Bab 3
Kulihat dari balik pintu kamar ternyata Sherly masih disana dia belum juga beranjak pergi. Dia masih belum terima dengan ucapan yang aku katakan tadi padanya.
"Mah. Kurang ajar banget istri Mas Indra berani-beraninya dia melawanku. Pokoknya Sherly gak terima," ungkapnya sembari kakinya dihentakan ke lantai.
Aku tertawa geli melihatnya ternyata mantan Mas Indra masih kekanak-kanakan pantas saja Mas Indra tidak tahan dengannya.
"Tenang saja Sherly, Mamah akan tetap berpihak padamu walaupun dia istri Indra. Tapi Mamah lebih setuju kalau kalian bersatu kembali," ungkap Mamah membelanya.
Mendengar ucapan Mamah, Sherly menjadi sedikit lebih tenang ia baru bisa kembali duduk menikmati teh hangat yang aku buat. Doyan juga dia dengan minuman yang kubuat. Kalau saja aku tau tamu yang datang adalah mantan Mas Indra yang super nyebelin, sudah aku kasih obat penguras perut itu di teh yang kusuguhkan biyar dia tahu rasa bolak balik kamar mandi. Kali ini aku harus lebih waspada karena bisa saja Mamah ingin memisahkan aku dengan Mas Indra demi mempersatukan kembali Sherly dengan Mas Indra.
****
Pagi ini biasanya aku disibukkan dengan melayani suamiku yang mau berangkat ke kantor. Tapi berhubung dia lagi bertugas di luar kota jadi aku sedikit santai hanya mengurus diri sendiri.
Sebelum beraktivitas biasanya aku, Mas Indra, Sizi dan Mamah kita berempat sarapan bersama di meja makan. Karena Kakak-kakak Mas Indra sudah mempunyai rumah masing-masing jadi mereka tidak tinggal disini hanya sesekali berkunjung datang kemari. Aku yang menuju meja makan bermaksud duduk untuk sarapan pagi bersama mereka.
"Eh mau ngapain kamu Aisyah," ucap Mamah.
"Sarapan Mah," jawabku yang berhenti mengurungkan niatnya duduk di kursi.
"Joe dan Jefri serta istrinya mereka akan datang kemari sarapan bersama jadi lebih baik kamu bantuin Bi Ratih saja di dapur menyiapkan makanan untuk kami!" perintah Ibu.
Aku beranjak ke dapur untuk membantu Bi Ratih. Beliau sangat ramah berbeda dengan penghuni rumah ini.
"Mba Aisyah yang sabar yah Mba menghadapi sikap Ibu dan yang lainnya," ucap Bi Ratih menguatkanku.
"Iya Bi. Biarkan saja sesuka hati mereka," jawabku.
Kulihat dari kejauhan ternyata semua sudah berkumpul ada juga Mba Rara dan Mba Kiki yang selalu menyombongkan diri.
"Aisyah ayo kita sarapan bersama!" ajak Bang Joe saat aku melewati mereka.
"Tidak Bang terimakasih. Aku sudah makan tadi," tolakku.
"Memangnya makan apa kamu Aisyah?" tanya Mamah heran. Karena dari tadi aku yang menyiapkan mereka sarapan bersama Bi Ratih bagaimana aku bisa makan.
"Makan hati Mah," jawabku santai. Seketika Mamah tersindir beliau cuma terdiam membisu.
Sizi kulihat dia tertawa terkekeh sambil menutup mulutnya.
Aku sudah tak berselera makan, apalagi Mamah tadi berpesan kalau aku tidak boleh bergabung dengan mereka. Jikalau mau makan tunggu mereka selesai. Memangnya aku ini apa? makan sisa dari mereka. Lebih baik aku delivery makanan sendiri lewat aplikasi go food dan makan didalam kamar biyar tidak ada yang mengganggu.
Tok.. Tok..
"Mba Aisyah di luar ada kurir nganter makanan buat Mba," panggil Bi Ratih dari luar kamar."Iya Bi sebentar,"
Ternyata pesananku sudah datang, aku bergegas kedepan untuk membayar semua pesanananku. Sengaja aku pesan makanan dan cemilan lumayan banyak untuk sarapan pagi sekaligus makan siang. Aku berjalan melewati mereka yang sedang asyik makan dengan menenteng banyak bungkus makanan yang kupesan.
Satu persatu mata mereka tertuju padaku, seperti tidak percaya aku pesan makanan sebanyak ini untuk seorang diri.
"Aisyah kenapa bisa pesan makanan sebanyak itu, uang dari mana dia?" ujar Mba Rara yang masih terdengar olehku.
