Regita memilih berpisah dengan Endra untuk membebaskan hati dan pikiran yang selalu disakiti oleh keluarga sang suami. Endra dan keluarganya selalu saja mencemooh Regita karena sudah delapan tahun pernikahan, tapi Regita belum juga memberikan keturunan. Bahkan, ketika Regita akhirnya hamil, ia justru harus menghadapi kenyataan pahit karena suaminya pulang dengan membawa seorang wanita untuk dijadikan istri kedua. Terlebih lagi, ibu mertuanya sangat mendukung pernikahan tersebut. Berita tentang kehamilan Regita tidak pernah sampai pada suami dan juga keluarganya, karena wanita itu memilih pergi dan membesarkan anaknya seorang diri. Namun, saat Regita berhasil hidup bahagia berdua dengan anaknya, sosok Endra kembali hadir dan mengacaukan segalanya. Mampukah Regita mempertahankan anaknya?
Lihat lebih banyak“Ma, tadi di sekolah semua teman-teman menyebutkan nama Papanya,” mulut mungil itu mulai berbicara saat sedang menyantap makan siang.
Yeona menatapnya dan menyikapinya dengan tenang, dia mengambil sebuah tisu lalu mengelap bagian area mulutnya.“Lalu?”“Aku tidak tahu siapa Papaku dan aku tidak tahu di mana dia sekarang,” jawab Emilio dengan nada datar.Yeona tersenyum, dia memegang gawainya lalu mengirim pesan kepada seseorang di sana.[Carikan nama Dareen, di pemakaman umum. Aku dan Emilio akan ke sana,] pesan di kirim pada, Haneul, teman yang setia menemaninya saat ini.“Habiskan makannya, nanti kita ke tempat, Papa,” ujar Yeona sambil menopang dagu menunggu putranya makan siang.“Bener, Ma?” mata sipit keturunan dari Korea Selatan itu melebar. Terpancar di matanya berharap ingin bertemu seorang Papa karna dari bayi dia belum mencium aroma, Papa.Dengan lahap Emilio menyantap makanan. Di meja makan yang penuh dengan lauk pauk komplit beserta sayur, Emilio lebih memilih makan nasi goreng kesukaannya.Mulut mungilnya terbuka lebar untuk memasukkan sesendok penuh nasi goreng supaya cepat habis.Dengan tubuh ideal, berkulit putih, serta rambut sebahu, membuat Emilio terlihat lebih comel.“Horee, habiiis,” Emilio bersorak ketika nasi sudah habis tak tersisa. Dia bertepuk tangan dengan tawa di wajahnya.“Kita ke tempat, Papa, sekarang?” tanya Yeona dengan suara lembut.Emilio mengangguk dan langsung turun dari kursi dengan sedikit melompat karna lebih tinggi kursinya daripada dirinya.Yeona menggandeng tangan putranya jalan menuju mobil Mercedes Benz berwarna hitam yang sudah terparkir di depan rumah.Seorang pria berdiri di samping pintu, melihat Yeona datang ke arahnya, dia menunduk guna menyapa bos wanita.Yeona sedikit mengangguk, pria itu berputar untuk membukakan pintu Emilio. Setelah pintu tertutup dan Yeona masuk ke dalam mobil, perlahan mobil meninggalkan teras rumah.“Ma, nanti Papa aku ajak pulang ke rumah, ya?” tanyanya memandang Yeona.Yeona hanya mengangguk tanpa memandangnya.Dengan mengenakan baju dress berwarna silver senada dengan rok span miliknya, membuat Yeona terlihat cantik. Di sertakan kaca mata hitam dan rambut di gelung rapi, terlihat bahwa Yeona adalah wanita tangguh.Yeona menyetir dengan satu tangan, tangan yang lainnya mengambil ponsel di dalam tas Louis Vuitton yang harganya jutaan rupiah.Yeona mendapatkan pesan balasan dari Haneul yang berisi alamat pemakaman umum di sekitar.* * *Setelah beberapa saat kemudian, Yeona membelokkan setirnya masuk ke area pemakaman umum.“Ma, katanya kita mau ketemu, Papa?” tanya Emilio polos.Bocah itu terlihat gugup. Dia merasa takut karna teringat dengan film-film horor yang sering di tontonnya di aplikasi merah.