"Sayang, dengarkan mama. Papa kamu dulu meninggal karena kecelakaan waktu kamu belum lahir.""Jadi, papa belum lihat Emil?"Yeona menggelengkan kepala sambil tersenyum memandang putranya. Wanita itu memegang tangan mungil putranya lalu berkata, "Sayang, kalau papa barunya, Om Haneul, mau?""Enggak mau," sahut Emilio tegas sambil memandang mamanya."Kenapa?""Om Han, itu sudah jadi teman untuk Emil, Ma. Masa' mau di jadikan ayah sih?""Memangnya kenapa?""Ma, kalau mama menikah dengan Om ganteng, mau?" Tanya Emilio mendongak ke atas menatap mamanya."Om ganteng? Siapa?" "Ada deh, besok Emil kenalkan dengan om ganteng ke mama. Oke?"Emilio berdiri di ranjang, bocah itu memeluk ibunya dengan erat. Wajah semringah tergambar di wajahnya ketika melihat sang mama menganggukkan kepala.Emilio mengambil sebuah bantal berwarna putih lalu dia merebahkan kepalanya di sana.Dreett ...Dreett ...Yeona mengambil gawai ysng bergetar di meja rias lalu menjawab panggilan."Halo, Han? Ada apa?""Aku m
"Baik, Nona," jawab Haneul dengan tangan kanan mendekap di dada dan badan membungkuk.Dengan gemulai, Yeona mengambil tas branded yang ada di sudut meja. Wanita itu beranjak lalu mendekati pemuda yang kini tengah memandangnya.Tangan Yeona di sambut oleh Haneul, mereka berjalan bergandengan bak pasangan yang sangat romantis.* * *Lampu remang-remang dan musik klasik yang di putar pegawai kafe membuat suasana menjadi romantis.Banyak meja kosong, namun, yang di pilih Yeona, meja yang berada di sudut ruangan. Meja bulat yang berisi empat kursi berhadapan, Yeona dan Haneul duduk di satu sisi berhadapan.Tidak lama mereka duduk, seorang waiters menghampiri meja meraka. "Selamat malam, Mas, Tante, mau pesan apa?" Tanya seorang wanita yang berdiri dengan tangan memegang buku berukuran kecil bersiap untuk mencatat."Yeo, kamu pesan apa?""Pasta, sama kopi. Aku sudah lama enggak minum kopi, kangen," ucap Yeona sambil tersenyum.Waiters mencatat apa yang di pesan oleh Yeona, wanita itu menata
Teriak Yeona. Di balik pintu, ada Erina yang berdiri dengan wajah panik. Wanita itu berdiri dengan menggerak-gerakkan kaki untuk menetralkan rasa paniknya. Jari jemarinya saling meremas, matanya sesekali terpejam.Hening ...Yeona beranjak dari ranjang, wanita itu masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.Setelah mendengar keheningan, Mis Erina kembali ke kamar bersama raden kecilnya.Yeona berdiri di bawah shower yang mengucurkan air. Di bawah shower yang menayala, wanita itu mendongak ke atas memejamkan mata dengan kedua telapak tangan mengusap pangkal kepala sampai ke tengkuk leher.Yeona membiarkan kucuran air membasahi wajah dan seluruh tubuhnya. Dia mencoba membuang jauh-jauh masa lalu yang kelam, wanita itu kini tak bisa lagi egois untuk sendiri mengingat putranya yang kini sudah mulai besar dan menginginkan seorang ayah."Tuhan, tolong ajarkan aku untuk mencintai," ucapnya lirih. Percikan air yang masuk ke dalam mulut terasa hambar sehingga dia merapatkan kedua bibi
Selangkah demi selangkah Erlangga mendekati Yeona dan Haneul yang kini tengah berdiri mengmandangnya. Matahari mulai terbenam hingga wajah Erlangga tidak tampak dengan jelas.Erlangga tersenyum dengan kedua tangan yang di masukkan kantong celana levis kanan dan kiri, senyum renyah di lemparkan pada mereka berdua seolah dia tak mendengar apa-apa."Hei, di sini juga? Aku mau ambil sesuatu milikku di rumah itu," ucap Erlangga sekilas memandang rumah mungil yang ada di belakangnya.Haneul diam dengan memasang wajah datar, sedangkan Yeona terlihat senyum semringah."Er, kamu sering ke sini?" Tanya Yeona tak mengerti kenapa bisa kebetulan mereka berjumpa di sini. "Enggak, sesekali saja. Eh, ada berita bagus untukmu, Yeo.""Apa itu, Er?""Kamu akan terbebas dari tugasmu, aku akan pergi keluar negri untuk menerima tawaran Papa menikahi gadis pilihannya."Yeona tersenyum getir, wanita itu tak bisa berkata apa-apa. Yang ada dalam dirinya adalah minder saat Erlangga mengucapkan kata gadis. Seda
Yeona menatap Anggara, wanita itu hanya tersenyum tipis dan berlalu meninggalkan lelaki itu begitu saja. Anggara mengikuti langkah sang majikan dari belakang.Dari pintu yang terbuka sedikit, Yeona menatap wajah wanita paruh baya yang sedang melamun menatap jendela ruangan.Tok!Tok!Yeona mengetuk pintu sambil melangkah masuk ke dalam. Wanita itu tersenyum memandang Asih yang kini sedang terpasang selang infus di lengan kanannya. Dia duduk di kursi plastik tepat di samping pasien."Bik, apa kabar?" Tanya Yeona yang sebelumnya dia mendehem."Ba-baik, Non," jawabnya terbata. Wanita paruh baya itu menatap Yeona dengan mata berkaca-kaca. Dia merasa sangat bersalah ketika ingatannya kembali ke beberapa tahun lalu.Hening ..."Non, maafkan bibik, ya? Bibik benar-benar menyesal.""Sudahlah, Bik, jangan dulu di bahas. Sekarang fokus saja di kesehatan bibik, ya," ucap Yeona sambil tersenyum.Buliran bening keluar dari sudut mata wanita paruh baya yang kini terbaring lemah."Non, dulu waktu ke
Kusuma beranjak, mengejar langkah putra bungsunya sampai ke depan pintu kamarnya. “Han! Haneul!” Panggil Kusuma sambil mengetuk pintu. Kusuma membuka hendel pintu, ternyata tidak di kunci. Kusuma melihat Haneul sedang duduk di tepi ranjang dengan kedua tangan menyangga kepala. “Han, kamu kenapa? Calon kakak ipar kamu datang kok malah masuk ke dalam kamar, itu nggak baik, Nak,” ucap Kusuma memandang Haneul dengan tangan memegang pundak Haneul sebelah kanan. “Ma! Apa Mama percaya kalau itu pacar, Erlangga?” Ucap Haneul dengan suara keras. “Maksudnya?” tanya Kusuma tak mengerti. Haneul beranjak dari duduknya, dia berdiri membelakangi Kusuma, lalu memandangnya. “Ma! Dengar sendiri tadi ‘kan? Jawaban mereka itu nggak ada yang benar,” sahut Haneul kesal. Kusuma terdiam sambil berpikir. Dia menyeka rambut ke belakang telinga lalu beranjak dari duduknya. “Han! Biarkan mereka berakting dulu. Mama yakin lama kelamaan mereka bakal ada rasa yang sesungguhnya,” ucap Kusuma lalu meninggalka