Bab 1
"Aisyah. Perkenalkan ini Kakak Ipar Indra namanya Kiki istri Jefri, dia bekerja sebagai Staff Accounting disalah satu perusahaan di Jakarta. Kalau yang satu ini menantu Ibu juga Rara istrinya Joe, dia punya usaha online shop yang sudah sukses. Waktu itu mereka berdua tidak sempat datang saat kamu dan Indra menikah,maklumlah orang sibuk," ucap Mamah Mertuaku memperkenalkan menantu-menantu kesayangannya.
Mendengar itu nyaliku mendadak ciut, apakah aku juga termasuk menantu kriteria Mamah Mas Indra? aku memang tidak mengenal bangku kuliah hanya sampai tamatan SMK. Sedangkan dihadapanku mereka wanita-wanita yang berpendidikan.
Aku Aisyah seorang wanita asal kampung yang dinikahi Mas Indra pria asal kota. Kami baru saja menikah seminggu yang lalu. Hari ini aku di boyong olehnya untuk tinggal bersama kedua orangtuanya karena tugasnya dikampung sudah selesai. Aku dan Mas Indra bertemu saat ia ditugaskan menjadi mandor di proyek pembangunan jalan di desa tempat aku tinggal.
"Salam kenal Mba Kiki dan Mba Rara," ucapku memperkenalkan diri seraya kedua tanganku menyalami tangan mereka tapi ditolaknya mentah-mentah, mereka enggan membalas salamku. Hingga aku malu dibuatnya.
Benar saja dugaanku sambutan mereka tak sehangat yang aku bayangkan sebelumnya, dimana aku membayangkan keluarga yang penuh canda tawa, keramahan dan apa adanya. Tapi kenyataannya mereka memandang seseorang dari status sosial berbeda sekali dengan Mas Indra.
"Mba Aisyah waktu dikampung kerja apa?" tanya Sizi adik Mas Indra yang masih berstatus mahasiswi.
Pertanyaannya membuat aku merasa terpojok.
"Aku gak kerja hanya sebagai pe...," Belum selesai aku bicara sudah di potong oleh Mba Rara.
"Paling juga pengangguran," ucap Mba Rara yang menghinaku.
"Maklum lah hidup di desa terpencil susah nyari kerja ya kan Aisyah?" sambung Mba Kiki.
Aku hanya tersenyum miring mendengar cemoohan mereka.
Keluarga Mas Indra adalah keluarga terpandang yang berpendidikan tinggi dan mempunyai jabatan. Ibunya saja pensiunan Pegawai Negeri Sipil jadi pantas saja kalau aku bukanlah siapa-siapa dimata mereka.
Suasana semakin tidak menyenangkan karena mereka terus saja mengintimidasi ku melalui pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan. Untung saja Mas Indra datang untuk mengajakku istirahat karena memang saat itu kita baru sampai.
****
Tring...
Ada notifikasi masuk di aplikasi WhatsAppku. Segera kuusap layar ponsel tertera nama Grup keluarga Mas Indra. Ternyata seseorang telah menambahkan aku ke dalam grup tersebut.
Selang beberapa menit ada notifikasi masuk kembali dari Grup tersebut.
[Lusa syukuran ulang tahun Mamah jangan lupa kalian harus datang ya!] chat dari Mamah Mertuaku.
[Mamah mau minta kado apa?] balasan dari Mba Rara.
[Pastinya yang berharga dong Rara. Sebutin aja Mah maunya apa! pasti kita berikan] imbuh Mba Kiki.
[Tas branded, baju, jam tangan, Handphone pilih yang Mamah suka!] balas Mba Rara.
[Apa aja yang penting jangan yang KW!] balas Mamah.
[Aku juga mau dong Mba!] Sizi ikut berkomentar.
Aku yang sedari tadi menyimak hanya menjadi silent rider tanpa berkomentar. Karena menurutku apa yang mereka bahas tidak bermutu hanya untuk menyombongkan diri.