“Iya, ini kita ke tempat, Papa,” jawab Yeona tenang.Tepat di depan pemakaman Yeona menghentikan mobilnya, dia mematikan mesin mobil lalu membuka pintu mobil.Haneul juga memberi tanda bendera merah pada sebuah makam yang berada di tengah-tengah dengan atas nama Dareen, yang meninggal sejak enam tahun yang lalu.Dengan santai, Yeona menggandeng tangan mungil Emilio, perlahan dia berjalan ke arah bendera di tancapkan.Haneul melihat Yeona dan Emilio dari kejauhan, dia masih penasaran kenapa Yeona mencari makam atas nama mantan suaminya.“Itu, Papa kamu di situ,” ucap Yeona saat berdiri di sebuah makam bernamakan Dareen di hadapan mereka.“Papa?” Emilio terkejut.Tidak pernah di bayangkan olehnya kalau Papanya sudah berada di dalam tanah. Emilio berhambur ke makam, dia memeluk nisan lalu menciumnya.“Papaaa, kenapa papa meninggal? Kata mis Sara, Papa kerjaaa.” Isak tangis Emilio terdengar menyedihkan.Yeona menepis air mata yang hendak jatuh ke pipinya. Dia membuang wajah, melihat-lihat area sekitar.Mis Sara—seorang wanita yang bergelar sebagai pengasuh Emilio, kini sedang ambil cuti karna adiknya saat ini menikah dengan seorang duda kaya raya.Entah akan kembali lagi bekerja atau tidak, Mis Sara tidak memberi kabar dari dua Minggu yang lalu sampai saat ini.“Ma, kenapa Mama berdiri saja di sana? Sini, Ma! Peluk Papa, pasti Papa kedinginan,” ujar Emilio menjemput di mana Yeona berdiri.Tangan mungil itu meraih tangan Mamanya, menggandeng sampai jongkok di sebelah makam.Yeona merasa kikuk setelah melihat tahun meninggalnya sudah lima belas tahun lalu.“Sayang, yuk, kita pulang! Mama masih ada kerja di kantor. Kamu di rumah sama Mis Erina, ya?” ujar Yeona memegang dagu Emilio supaya menatapnya.Yeona menghalang dengan caranya supaya Emilio tidak membaca tahun meninggalnya.Emilio menganggukkan kepala, membuat hati Yeona merasa lega. Yeona mempersilahkan Emilio jalan lebih dulu, untuk menghalangi pandangan Emilio pada nisan.* * *“Ma, jadi Em, tidak akan pernah punya Papa lagi?” tanya putranya.Seketika Yeona tersedak air liur yang hendak di telannya. Secepatnya Emilio mengeluarkan air mineral dari tas ranselnya.Batuknya Yeona membuat lupa Emilio akan pertanyaannya. Emilio fokus dengan redanya batuk sang Mama karna dia tidak mau kehilangan, Mamanya setelah kehilangan, Papa.“Ma, pertanyaan itu jangan, Mama pikirkan, ya. Biar Em tidak punya, Papa, ‘kan masih ada Om Haneul,” ucap Emilio.Yeona melihatnya dengan kening mengerut, dia tersenyum manis pada putranya.Yeona tidak banyak bicara, dia sopan, lembut, tapi tegas dalam bertindak.* * *“Erina, jemput Emilio di gerbang, sekarang!” ucapnya tegas.Sambil mendengarkan musik, kepala Yeona mengangguk-angguk. Menikmati lantunan musik yang memanjakan telinganya.Yeona membuka kacamata serta membuka kaca pintu mobil saat Mis Erina sudah terlihat.“Hi!” sapa Erina pada Emilio, Tuan mudanya saat Emilio turun dari mobil.“Saya pulangnya malam, Er, kamu jaga dengan benar putraku. Kalau ada apa-apa, hubungi aku!” perintah Yeona lalu memasang kacamata kembali.“Iya, Nyonya,” ucap Erina sambil membungkuk. Erina menutup pintu mobil.Erina dan Emilio menyaksikan kepergian Yeona. Mereka sangat bebas jika Yeona tidak ada di rumah.Pernah suatu hari, Erina mengajarkan bagaimana cara berenang. Sedangkan Yeona melarang betul Emilio untuk berenang karna Emilio mempunyai riwayat penyakit asma.Yeona pergi ke kafe, di mana Haneul sudah menunggu di sana.Haneul—pria bertubuh tinggi semampai, berkulit putih, hidung bangir. Dia memiliki sifat arogan, bar-bar, masa bodo dan tidak pernah disiplin dalam segi apa pun.Mobil Xenia berwarna merah sudah terpampang di depan kafe di mana Haneul men-share, lokasi.Dengan santai Yeona membelokkan mobil ke arah parkir.