Share

Bab 5

Penulis: empat2887
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-01 15:44:37

"Iya, kami berdua memang tidak akan bisa melawan kamu, Mbak karena kamu memang ratunya de-mit. Tapi Mbak nggak perlu khawatir, sebab kalau untuk masalah perut aku dan Ibu, aku pasti akan berusaha supaya kami tidak kelaparan. Walaupun sekarang aku kerja dengan gaji kecil, tapi jika doa Ibu menyertaiku, aku yakin kok semuanya pasti akan berkah," sahut Reno.

Aku merasa bahagia mendengar ucapan anak bungsuku, ternyata ia begitu peduli terhadap Ibunya. Reno juga seorang anak yang berbakti dan selalu mendambakan doa seorang Ibu, sehingga ia selalu menomersatukan perasaanku. Aku merasa senang sebab anakku yang satu ini, tidak mempunyai sifat yang sama dengan Kakaknya.

Selain Reno pandai membuat hatiku bahagia, ia juga pintar untuk mengatai orang. Ia sampai mengatakan, kalau Wati seorang ratu de-mit. Selain itu Reno juga pintar sekali membuat orang naik pitam, bahkan sekarang ia berhasil membuat wajah Wati berubah seketika.

"Reno, jaga bicara kamu ya! Aku ini bukan ratu de-mit tau, kalau kamu masih terus mengataiku seperti itu, aku pasti akan aduin semuanya ke Mas Roni," ancam Wati.

"Terserah kamulah, Mbak, aku juga nggak peduli kok! Sudahlah, Bu, lebih baik sekarang kita sarapan dulu yuk! Ibu nggak usah meladeni ratu de-mit ini lagi, biarin saja dia usaha sendiri kalau memang mau sarapan. Lagian ya seharusnya kamu itu mikir, Mbak. Walau di rumah orang tuamu kamu dimanjakan, tapi jangan disamakan dengan di rumah ini dong. Karena rumah ini bukan rumah Ibu Bapakmu, tetapi rumah mertuamu. Jadi Mbak itu harus mengikuti aturan yang ada di rumah ini, jangan semaunya sendiri." ujar Reno, sambil meraih tanganku dan mengajakku ke meja makan untuk sarapan.

"Ish kamu ini Reno, bisa banget bikin aku emosi. Awas saja ya kamu," ucap Wati.

Tapi semua itu tidak dipedulikan Reno, ia tetap mengajakku ke meja makan. Ia pun menyiapkan piring serta sendoknya, kemudian Reno pun segera mengambil bungkusan makanan yang barusan ia beli tersebut dan membaginya kepadaku.

"Ayo, Bu, sarapan dulu! Biar nanti Reno bisa tenang kerjanya, kalau Ibu sudah sarapan," ajak Reno

"Iya, Nak, terima kasih ya kamu memang begitu peduli terhadap Ibu," ujarku.

"Enak ya kalian berdua bisa sarapan, sedangkan aku hanya nonton kalian makan. Reno, apa kamu membeli makannya cuma dua bungkus saja? Kamu nggak inget apa, kalau di rumah ini juga ada aku," tanya Wati.

Ia bertanya seperti orang yang tidak tahu malu, rupanya ia juga mau dibelikan sarapan oleh anakku ini. Memang dasar Wati, ia seperti orang yang tidak punya pikiran saja.

"Oh ... jadi maksudnya Mbak mau dibelikan sarapan juga ya," tanya Reno.

"Ya iyalah, Reno. Masa iya kalian makan aku cuma nonton doang, nggak punya hati nurani banget sih kamu jadi orang," ujar Wati masih dengan nada ketus.

"Eh, Mbak, enak bener kamu ngomongnya! Memangnya tadi pas aku berangkat, Mbak Wati memberi uang nggak sama aku? Mbak memberi uang saja tidak, ya jangan harap mau aku belikan sarapan. Apalagi selama tanggal di sini, Mbak selalu memperlakuan Ibuku dengan tidak baik. Jadi jangan harap, kalau aku mau memberi makan untuk Mbak secara gratis," sahut Reno dengan tegas.

Mendengar ucapan Reno, membuat Wati terlihat bertambah murka, tapi ia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Ia pun malah pergi meninggalkan aku dan anakku yang sedang sarapan bersama di meja makan. Semoga saja Wati segera sadar dengan kesalahannya, serta segera berusaha menjadi istri dan menantu yang baik. Semoga saja ia tidak lagi menganggap mertuanya ini sebagai pembantunya.