****
Semua bahan-bahan kue sudah dipersiapkan. Aku bermaksud membuat kue ulang tahun untuk Mamah Mas Indra. Bukannya aku tidak mampu memberikan barang-barang mahal seperti yang diberikan kakak-kakak Iparku karena aku juga punya uang untuk membelinya dari penghasilanku sebagai penulis yang mereka kira pengangguran. Tapi aku ingin mempersembahkan langsung dari hasil tanganku sendiri. Walau nilainya tak seberapa tapi aku berharap Mamah Mertuaku mau menerimanya.
Tiba saatnya acara ulang tahun Mamah berlangsung banyak teman-teman yang diundangnya. Terlihat sekali mayoritas dari mereka bukan dari kalangan biasa.
"Mamah. Selamat ulang tahun ya Mah ini kado dari Rara," ucap Mba Rara memberikan bingkisan yang cukup besar.
"Selamat Ulang tahun Mamah. Ini dari Kiki jangan dilihat kecilnya ya Mah tapi isinya!" Ujar Mba Kiki sembari memberikan kado dari tangannya.
Kini saatnya giliranku mengucapkan selamat. Sedikit gemetar saat aku akan memberikan sesuatu yang ada ditanganku.
"Selamat Ulang tahun Mamah. Semoga sehat selalu dan bahagia dunia akhirat. Maaf Mah hanya ini yang dapat Aisyah berikan. Aisyah harap Mamah mau menerimanya!" ungkapku.
"Apaan ini?" tanya Mamah Mertuaku tangannya langsung membuka tutup kue tersebut.
"Itu kue buatan Aisyah sendiri Mah," jawabku.
"Ya ampun Aisyah modal dikit dong masa ngasih Mamah kue ulang tahun," sindir Mba Kiki dia tertawa lepas.
"Maklumlah Mba gak ada uang," sambung Mba Rara.
Mamah yang diam saja dia berjalan keluar rumah membawa kue dariku. Aku yang penasaran mengekor mengikutinya. Beliau berhenti di depan pintu lalu memanggil seorang penjaga rumah.
"Pak, sini! ini kue buat Bapak," ungkap Mamah yang memberikan kue yang kubuat kepada orang lain.
"Terimakasih Bu," jawabnya.
"Kue buatanmu pantasnya dimakan sama yang selevel gak cocok buat lidah Mamah," ungkapnya.
Miris hati ini melihat perlakuan Mamah Mas Indra kepadaku. Ternyata begini cara beliau menghargai pemberian menantunya. Andai Mamah tau aku juga punya pekerjaan dan penghasilan tidak jauh berbeda dengan kedua menantu kesayangannya, apakah perlakuannya akan sama seperti ini?
Bab 2Ku urungkan niatku untuk kembali lagi kedalam acara ulang tahun Mamah karena percuma saja ada tidaknya aku disana tidak terlihat oleh mereka. "Aisyah. Kenapa kamu malah diluar? dari tadi Mas mencari keberadaanmu," ungkap Mas Indra yang muncul dari dalam. "Iya Mas habis ngasih kue buat security didepan," ujarku beralasan. Karena aku tidak mau mengadu apa yang barusan Mamah lakukan padaku. Dimata Mas Indra Mamahnya adalah wanita terbaiknya. "Ayo kita masuk!" ajak Mas Indra tangannya menggenggam erat telapak tanganku. Akupun mengikuti permintaannya.Mamah yang melihat kami berjalan menghampiri lalu menggandeng tanganku. "Indra, Aisyah. Ayo kita foto keluarga!" ucapnya yang berpura-pura baik didepan Mas Indra. "Awas kamu Aisyah kalau sampai ngadu ke Indra," bisik Mamah ditelingaku. Mereka akan bersikap baik didepanku kalau ada Mas Indra, maka dari itu semuanya terlihat baik-baik saja. ****Pagi ini aku membantu Mas Indra packing pakaiannya yang akan di bawa keluar kota, dia
