa lalu bukan sekadar sesuatu yang bisa diabaikan begitu saja. Karena masa lalu juga membentuk dirinya yang sekarang. Nirma saja masih sering kesulitan menangani rasa insecure setiap kali mengingat masa-masa kelamnya saat masih menjadi istri Andra.“Tau, kok.” Fathir menjawabnya dengan santai dan seulas senyum terpatri di wajahnya. “Makanya aku datang ke sini.”“Kamu nggak merasa keberatan sama sekali? Aku seorang janda dan dulu pernah sangat buruk rupa.” Sekali lagi Nirma menegaskan ucapannya. “Nggak ada yang buruk rupa, Nirma. Kalau yang kamu maksud adalah kamu yang gendut dan kurang perawatan? Itu bukan buruk rupa, ya, minimal bagiku. Karena buruk rupa yang sesungguhnya itu sikap yang buruk dan toksik.”“Jadi maksudmu adalah cantik dari hati?” tanya Nirma skeptis. “Itu cuma omong kosong yang bertahan selama abad
#38Bu Retno tidak pernah berpikir bahwa masalah ini akan merenggut harta yang telah dia miliki. Bukan hanya itu, sekarang dia harus dihadapkan dengan denda sejumlah uang yang tidak bisa dia perkirakan nominalnya. Karena denda itulah dia terpaksa harus menjual semua yang dia miliki, perhiasan dan kendaraan yang dia miliki. Namun, jelas itu tidak bisa menutupi uang denda yang seharusnya. “Apa aku harus mengambil pinjaman di bank? Tapi, aku rasa itu nggak mungkin karena aku sendiri belum punya kerjaan. Pihak bank juga nggak akan mungkin memberiku izin untuk itu.”Sudah beberapa hari ini dia uring-uringan pinjam ke rentenir, tetapi karena jumlah uang yang fantastis, dia mengalami kesulitan. Ada jaminan yang mereka minta dan itu adalah rumahnya. “Cuma itu yang ibu punya, ‘kan? Kalau begitu jual saja rumahnya, itu juga kayaknya masih kurang nominal uangnya.” Begitu kata rentenir di mana Retno ingin berhutang.Jelas saja Retno tidak mau. Dia sudah tidak memiliki apa pun lagi. Perhiasan, t
#37Rumah orang tua Luna selama dua hari belakangan menjadi destinasi dua pria yang berbeda pekerjaan. Yang satu adalah pengacara, satunya lagi adalah jaksa penuntut. Alih-alih polisi, dua orang itu terus menanyakan keberadaan Luna. Tentu saja alamat orang tua wanita itu mudah untuk didapat. “Apa yang harus kami lakukan, Pak? Luna nggak mau keluar dari kamarnya,” jelas sang ibu kepada dua tamunya.“Lagi?” jawab si pengacara. “Apa nggak bisa dibujuk, Bu?”“Kami udah melakukan semua sebisa kami, tapi dia memang keras kepala.” Wajah wanita paruh baya itu tampak pucat. Sepertinya kasus yang menimpa menantunya membuat dia terguncang. Terlebih ini juga menyeret nama Luna. “Kalau seperti ini terus, polisi mungkin akan turun tangan, Bu. Coba pikirkan baik-baik efeknya untuk putri Anda.”Perbincangan itu tampaknya sampai ke telinga Luna yang mengintip di area pintu dapur, dekat den
#36 Di kantor, kini Nirma sedang berkutat dengan pekerjaannya. Di atas meja terdapat laporan tentang perkembangan kasus korupsi yang menyeret mantan suaminya dan Luna. Hubungan kedua orang itu sudah menyebar seantero perusahaan sehingga saat ini dan mungkin sampai beberapa waktu ke depan akan menjadi buah bibir yang panas untuk dibicarakan. Nirma selaku pemimpin perusahaan tentunya mengambil tindakan selain melaporkannya ke polisi. Dia sudah memecat dua orang itu sehingga tidak ada lagi jejak keberadaan mereka, kecuali nama buruk. Seseorang mengetuk pintu dan Nirma mempersilakan masuk. Aleena menyapa sang adik dengan hangat seperti biasanya. “Aku dengar Bu Retno udah bebas dari penjara,” katanya seraya duduk di sofa yang tak jauh dari meja kerja Nirma.“Iya, Kak. Kemarin juga kantor polisi sempat kerepotan karena Mas Andra membuat keributan.” Dia menggelengkan kepala, tidak habis pikir dengan kelakuan mantan suaminya yang meski sudah jelas salah, tetapi masih membuat drama berkepa