* * *Aduh!“M-maaf, Bu, maaf,” ujar seseorang karna sudah menabrak dengan kuat pundak sebelah kanan Yeona di halaman kafe.Yeona dengan ramah, menganggukkan kepala sambil tersenyum.“Bu, maaf,” ucapnya sekali lagi.“Iya,” sahut Yeona.Seorang wanita paruh baya, dengan baju compang-camping, celana pendek selutut dengan wajah kusam, rambut berantakan, sambil membawa karung. Hati Yeona tersentuh. Yeona memandangnya sambil mengelus dada.Saat Yeona berbalik badan, seketika langkahnya berhenti. Pandangannya jauh ke belakang, dia mengingat-ingat wajah yang sangat familiar di matanya.“Bik Asih,” gumamnya."Sayang, dengarkan mama. Papa kamu dulu meninggal karena kecelakaan waktu kamu belum lahir.""Jadi, papa belum lihat Emil?"Yeona menggelengkan kepala sambil tersenyum memandang putranya. Wanita itu memegang tangan mungil putranya lalu berkata, "Sayang, kalau papa barunya, Om Haneul, mau?""Enggak mau," sahut Emilio tegas sambil memandang mamanya."Kenapa?""Om Han, itu sudah jadi teman untuk Emil, Ma. Masa' mau di jadikan ayah sih?""Memangnya kenapa?""Ma, kalau mama menikah dengan Om ganteng, mau?" Tanya Emilio mendongak ke atas menatap mamanya."Om ganteng? Siapa?" "Ada deh, besok Emil kenalkan dengan om ganteng ke mama. Oke?"Emilio berdiri di ranjang, bocah itu memeluk ibunya dengan erat. Wajah semringah tergambar di wajahnya ketika melihat sang mama menganggukkan kepala.Emilio mengambil sebuah bantal berwarna putih lalu dia merebahkan kepalanya di sana.Dreett ...Dreett ...Yeona mengambil gawai ysng bergetar di meja rias lalu menjawab panggilan."Halo, Han? Ada apa?""Aku m
"Baik, Nona," jawab Haneul dengan tangan kanan mendekap di dada dan badan membungkuk.Dengan gemulai, Yeona mengambil tas branded yang ada di sudut meja. Wanita itu beranjak lalu mendekati pemuda yang kini tengah memandangnya.Tangan Yeona di sambut oleh Haneul, mereka berjalan bergandengan bak pasangan yang sangat romantis.* * *Lampu remang-remang dan musik klasik yang di putar pegawai kafe membuat suasana menjadi romantis.Banyak meja kosong, namun, yang di pilih Yeona, meja yang berada di sudut ruangan. Meja bulat yang berisi empat kursi berhadapan, Yeona dan Haneul duduk di satu sisi berhadapan.Tidak lama mereka duduk, seorang waiters menghampiri meja meraka. "Selamat malam, Mas, Tante, mau pesan apa?" Tanya seorang wanita yang berdiri dengan tangan memegang buku berukuran kecil bersiap untuk mencatat."Yeo, kamu pesan apa?""Pasta, sama kopi. Aku sudah lama enggak minum kopi, kangen," ucap Yeona sambil tersenyum.Waiters mencatat apa yang di pesan oleh Yeona, wanita itu menata
Teriak Yeona. Di balik pintu, ada Erina yang berdiri dengan wajah panik. Wanita itu berdiri dengan menggerak-gerakkan kaki untuk menetralkan rasa paniknya. Jari jemarinya saling meremas, matanya sesekali terpejam.Hening ...Yeona beranjak dari ranjang, wanita itu masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.Setelah mendengar keheningan, Mis Erina kembali ke kamar bersama raden kecilnya.Yeona berdiri di bawah shower yang mengucurkan air. Di bawah shower yang menayala, wanita itu mendongak ke atas memejamkan mata dengan kedua telapak tangan mengusap pangkal kepala sampai ke tengkuk leher.Yeona membiarkan kucuran air membasahi wajah dan seluruh tubuhnya. Dia mencoba membuang jauh-jauh masa lalu yang kelam, wanita itu kini tak bisa lagi egois untuk sendiri mengingat putranya yang kini sudah mulai besar dan menginginkan seorang ayah."Tuhan, tolong ajarkan aku untuk mencintai," ucapnya lirih. Percikan air yang masuk ke dalam mulut terasa hambar sehingga dia merapatkan kedua bibi
