Share

5. Malam minggu yang menikam

‘Lard, mau malam mingguan sama aku?’

Luna menunggu balasan pesan yang ia kirimkan pada Allard, semoga saja Allard mengiyakan permintaannya. Sudah dua pekan ini Luna tidak menghabiskan hari-hari libur dengan Allard, karena pria itu selalu beralasan sibuk.

‘Mau ke mana?’

Luna segera membalas pesan masuk dari Allard, ia tidak menuntut pacarnya itu untuk bermalam mingguan di mana. Luna yang ingin Allard ada waktu untuknya, itu saja.

‘Terserah kamu aja.’

Tak lama, Allard membalas pesan teks Luna.

‘Ya udah, nanti gue jemput, ya.’

Luna tersenyum cerah ketika Allard mengiyakan permintaannya, ia jingkrak-jingkrak saat itu juga. Hari masih sore, masih ada banyak waktu untuk Luna bersiap-siap. Ia berjalan riang menuju lemari pakaiannya, dia akan memberikan penampilan terbaiknya malam nanti.

Hati Luna begitu berbunga-bunga, akhirnya ia ada waktu untuk bersama dengan Allard. Ia akan mengabadikan momen malam nanti dengan Allard, mengingat itu rasanya Luna akan terbang sekarang.

“Hm, bagusnya pake  jeans atau dress?”

***

Luna memoleskan lipstik berwarna peach di bibirnya sebagai sentuhan terakhir, penampilannya sudah sangat sempurna. Ia berputar di depan cermin, ia mengenakan dress berwarna peach yang membuat penampilannya sangat manis malam ini.

Tit!

Luna menyambar tas selempangnya saat mendengar klakson yang berbunyi di depan rumah, Luna yakin itu pasti Allard. Ia berjalan cepat menggunakan tongkat menuju teras, benar saja, kekasihnya sudah datang. Pintu mobil terbuka memperlihatkan Allard dengan pakaian kasual yang menambah pesona pria itu, Allard mendekatinya dan melempar senyum manis.

“Cantik banget,” puji Allard.

Luna tersenyum akan pujian yang Allard lontarkan, kapan lagi kekasihnya itu bisa semanis ini. Namun, suara pintu mobil terbuka mengalihkan perhatian Luna.

Nora?

“Nora ikut gak pa pa, kan?” Allard menatap Luna dengan tatapan bertanya, “Nora bosen di rumah katanya.”

Luna kembali memasang senyumnya, ia menganggukkan kepala mengiyakan. Ia lalu menutup pintu rumah dan menguncinya. Setelah itu mengikuti langkah Allard yang mendekati Nora, Luna tersenyum pada gadis yang katanya adalah sahabat pacarnya itu.

Tangan Luna yang hendak membuka pintu mobil terhenti saat Allard menginterupsinya.

“Na, Nora gak suka duduk di belakang. Lo di belakang, ya.”

Luna memundurkan langkahnya, ia tersenyum canggung saat Allard berkata begitu. Tangannya ia turunkan tidak jadi membuka pintu mobil, membiarkan Nora yang kini memasuki mobil. Luna tersenyum miris, ia melangkah menuju pintu belakang. Luna kalah oleh gadis yang katanya hanya sahabat itu.

Mobil kemudian melaju membelah kota Jakarta, gedung-gedung tinggi menjadi saksi bisu untuk Luna yang kembali harus meredam sakit hatinya dalam-dalam.

***

Luna sebisa mungkin menahan air matanya, sepertinya ia salah sudah meminta Allard untuk bermalam minggu dengannya. Nyatanya, ia hanya menjadi penonton kemesraan antara Allard dan juga Nora. Rasanya seperti Luna yang menjadi orang ketiga di sini.

Di depan sana, Allard menggandeng tangan Nora mengabaikan Luna yang berjalan dengan bantuan tongkat yang jauh di belakangnya. Allard seperti melupakan Luna sebagai pacarnya, ia bahkan tega membiarkan gadis itu berjalan sendirian.

Luna mencoba untuk menguatkan hatinya, seharusnya tidak sesakit ini melihat Allard bermesraan dengan gadis lain. Bukankah dia sudah terbiasa akan hal itu? Harusnya hati Luna sudah kebal. Allard sudah berulang kali menyakitinya tanpa pria itu sadari.

“Lard, gue mau beli lipstik.”

Allard menganggukkan kepalanya, lalu membiarkan Nora untuk memilih lipstik yang ingin dibeli. Selang beberapa menit Allard baru menyadari jika Luna berada di belakangnya, ia kemudian berbalik dan melihat kekasihnya sedang berjalan ke arahnya.

