Share

Menantu Yang dianggap Miskin
Menantu Yang dianggap Miskin
Author: muktipuji90

Tidak dihargai

Bab 1

"Aisyah. Perkenalkan ini Kakak Ipar Indra namanya Kiki istri Jefri, dia bekerja sebagai Staff Accounting disalah satu perusahaan di Jakarta. Kalau yang satu ini menantu Ibu juga Rara istrinya Joe, dia punya usaha online shop yang sudah sukses. Waktu itu mereka berdua tidak sempat datang saat kamu dan Indra menikah,maklumlah orang sibuk," ucap Mamah Mertuaku memperkenalkan menantu-menantu kesayangannya.

Mendengar itu nyaliku mendadak ciut, apakah aku juga termasuk menantu kriteria Mamah Mas Indra? aku memang tidak mengenal bangku kuliah hanya sampai tamatan SMK. Sedangkan dihadapanku mereka wanita-wanita yang berpendidikan. 

Aku Aisyah seorang wanita asal kampung yang dinikahi Mas Indra pria asal kota. Kami baru saja menikah seminggu yang lalu. Hari ini aku di boyong olehnya untuk tinggal bersama kedua orangtuanya karena tugasnya dikampung sudah selesai. Aku dan Mas Indra bertemu saat ia ditugaskan menjadi mandor di proyek pembangunan jalan di desa tempat aku tinggal. 

"Salam kenal Mba Kiki dan Mba Rara," ucapku memperkenalkan diri seraya kedua tanganku menyalami tangan mereka tapi ditolaknya mentah-mentah, mereka enggan membalas salamku. Hingga aku malu dibuatnya. 

Benar saja dugaanku sambutan mereka tak sehangat yang aku bayangkan sebelumnya, dimana aku membayangkan keluarga yang penuh canda tawa, keramahan dan apa adanya. Tapi kenyataannya mereka memandang seseorang dari status sosial berbeda sekali dengan Mas Indra. 

"Mba Aisyah waktu dikampung kerja apa?" tanya Sizi adik Mas Indra yang masih berstatus mahasiswi. 

Pertanyaannya membuat aku merasa terpojok. 

"Aku gak kerja hanya sebagai pe...," Belum selesai aku bicara sudah di potong oleh Mba Rara. 

"Paling juga pengangguran," ucap Mba Rara yang menghinaku. 

"Maklum lah hidup di desa terpencil susah nyari kerja ya kan Aisyah?" sambung Mba Kiki. 

Aku hanya tersenyum miring mendengar cemoohan mereka. 

Keluarga Mas Indra adalah keluarga terpandang yang berpendidikan tinggi dan mempunyai jabatan. Ibunya saja pensiunan Pegawai Negeri Sipil jadi pantas saja kalau aku bukanlah siapa-siapa dimata mereka. 

Suasana semakin tidak menyenangkan karena mereka terus saja mengintimidasi ku melalui pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan. Untung saja Mas Indra datang untuk mengajakku istirahat karena memang saat itu kita baru sampai. 

****

Tring... 

Ada notifikasi masuk di aplikasi WhatsAppku. Segera kuusap layar ponsel tertera nama Grup keluarga Mas Indra. Ternyata seseorang telah menambahkan aku ke dalam grup tersebut. 

Selang beberapa menit ada notifikasi masuk kembali dari Grup tersebut. 

[Lusa syukuran ulang tahun Mamah jangan lupa kalian harus datang ya!] chat dari Mamah Mertuaku. 

[Mamah mau minta kado apa?] balasan dari Mba Rara. 

[Pastinya yang berharga dong Rara. Sebutin aja Mah maunya apa! pasti kita berikan] imbuh Mba Kiki.

[Tas branded, baju, jam tangan, Handphone pilih yang Mamah suka!] balas Mba Rara. 

[Apa aja yang penting jangan yang KW!] balas Mamah. 

[Aku juga mau dong Mba!] Sizi ikut berkomentar. 

Aku yang sedari tadi menyimak hanya menjadi silent rider tanpa berkomentar. Karena menurutku apa yang mereka bahas tidak bermutu hanya untuk menyombongkan diri. 

****

Semua bahan-bahan kue sudah dipersiapkan. Aku bermaksud membuat kue ulang tahun untuk Mamah Mas Indra. Bukannya aku tidak mampu memberikan barang-barang mahal seperti yang diberikan kakak-kakak Iparku karena aku juga punya uang untuk membelinya dari penghasilanku sebagai penulis yang mereka kira pengangguran. Tapi aku ingin mempersembahkan langsung dari hasil tanganku sendiri. Walau nilainya tak seberapa tapi aku berharap Mamah Mertuaku mau menerimanya.

Tiba saatnya acara ulang tahun Mamah berlangsung banyak teman-teman yang diundangnya. Terlihat sekali mayoritas dari mereka bukan dari kalangan biasa. 

"Mamah. Selamat ulang tahun ya Mah ini kado dari Rara," ucap Mba Rara memberikan bingkisan yang cukup besar. 

"Selamat Ulang tahun Mamah. Ini dari Kiki jangan dilihat kecilnya ya Mah tapi isinya!" Ujar Mba Kiki sembari memberikan kado dari tangannya.

Kini saatnya giliranku mengucapkan selamat. Sedikit gemetar saat aku akan memberikan sesuatu yang ada ditanganku. 

"Selamat Ulang tahun Mamah. Semoga sehat selalu dan bahagia dunia akhirat. Maaf Mah hanya ini yang dapat Aisyah berikan. Aisyah harap Mamah mau menerimanya!" ungkapku. 

"Apaan ini?" tanya Mamah Mertuaku tangannya langsung membuka tutup kue tersebut. 

"Itu kue buatan Aisyah sendiri Mah," jawabku. 

"Ya ampun Aisyah modal dikit dong masa ngasih Mamah kue ulang tahun," sindir Mba Kiki dia tertawa lepas. 

"Maklumlah Mba gak ada uang," sambung Mba Rara. 

Mamah yang diam saja dia berjalan keluar rumah membawa kue dariku. Aku yang penasaran mengekor mengikutinya. Beliau berhenti di depan pintu lalu memanggil seorang penjaga rumah. 

"Pak, sini! ini kue buat Bapak," ungkap Mamah yang memberikan kue yang kubuat kepada orang lain. 

"Terimakasih Bu," jawabnya. 

"Kue buatanmu pantasnya dimakan sama yang selevel gak cocok buat lidah Mamah," ungkapnya. 

Miris hati ini melihat perlakuan Mamah Mas Indra kepadaku. Ternyata begini cara beliau menghargai pemberian menantunya. Andai Mamah tau aku juga punya pekerjaan dan penghasilan tidak jauh berbeda dengan kedua menantu kesayangannya, apakah perlakuannya akan sama seperti ini? 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status