Selangkah demi selangkah Erlangga mendekati Yeona dan Haneul yang kini tengah berdiri mengmandangnya. Matahari mulai terbenam hingga wajah Erlangga tidak tampak dengan jelas.Erlangga tersenyum dengan kedua tangan yang di masukkan kantong celana levis kanan dan kiri, senyum renyah di lemparkan pada mereka berdua seolah dia tak mendengar apa-apa."Hei, di sini juga? Aku mau ambil sesuatu milikku di rumah itu," ucap Erlangga sekilas memandang rumah mungil yang ada di belakangnya.Haneul diam dengan memasang wajah datar, sedangkan Yeona terlihat senyum semringah."Er, kamu sering ke sini?" Tanya Yeona tak mengerti kenapa bisa kebetulan mereka berjumpa di sini. "Enggak, sesekali saja. Eh, ada berita bagus untukmu, Yeo.""Apa itu, Er?""Kamu akan terbebas dari tugasmu, aku akan pergi keluar negri untuk menerima tawaran Papa menikahi gadis pilihannya."Yeona tersenyum getir, wanita itu tak bisa berkata apa-apa. Yang ada dalam dirinya adalah minder saat Erlangga mengucapkan kata gadis. Seda
Yeona menatap Anggara, wanita itu hanya tersenyum tipis dan berlalu meninggalkan lelaki itu begitu saja. Anggara mengikuti langkah sang majikan dari belakang.Dari pintu yang terbuka sedikit, Yeona menatap wajah wanita paruh baya yang sedang melamun menatap jendela ruangan.Tok!Tok!Yeona mengetuk pintu sambil melangkah masuk ke dalam. Wanita itu tersenyum memandang Asih yang kini sedang terpasang selang infus di lengan kanannya. Dia duduk di kursi plastik tepat di samping pasien."Bik, apa kabar?" Tanya Yeona yang sebelumnya dia mendehem."Ba-baik, Non," jawabnya terbata. Wanita paruh baya itu menatap Yeona dengan mata berkaca-kaca. Dia merasa sangat bersalah ketika ingatannya kembali ke beberapa tahun lalu.Hening ..."Non, maafkan bibik, ya? Bibik benar-benar menyesal.""Sudahlah, Bik, jangan dulu di bahas. Sekarang fokus saja di kesehatan bibik, ya," ucap Yeona sambil tersenyum.Buliran bening keluar dari sudut mata wanita paruh baya yang kini terbaring lemah."Non, dulu waktu ke
Kusuma beranjak, mengejar langkah putra bungsunya sampai ke depan pintu kamarnya. “Han! Haneul!” Panggil Kusuma sambil mengetuk pintu. Kusuma membuka hendel pintu, ternyata tidak di kunci. Kusuma melihat Haneul sedang duduk di tepi ranjang dengan kedua tangan menyangga kepala. “Han, kamu kenapa? Calon kakak ipar kamu datang kok malah masuk ke dalam kamar, itu nggak baik, Nak,” ucap Kusuma memandang Haneul dengan tangan memegang pundak Haneul sebelah kanan. “Ma! Apa Mama percaya kalau itu pacar, Erlangga?” Ucap Haneul dengan suara keras. “Maksudnya?” tanya Kusuma tak mengerti. Haneul beranjak dari duduknya, dia berdiri membelakangi Kusuma, lalu memandangnya. “Ma! Dengar sendiri tadi ‘kan? Jawaban mereka itu nggak ada yang benar,” sahut Haneul kesal. Kusuma terdiam sambil berpikir. Dia menyeka rambut ke belakang telinga lalu beranjak dari duduknya. “Han! Biarkan mereka berakting dulu. Mama yakin lama kelamaan mereka bakal ada rasa yang sesungguhnya,” ucap Kusuma lalu meninggalka
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen