Share

Bab 5

"Iya, kami berdua memang tidak akan bisa melawan kamu, Mbak karena kamu memang ratunya de-mit. Tapi Mbak nggak perlu khawatir, sebab kalau untuk masalah perut aku dan Ibu, aku pasti akan berusaha supaya kami tidak kelaparan. Walaupun sekarang aku kerja dengan gaji kecil, tapi jika doa Ibu menyertaiku, aku yakin kok semuanya pasti akan berkah," sahut Reno.

Aku merasa bahagia mendengar ucapan anak bungsuku, ternyata ia begitu peduli terhadap Ibunya. Reno juga seorang anak yang berbakti dan selalu mendambakan doa seorang Ibu, sehingga ia selalu menomersatukan perasaanku. Aku merasa senang sebab anakku yang satu ini, tidak mempunyai sifat yang sama dengan Kakaknya.

Selain Reno pandai membuat hatiku bahagia, ia juga pintar untuk mengatai orang. Ia sampai mengatakan, kalau Wati seorang ratu de-mit. Selain itu Reno juga pintar sekali membuat orang naik pitam, bahkan sekarang ia berhasil membuat wajah Wati berubah seketika.

"Reno, jaga bicara kamu ya! Aku ini bukan ratu de-mit tau, kalau kamu masih terus mengataiku seperti itu, aku pasti akan aduin semuanya ke Mas Roni," ancam Wati.

"Terserah kamulah, Mbak, aku juga nggak peduli kok! Sudahlah, Bu, lebih baik sekarang kita sarapan dulu yuk! Ibu nggak usah meladeni ratu de-mit ini lagi, biarin saja dia usaha sendiri kalau memang mau sarapan. Lagian ya seharusnya kamu itu mikir, Mbak. Walau di rumah orang tuamu kamu dimanjakan, tapi jangan disamakan dengan di rumah ini dong. Karena rumah ini bukan rumah Ibu Bapakmu, tetapi rumah mertuamu. Jadi Mbak itu harus mengikuti aturan yang ada di rumah ini, jangan semaunya sendiri." ujar Reno, sambil meraih tanganku dan mengajakku ke meja makan untuk sarapan.

"Ish kamu ini Reno, bisa banget bikin aku emosi. Awas saja ya kamu," ucap Wati.

Tapi semua itu tidak dipedulikan Reno, ia tetap mengajakku ke meja makan. Ia pun menyiapkan piring serta sendoknya, kemudian Reno pun segera mengambil bungkusan makanan yang barusan ia beli tersebut dan membaginya kepadaku.

"Ayo, Bu, sarapan dulu! Biar nanti Reno bisa tenang kerjanya, kalau Ibu sudah sarapan," ajak Reno

"Iya, Nak, terima kasih ya kamu memang begitu peduli terhadap Ibu," ujarku.

"Enak ya kalian berdua bisa sarapan, sedangkan aku hanya nonton kalian makan. Reno, apa kamu membeli makannya cuma dua bungkus saja? Kamu nggak inget apa, kalau di rumah ini juga ada aku," tanya Wati.

Ia bertanya seperti orang yang tidak tahu malu, rupanya ia juga mau dibelikan sarapan oleh anakku ini. Memang dasar Wati, ia seperti orang yang tidak punya pikiran saja.

"Oh ... jadi maksudnya Mbak mau dibelikan sarapan juga ya," tanya Reno.

"Ya iyalah, Reno. Masa iya kalian makan aku cuma nonton doang, nggak punya hati nurani banget sih kamu jadi orang," ujar Wati masih dengan nada ketus.

"Eh, Mbak, enak bener kamu ngomongnya! Memangnya tadi pas aku berangkat, Mbak Wati memberi uang nggak sama aku? Mbak memberi uang saja tidak, ya jangan harap mau aku belikan sarapan. Apalagi selama tanggal di sini, Mbak selalu memperlakuan Ibuku dengan tidak baik. Jadi jangan harap, kalau aku mau memberi makan untuk Mbak secara gratis," sahut Reno dengan tegas.

Mendengar ucapan Reno, membuat Wati terlihat bertambah murka, tapi ia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Ia pun malah pergi meninggalkan aku dan anakku yang sedang sarapan bersama di meja makan. Semoga saja Wati segera sadar dengan kesalahannya, serta segera berusaha menjadi istri dan menantu yang baik. Semoga saja ia tidak lagi menganggap mertuanya ini sebagai pembantunya.

Setelah selesai sarapan, Reno pun pamit kerja. Kini di rumah hanya tinggal aku dan juga Wati, yang sudah kembali mendekam di dalam kamar. Aku pun segera melanjutkan pekerjaanku karena tadi sempat tertunda, aku melanjutkan mencuci pakaianku yang tinggal di bilas saja. Kebetulan hari ini cuacanya juga sangat cerah, jadi aku segera membilasnya supaya bisa segera menjemurnya.

Setelah menjemur pakaian, aku segera kembali ke kamar untuk beristirahat. Kali ini aku benar-benar memakai sarannya Reno untuk tidak peduli dengan pakaian dan perabotan kotor bekas anak dan menantuku. Aku membiarkan pakaian kotor mereka masih tergeletak di kamar mandi dan piring kotor bekas mereka masih berada di tempat pencucian piring. Apalagi tadi aku dan Reno makan menggunakan kertas nasi, jadi piring hanya dijadikan untuk alas saja.

"Bu ... Ibu keluar! Ibu ngapain malah diam di kamar, sedangkan pekerjaan masih banyak, pakaian aku dan Mas Roni juga belum Ibu cuci. Ayo keluar dong, Bu! Ibu bereskan dulu pekerjaannya, sebab aku jijik melihat pakaian kotor ada di kamar mandi," teriak Wati dari depan pintu kamarku.

Padahal aku baru saja mau beristirahat karena setelah bertambahnya usiaku, malah semakin cepat terasa capek dan sakit di sekujur tubuh.

Bersambung ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status