Bab 3Kulihat dari balik pintu kamar ternyata Sherly masih disana dia belum juga beranjak pergi. Dia masih belum terima dengan ucapan yang aku katakan tadi padanya."Mah. Kurang ajar banget istri Mas Indra berani-beraninya dia melawanku. Pokoknya Sherly gak terima," ungkapnya sembari kakinya dihentakan ke lantai.Aku tertawa geli melihatnya ternyata mantan Mas Indra masih kekanak-kanakan pantas saja Mas Indra tidak tahan dengannya."Tenang saja Sherly, Mamah akan tetap berpihak padamu walaupun dia istri Indra. Tapi Mamah lebih setuju kalau kalian bersatu kembali," ungkap Mamah membelanya.Mendengar ucapan Mamah, Sherly menjadi sedikit lebih tenang ia baru bisa kembali duduk menikmati teh hangat yang aku buat. Doyan juga dia dengan minuman yang kubuat. Kalau saja aku tau tamu yang datang adalah mantan Mas Indra yang super nyebelin, sudah aku kasih obat penguras perut itu di teh yang kusuguhkan biyar dia tahu rasa bolak balik kamar mandi. Kali ini aku harus lebih waspada karena bisa saj
Bab 4[Assalamuallaikum Aisyah.] sapa Mas Indra dari dalam telepon. [Waallaikumsalam Mas.] jawabku. [Bagaimana keadaanmu sayang? ditinggal Mas dua hari baik-baik saja kan atau sudah kangen?] ledek Mas Indra. [Alhamdulillah baik Mas. Ya kangen banget lah Mas biasa ada yang mencium kening ku setiap pagi, ini dari kemarin kening dianggurin] ungkapku. [Bisa saja kamu menggoda Mas, Aisyah.]Aku sengaja tidak menceritakan apa yang dilakukan Mamahnya terhadapku setiap hari selama tidak ada Mas Indra, karena pasti Mas Indra sulit mempercayainya. Biarkan dia melihatnya sendiri suatu saat nanti sikap Mamah dan saudara-saudaranya kepadaku tanpa harus aku mengadu. [Oya tadi Mamah telepon katanya kamu gak mau makan bersama Mamah dan yang lainnya. Malah kamu lebih memilih delivery order makanan sendiri. Memangnya kenapa Aisyah?] tanya Mas Indra. Aku yang mendengar pertanyaan Mas Indra sontak terkejut, bisa-bisanya Mamah mengadu ke Mas Indra dengan membalikkan fakta yang sebenarnya. Padahal ak
Bab 5Mereka semua mengelilingiku dengan tatapan penuh kecurigaan. Aku merasa seperti tersangka yang tertangkap basah menggelapkan uang suamiku sendiri padahal aku belanja sebanyak ini semua dari hasil kerja kerasku sendiri. "Jawab Aisyah! dari mana kamu bisa mendapatkan uang untuk belanja sebanyak itu?" Mamah kembali mendesakku. "Jangan-jangan dia mencuri Mah! coba Mamah dan Sizi cek uang atau perhiasan kalian! takutnya dicuri sama Aisyah terus uangnya buat shopping," tuduh Mba Rara. "Jaga mulut kamu ya Mba! aku memang berasal dari keluarga miskin tapi aku gak sehina itu. Aku belanja sebanyak ini murni dari hasil kerja kerasku sendiri, jadi silahkan kalian cek apakah ada barang kalian yang hilang dirumah ini!" bantahku. Mamahpun termakan tuduhan Mba Rara, beliau langsung berjalan menuju kamarnya untuk mengecek apakah ada barang berharganya atau uang yang hilang karena dicuri. Cukup lama Mamah menggeledah isi kamarnya sendiri dibantu dengan Mba Kiki. Begitu pula Sizi ia juga menge
Bab 6[Anak-anak Mamah besok jangan lupa ya ada arisan keluarga di rumah tante Yuyun.] pesan masuk dari Mamah di grup WA keluarga Mas Indra. [Oke Mah. Dresscode warna apa Mah?] balasan dari Mba Kiki. [Dresscode warna merah] balasan dari Mamah. Terlihat di layar ponsel, Mba Rara juga sedang mengetik untuk memulai bergabung percakapan. [Kalau gak punya baju warna merah bagaimana Mah?] tanya Mba Rara yang sepertinya sengaja memancing perkara. [Ya harus beli dong sayang jangan kaya orang susah! kamu kan banyak uang Rara. Anak dan menantu Mamah harus kompak loh!][Rara sih banyak Mah bahkan baju Merah tak terhitung, itu si Aisyah barangkali gak punya. Dia kan baru pindah kesini pasti gak bawa baju banyak dari kampung.] ungkap Mba Rara. Sudah kutebak dia sengaja memancing perkara denganku dengan membuat pertanyaan lalu mengetag namaku di grup, padahal aku sengaja menjadi silent rider karena malas sekali rasanya berada di grup yang unfaedah menurutku. [Nanti kalau Mba Aisyah gak punya