"Dari Indra lah siapa lagi kalau bukan dia. Istri gak tau diri anakku yang banting tulang bekerja dia yang enak-enakan habisin uangnya," ungkap Mamah.
"Lagipula ko dia bisa tau Restoran ternama disini padahal dia orang kampung," imbuh Mba Kiki.
"Sudah. Gak baik lagi makan ngomongin orang!" ungkap bang Jefri menasehati mereka.
Aku jadi heran Mas Indra dan kedua kakaknya baik tapi kenapa Mamah, Sizi dan kedua menantunya malah jahat? entahlah dari pada memikirkannya lebih baik aku makan makanan yang sudah kubeli.
****
Tring...
Ada notifikasi masuk di aplikasi whatsappku. Ternyata dari grup keluarga Mas Indra. Mamah telah menambahkan nomer ponsel seseorang kedalam Grup. Nomer siapa ini? dari pada penasaran aku tunggu chat masuk sepertinya Mamah sedang mengetik.[Selamat bergabung Sherly.] isi chat dari Mamah di grup menyambutnya.
[Welcome Kak Sherly. Akhirnya kita berkumpul kembali.] sambung Sizi.
Begitupula Mba Rara dan Mba Kiki mereka juga menyambut Sherly di grup dengan antusias. Apa maksud dari semua ini? mungkin mereka sengaja ingin menyerangku bukan cuma lewat dunia nyata tapi juga dunia maya.
[Terimakasih Mah sudah masukan Sherly kedalam Grup, padahal Sherly bukan menantu Mamah.] ungkapnya menyedihkan.
[Anggap saja kamu bagian dari menantu Mamah.] balas Mamah.
Bagus deh kalau ada yang dengan sukarela ingin dianggap sebagai menantu keluarga sombong. Yang penting jangan sampai minta dianggap sebagai istri Mas Indra karena bakal berurusan denganku.
Bab 40"Aku lebih baik mat1 dari pada harus menikah denganmu," tampik Indra."Oh. Jadi kamu berani menolakku Mas?" Sherly berdiri mundur menjauhi Indra."Kalian. Kasih pelajaran untuk dia!" perintah Sherly kepada anak buahnya.Ketiga orang suruhan Sherly menghampiri Indra dan langsung menghajar Indra tanpa ampun.Indra hanya bisa pasrah dengan nasibnya sekarang, hanya keajaibanlah yang akan datang menyelamatkan dirinya. Tak disangka hati Sherly berubah penuh kebencian dan balas dendam."Sudah Sher stop!" teriak Rara yang berdiri ketakutan.Ketiga pria itu berhenti kala mendengar teriakan Rara. Indra bingung bagaimana bisa Kakak Iparnya berada disini?"Diam kamu Mba! tujuanku mengajakmu kesini untuk bantu aku bujuk Indra. Bukan malah membela dia," hardik Sherly.Sedangkan di luar sana Aisyah baru saja sampai. Dia meminta sopir ojek online menemaninya sementara, selagi Joe belum sampai. Di perjalanan dia sempat menelepon Kakak Iparnya, bahwa dia melihat Rara dan Sherly pergi menggunaka
Bab 39Sebuah mobil hitam melaju pelan menyusuri jalanan ibukota. Mobil yang berpenumpang tiga orang itu sesekali berhenti di pinggir jalan. Salah seorang dari mereka turun dari mobil dan menghampiri setiap orang yang ditemuinya."Bagaimana Aisyah. Apa ada yang pernah melihat Indra di sekitar sini?" tanya Joe saat Aisyah masuk membuka pintu mobil."Gak ada Bang. Dari sekian orang yang aku temui, mereka bilang gak pernah liat Mas Indra disekitar sini," terang Aisyah menyampaikan informasi yang ia dapatkan setelah beberapa kali bertanya pada orang-orang yang di temuinya di jalan."Buat apa sih nyari orang yang gak jelas dimana keberadaannya? buang-buang waktu saja. Tau begini mendingan aku ke Toko saja, dari pada ikut kalian," celoteh Rara yang kesal karena jenuh."Bisa diam gak Ra? kalau kamu gak punya empati, lebih baik diam! yang hilang ini adikku bukan orang lain," hardik Joe.Rara yang malu karena kena marah oleh suaminya didepan Aisyah. Dia gegas memalingkan wajahnya menghadap ke