Setelah selesai sarapan, Reno pun pamit kerja. Kini di rumah hanya tinggal aku dan juga Wati, yang sudah kembali mendekam di dalam kamar. Aku pun segera melanjutkan pekerjaanku karena tadi sempat tertunda, aku melanjutkan mencuci pakaianku yang tinggal di bilas saja. Kebetulan hari ini cuacanya juga sangat cerah, jadi aku segera membilasnya supaya bisa segera menjemurnya.

Setelah menjemur pakaian, aku segera kembali ke kamar untuk beristirahat. Kali ini aku benar-benar memakai sarannya Reno untuk tidak peduli dengan pakaian dan perabotan kotor bekas anak dan menantuku. Aku membiarkan pakaian kotor mereka masih tergeletak di kamar mandi dan piring kotor bekas mereka masih berada di tempat pencucian piring. Apalagi tadi aku dan Reno makan menggunakan kertas nasi, jadi piring hanya dijadikan untuk alas saja.

"Bu ... Ibu keluar! Ibu ngapain malah diam di kamar, sedangkan pekerjaan masih banyak, pakaian aku dan Mas Roni juga belum Ibu cuci. Ayo keluar dong, Bu! Ibu bereskan dulu pekerjaannya, sebab aku jijik melihat pakaian kotor ada di kamar mandi," teriak Wati dari depan pintu kamarku.

Padahal aku baru saja mau beristirahat karena setelah bertambahnya usiaku, malah semakin cepat terasa capek dan sakit di sekujur tubuh.

Bersambung ...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menantuku Selalu Diam Di Kamar    Bab 66

    "Wa ... Wati ...," lirihku."Iya, Mas, itu benar Mbak Wati. Tapi kok ia mau ngapain datang ke sini, bahkan datang sepagi ini di sini? Apa kamu memintanya supaya datang ke sini ya, Mas?" tanya Risma dengan raut wajah yang nampak curiga terhadapku."Sayang, kamu itu ngomong apaan sih? Mana mungkin, Mas meminta Wati datang ke sini! Lagian untuk apa coba, Mas menyuruhnya datang? Kamu mah ada-ada saja, Yang," sahutku berusaha memberi penjelasan kepada Risma, kalau aku tidak tahu-menahu tentang kedatangan Wati ke hotel tempat menginap kami."Lalu untuk apa dia datang ke sini dan dari mana dia tahu kalau kita ada di sini?" tanya Risma lagi, seakan tidak percaya dengan apa yang aku katakan barusan."Ya mana Mas tahu, Sayang. Mungkin dia sengaja datang ke hotel ini karena ada urusan sendiri, bukan mau menemui Mas," pungkirku lagi.Karena memang kenyataannya aku tidak ada urusan dengan Wati, apalagi sampai menyuruhnya untuk datang ke hotel tempat bulan madu aku dan Risma. Aku juga sebenarnya

  • Menantuku Selalu Diam Di Kamar    Bab 65

    "Nggak kok, Mbak. Aku nggak kedinginan, sebab aku berdua ma suami. Mungkin Mbak kedinginan karena Mbaknya sendirian," sahut Risma, sambil tangannya menggandeng erat tanganku."Hee ... He, iya kali ya, Mbak" ujar perempuan tersebut, sambil terkekeh dan kembali mengerlingkan matanya padaku.Karena aku takut khilaf, lalu aku pun menjauh dari wanita tersebut. Kini Risma lah, yang berada di samping wanita genit itu. Karena aku tidak mau istriku salah paham nantinya, sebab wanita ini sudah berani menggodaku, padahal kami baru saja bertemu.Aku tidak mau karena wanita yang tidak jelas ini, keharmonisan rumah tanggaku yang baru saja aku bangun akan menguap begitu saja. Sementara sangat susah mencari wanita seperti Risma ini. Mungkin hanya ada beberapa saja, wanita yang nyaris sempurna seperti Risma. Risma istriku bukan hanya cantik rupa, serta postur tubuhnya yang menggoda, tetapi ia juga memiliki hati yang baik. Dan yang paling utama, ia sangat menyayangi Bapak ibuku, yang merupakan me