Bab 7"Aisyah cepetan keluar kita mau berangkat!" teriak Mamah dari luar"Iya Mah" jawabku. Lihat saja bagaimana reaksi mereka setelah melihat aku keluar dari kamar. Aku sudah siap untuk menyesuaikan diri dengan mereka sesuai permintaan Mamah. Kutenteng tas bermerk seharga sekian juta ditangan sebelah kiriku, dengan memakai sepatu sedikit berhak sekitar 5 cm mencoba berjalan anggun agar terlihat feminim. Gagang pintu kamar kubuka dengan pelan, suara langkah kaki sepatuku membuat semua orang yang sedang menunggu di ruang keluarga, seketika menoleh kearah dari mana suara itu berasal? "Mba Aisyah?" ucap Sizi yang seketika berdiri dari tempatnya duduk, mulutnya menganga seakan tak percaya apa yang dilihatnya didepan mata. "Apa benar itu Aisyah?" ujar Mba Kiki yang ikut berdiri tidak percaya dengan penampilanku. Aku yang mendengarnya hanya melemparkan senyum lalu berjalan kearah mereka. "Wah. Indra memang jago pilih istri. Ternyata Aisyah gak kalah cantiknya dengan kakak-kakak iparny
Bab 8"Bagaimana Mba Sukma, mau diambil sekarang cincin berliannya?" goda Tante Yuyun. "Emm. Tapi aku harus ijin Indra terlebih dahulu Yun," ujar Mamah yang tengah bimbang. "Itu sih urusan belakangan. Lagian buat Mba Sukma cicilan dua juta perbulan itu sangat ringan, masa Mba gak sanggup?,""Baiklah. Aku ambil," "Nah gitu dong Mba,"Tanpa pikir panjang Mamah langsung mengiyakan tawaran Tante Yuyun.Aku tidak habis pikir demi untuk mempertahankan gengsinya Mamah nekat membeli barang-barang mewah, padahal jam tangan yang dipakainya sekarang saja belum lunas. Tapi berani-beraninya membeli perhiasan dengan cara kredit. Beliau memang tipikal orang yang suka mengoleksi barang-barang modis bisa dibilang termasuk kategori Hypebeast. Dimana orang tersebut akan selalu mencari sesuatu yang membuat style mereka kekinian. Tak jarang barang itu berupa baju, tas, sepatu, hingga aksesoris semuanya barang branded dengan harga mencapai puluhan juta hingga ratusan juta rupiah. Dengan tujuan hanya unt
Bab 9Hari sudah menjelang pagi mentari sudah mulai menampakan sinarnya. Aku yang semenjak menjadi istri Mas Indra setiap pagi menyiapkan sarapan untuknya dan makan bersama. Beberapa hari ini merasa kesepian hanya Bi Ratih yang sudi menemaniku, mengajakku bicara. Sedangkan Mamah dan Sizi sekalinya mengajak bicara hanya untuk berdebat. Kumainkan benda pipih yang ada ditanganku untuk melihat foto pernikahan aku dengan Mas Indra, hanya untuk sekedar mengobati rasa rinduku padanya. Tak sabar rasanya menanti kepulangan suamiku dua hari lagi. Saat aku sedang terlena dengan lamunanku dering ponsel berbunyi ada notifikasi masuk di aplikasi hijauku. [Aisyah cepat keluar dari kamar sekarang! Mamah tunggu di ruang keluargap!] isi pesan dari Mamah. Ada apalagi ini pagi-pagi sudah WA, padahal jarak antara ruang keluarga dan kamarku hanya beberapa langkah saja kenapa Mamah gak langsung panggil saja sih. Lebih baik aku buru-buru keluar kamar takut Nyonya besar dirumah ini semakin menjadi. "Iya M