Bab 37"Aaaaa... " Rara menjerit histeris saat melihat pakaian kesayangannya yang baru diambil dari jemuran sobek. Di telitinya satu persatu di setiap bagian, ia syok ketika melihat banyak bekas guntingan yang membuat bajunya tidak layak untuk dipakai.Suara jeritan Rara menembus ke dinding kamar hingga terdengar di telinga Aisyah.'Pasti dia syok melihat baju kesayangannya sobek. Kamu yang sudah mulai permainan ini terlebih dahulu Mba, jadi jangan salahkan aku kalau mengikuti permainanmu' gumam Aisyah."Bi Ratih. Siapa yang sudah berani menyobek bajuku?" Rara menghampiri Bi Ratih yang sedang mencuci piring di dapur, membentang bajunya lebar-lebar."Bi- Bibi gak tau Mba. Bukan Bibi yang menyobeknya," jawab Bi Ratih gemetar karena takut melihat Rara yang sudah beringas seperti singa yang siap menerkam mangsanya."Terus siapa?" "Bibi gak tau," ucap Bi Ratih lirih."Gak salah lagi. Ini pasti ulah Aisyah. Kurang ajar dia sudah berani melawanku," Rara gegas meninggalkan dapur menuju ke k
Bab 36"Ehemm," Aisyah sengaja berdehem dibalik pintu.Rara terkejut mendengar ada seseorang yang datang, sontak ia menutup panggilan teleponnya dan menyembunyikan handphone dibalik saku celana."Sejak kapan kamu ada disitu?""Baru saja. Memangnya kenapa, ko kamu kaya ketakutan gitu?" tanya Aisyah sengaja memancing gelagat Rara yang mulai mencurigakan."Gak. Aku mau masuk dulu nyuci baju," ungkapnya seraya membawa kembali pakaian kotor yang sedari tadi ditentengnya kesana kemari tanpa tau kemana arah dan tujuannya."Bukannya kamu bilang tadi mau di laundry," ucap Aisyah santai, badannya ia senderkan di depan pintu menghalangi jalannya Rara ketika ingin masuk."Eemm... laundry-nya tutup," jawab Rara sekenanya. Padahal ia belum sempat menelepon laundry karena sudah terlebih dahulu menerima telepon dari seseorang.Aisyah tau kalau Rara sedang berbohong, sikapnya yang mencurigakan membuat Aisyah mencium sesuatu hal yang tidak beres."Minggir!" usir Rara. Ia menabrak tubuh Aisyah yang meng
Bab 35"Mba Rara dimana Bang? kenapa dia gak ikut makan bareng kita?" tanya Indra yang mencari keberadaan Kakak Iparnya."Dia di kamar Ndra. Lagi gak selera makan katanya," jawab Joe."Biarin saja. Kamu gak usah mengantar makanan ke kamar buat dia Joe! kalau lapar juga pasti dia keluar sendiri nyari makanan," terang Bu Sukma sinis.Di meja yang dikelilingi kursi, mereka semua berkumpul untuk menikmati makan malam. Hanya Rara yang tak mau ikut bergabung dengan mereka."Joe. Kamu harus tegas jadi suami! jangan mau di perdaya sama istri. Makin kesini kok makin gak punya sopan santun. Bisa - bisanya dirumahnya, Mamah dijadikan B4bu. Dan sekarang numpang disini malah sok jadi ratu. Makan minta dianterin ke kamar," tegur Bu Sukma sambil mengunyah makanan yang dilahapnya."Iya Mah," jawab Joe singkat.Aisyah dan Indra saling berpandangan. Mereka saling menahan tawa satu sama lain ketika mendengar Mamahnya dijadikan pembantu di rumah menantu yang dulunya ia bangga-banggakan.***Suara kicauan
Bab 34'Apa maksudnya coba mengajak menginap dirumah ternyata disuruh gantiin tugas pembantu yang pulang kampung. Rara makin kesini sudah gak punya rasa hormat sama Mertuanya sendiri' gerutu Bu Sukma. Ia tidak peduli dengan pesan menantunya sebelum berangkat.Rumah yang biasanya rapi tidak ada pembantu dua hari saja terlihat berantakan. Piring kotor dimana-mana, debu dilantai dan sudut-sudut ruangan serta kaca sudah menempel karena rumah Rara berada di pinggir jalan raya yang banyak dilewati kendaraan berlalu lalang.'Membayangkan untuk membersihkan rumah yang kotor saja aku sudah malas. Apalagi disuruh membersihkannya, bisa-bisa aku pingsan karena kecapean. Dasar Rara malasnya kebangetan. Dirumah sendiri aku di jadikan Ratu, di rumah menantu aku di jadikan Babu' Bu Sukma terus menggerutu.Tak mau ambil pusing, ia menjatuhkan badannya diatas kursi sofa yang berada dekat dengan televisi. Dipencetnya tombol power di remote tv yang ia pegang.Brak...brak..brakTerdengar seseorang mengged