  • Menantuku Selalu Diam Di Kamar    Bab 64

    Season 2"Mas, alhamdulillah ya, acara pernikahan kita berjalan dengan lancar. Semoga saja pernikahan kita ini langgeng dan bisa menjadi keluarga yang SAMAWA ya, Mas!" Risma berkata, saat aku baru saja duduk di atas kasur dan berada di sampingnya. "Iya, Sayang, semoga ya," ucapku, sambil mengusap pucuk kepala wanita, yang baru tadi siang aku jadikan dia istri. Ia membuka percakapan, setelah aku selesai bersih-bersih dan berganti pakaian dan bersiap untuk tidur. Ini adalah kali pertama aku bisa tidur bersamanya, setelah hampir satu tahun lamanya kami menjalin kasih.Walaupun aku sudah pernah menjalani pernikahan, dengan istri pertamaku yang bernama Wati. Tapi tetap saja dadaku berdegup kencang, saat akan menjalani ritual malam pertama seperti sekarang ini. Risma pun aku lihat sudah siap, bahkan ia bepenampilan seksi seakan sengaja menggodaku. Ia bahkan begitu manja padaku, membuat napasku bertambah sesak dibuatnya."Mas, apa kamu sakit? Kok kamu keluar keringat dingin begitu, bahk

  • Menantuku Selalu Diam Di Kamar    Bab 63.

    Bab 42"Iya, Marni, ada apa lagi kamu menelponku? Bukannya sudah jelas ya, kalau kita itu sudah tidak sepaham!" Mas Romli berkata dengan nada tinggi.Rupanya yang meneleponnya barusan adalah istrinya, yang kemarin melabrak keluargaku untuk meminta apa yang sudah diberikan Mas Romli untuk Roni dan Reno. Aku dan kedua anakku yang sedang sarapan sampai berhenti, kami bertiga malah fokus mendengarkan Mas Romli, yang sedang berbicara dengan istrinya.Kami bertiga fokus melihat gerak-gerik Mas Romli, yang bicaranya dengan begitu emosi. Aku yang tadinya tidak tahu permasalahannya kini menjadi tahu. Ternyata Mas Romli saat ini sedang ada permasalahan dengan istrinya. Pantes aja pagi-pagi ia sudah ada di rumahku, padahal seharusnya saat ini ia sedang sarapan bersama keluarganya. "Pokoknya aku tidak mau, Marni! Karena apa yang telah aku berikan itu adalah hak kedua anakku. Mereka itu sudah sepantasnya mendapatkan semua itu, apalgi aku telah menelantarkan mereka demi kamj. Jadi sudah sepantasny

  • Menantuku Selalu Diam Di Kamar    Bab 62

    "Itu lho, Mas, mereka berdua berbeda sifat dan karakternya. Mbak Risma itu orangnya baik dan juga sopan, sama Ibu juga sayang banget. Ia juga bahkan tidak segan mau membantu Ibu. Sedangkan Mbak Wati kebalikkannya," sahut Reno menjelaskan."Oh ... tentang itu, aku kira apaan? Apa yang kamu bilang memang benar, Reno. Wati dan Risma itu dua orang yang karakternya berbanding terbalik. Sayang sekali memang, aku baru bisa mengungkapkan perasaan akunya sekarang. Tapi aku masih beruntung, Ren, sebab sampai saat ini Risma-nya ternyata belum menjadi milik siapa-siapa." Roni membenarkan perkataan adiknya tersebut. Memang benar adanya, jika Neng Risma itu istimewa, sebab aku sudah merasakan sendiri bagaimana baiknya dia, serta rasa pedulinya padaku. Aku akan merasa sangat bahagia, jika memang dia bisa bersanding dengan Roni dan menjadi menantuku. "Hayo, kalian sedang ngomongin apa? Sedang ngomongin aku ya," tanya Neng Risma, yang nongol dari pintu dapur."Is, siapa yang sedang ngomongin kamu s

  • Menantuku Selalu Diam Di Kamar    Bab 61

    "Maaf, Bu, Ibu ini siapa ya? Kok Ibu berani sekali berteriak dan berkata kasar di depan rumah kami," tanya Roni."Siapa kamu berani berkata seperti itu? Apa kamu anaknya Mas Romli, yang dari mantan istrinya? Aku ini istrinya Mas Romli, aku mau minta sama keluarga mantan istri suamiku, supaya mengembalikan semua harta benda yang diberikan olehnya. Karena itu hak aku dan juga anakku," ujarnya dengan raut muka yang penuh emosi."Maaf ya, Bu, tapi apa yang diberikan Bapak untuk kami itu hak kami! Karena selama ini beliau tidak pernah memberikan kami nafkah sedikitpun, terhitung dari semenjak Bapak menikahi Ibu." Roni menjawab ucapan perempuan, yang memang istrinya Mas Romli.Mendengar perkataan Roni, perempuan itu semakin tidak terkontrol. Ia malah berteriak-teriak tidak karuan, sehingga membuat para tetanggaku datang untuk melihat perdebatan ini. Aku pun berbisik kepada Reno, supaya ia menelepon Bapaknya dan memberitahu Mas Romli, kalau ada istrinya sedang membuat rusuh."Bu Reni, ini a

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status