Luna yang melihat Allard akhirnya menyadari kehadirannya, tersenyum sakit. Bisa-bisanya pria itu melupakannya. Segitu tidak pedulinya Allard padanya sampai-sampai ia terlupakan? Ah, itu sangat menyakiti hati Luna.

“Lo lama banget, gue Sampek gak sadar lo ketinggalan jauh,” lontar Allard saat Luna sudah berada di depannya.

“Kamunya aja yang keasikan sama Nora, sampek lupa kalo kamu juga jalan sama aku.”

“Nora tadi antusias banget, maaf udah ninggalin lo.”

Hanya itu? Tidak adakah ucapan lain yang bisa membuat hati Luna sedikit membaik?

“Oh!” Luna hanya menganggukkan kepalanya mendengar alasan yang sama sekali tidak mengobati rasa sakit hati Luna.

“Lho, di sini gak ada polusi. Kok bisa lo kelilipan, Na?”

Luna menangis hatinya mendengar penuturan Allard, bisa-bisanya pria itu mengiranya sedang kelilipan. Jelas-jelas Luna matanya berkaca-kaca karena tindakan Allard yang begitu menyayat untuk Luna, Allard begitu tidak tahu dirinya.

“Ah, iya. AC di sini kencang banget, mata aku sampek berair.” Luna mengusap air matanya yang bahkan sudah menetes sebelum Allard menyadari.

Allard menganggukkan kepalanya, entah karena alasan Luna sebegitu masuk akalnya, ataukah Allard yang tidak peduli padanya. Dengan mudahnya pria itu percaya begitu saja akan perkataan Luna yang jelas-jelas hanya kebohongan di dalamnya.

“Lo mau beli lipstik juga, gak, Na?”

Luna menggelengkan kepalanya, ia kemudian memilih duduk di kursi yang tersedia di depan kios make up itu.

“Aku tunggu di sini aja, kamu temenin Nora aja sana.”

Allard melihat raut wajah pacarnya yang berubah, Luna tak seriang tadi saat ia menjemput gadis itu. Allard kemudian mendekati Luna, duduk di sebelah sang pacar. Menatap wajah Luna dari samping, karena pacarnya itu memalingkan wajah.

“Kenapa ke sini? Nora nanti nyariin kamu.”

Allard menarik pelan dan Luna menggunakan telunjuknya, senyum teduh menghiasi wajah tampan itu.

“Lo cemburu?”

“Ngapain cemburu? Kan cuma temen?” cetus Luna.

“Baguslah, gue kira lo cemburu.” Allard memeluk Luna, “Nora sahabat gue, gak ada alasan buat lo cemburu.”

“Gue sama dia udah temenan lama banget, wajar kalo deket.”

Dekat sampai-sampai pacar sendiri diabaikan? Apakah masih wajar?

Terkadang Luna ingin membelah kepala Allard, ia sangat ingin tahu apa yang ada dalam pikiran kekasihnya itu. Seakan-akan Luna hanyalah bonekanya, dia tidak memperlakukan Luna sebagaimana umumnya orang yang dicintai. Malah Luna lebih banyak makan hati.

Allard hanya mementingkan diri sendiri, melakukan semua yang dia inginkan tanpa memikirkan perasaan orang yang tersakiti akan tindakannya itu. Semua sah-sah saja di mata Allard, sampai selingkuh sudah menjadi kebiasaan pria itu.

Luna membalas genggaman tangan Allard, tangan yang sebelumnya menggenggam tangan gadis lain. Tidak bisakah Luna egois? Ia ingin tangan itu hanya menggenggam tangannya saja. Luna ingin jemari itu hanya untuknya, bisakah?

“Tangan kamu hangat, aku suka.”

“Nora juga bilang gitu.”

Pisau tajam kembali menikam dada Luna, baru dua hari gadis bernama Nora itu hadir, luka Luna sudah semakin lebar. Ia lagi-lagi hanya bisa tersenyum mendengar ungkapan Allard yang terlampau jujur.

“Nora sering, ya, genggam tangan kamu?”

Allard mengangguk membuat hati Luna kembali mencelos, sungguh, sakitnya bukan main. Luna berusaha untuk tidak menitikkan air matanya lagi. Sudah cukup ia banyak menangis hari ini. Allard memang begitu, Luna tidak perlu heran lagi. Yang perlu ia heran, kan, kenapa dia tidak bisa membenci pria yang mendekapnya itu.

“Lard, kamu pernah, gak, nafas tapi rasanya berat banget?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status