Beranda / Romansa / Mencari Suami Bayaran / 2. Meminta Bantuan Karin

Share

2. Meminta Bantuan Karin

last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-07 10:57:15

Dadanya berdegup kencang, tangannya pun berkeringat. Belum pernah dia membohongi ayahnya untuk hal sepelik ini. Risti masuk ke ruangannya dengan malas, duduk bersandar di kursi, memikirkan ucapan ayahnya barusan dan bagaimana nanti hari Sabtu? Risti memutar otak, menggigit kukunya, tanda saat ini dia sedang resah. Dia harus minta tolong siapa untuk menjadi pacar sementaranya? Membayar orang pun tidak apa. Asal ia diselamatkan dari perjodohan dengan Munos. Mantannya terdahulu.

“Karin, bisa ke ruangan gue?" panggil Risti dari sambungan telepon.

Karin adalah sekretaris Risti, sekaligus teman baik Risti sejak masih SMA. Semua urusan kantor dan pribadi Risti, diketahui dengan baik oleh Karin. Begitu pun sebaliknya.

Suara pintu ruangan Risti diketuk.

“Masuk!”

"Yes, Bos?” jawab Karin, sambil tersenyum manis mendekati kursi Risti. “Ada apa muka lo asem banget, persis bapake tadi?” tanya Karin heran dengan wajah temannya yang ditekuk.

“Gue bingung, nih. Pagi-pagi dipanggil ke ruangannya, kirain mau kangen-kangenan. Eh, malah mau jodohin gue dengan Munos.”

“What? Are you serious? Karin terbelalak mendengar ucapan Risti. “CLBK, dong, namanya. Cinta lama belum ke pelaminan.” Ledek Karin disertai tawa renyahnya. Wah... Beruntung banget sih lu, Mak. Udah, bungkus aja, bungkus!!! tawa Karin dalam hati.

“Ogaaah... kapok pokoknya. Please, Karin, bantuin gue, dong. Minta tolong siapa kek bantuin gue.

Mmmm... Maksud lo, cuma buat sementara, pura-pura gitu?" kening Karin nampak berkerut, coba mencerna ucapan Risti barusan.

“Iyalah, masa untuk selamanya. Ya, kecuali cocok sama selera gue, sih. Ya, bolehlah lanjut hingga kakek dan nenek, sahut Risti sambil terkekeh. Sambil membetulkan letak bros yang tersemat pada blazernya.

“Kalau Rio, gimana?"

"Gak, ah, males. Cowok tampan tapi matre, males gue berurusan dengan dia lagi.”

"Oke. Sebentar. Mmm... Siapa, ya? Haaa.... gimna kalau minta tolong Haris?” ucap Karin antusias. Haris adalah lelaki mapan yang pernah sebentar dekat dengan Risti.

“No way, gue kenal orang tuanya, nanti urusan jadi tambah ribet, sahut Risti sambil menggelengkan kepalanya keras. Aduh sakit kepala gue, gerutu Risti sambil memijat kepalanya.

Di usia Risti yang sudah 29 tahun, segalanya telah ia miliki, rumah, mobil, pendidikan, dan karir yang cemerlang. Sering bepergian keluar negeri, mempunyai banyak teman, dan disayang oleh ayahnya karena Risti anak tunggal. Wajahnya yang cantik, tubuh yang tinggi, dan kulitnya yang sawo matang membuat banyak yang tergila-gila padanya, tetapi tak ada yang berani mendekati karena status sosialnya.

“Pokoknya lu harus bantuin gue, Rin. Besok sudah harus dapat orangnya.”

"Lha, di mana nyari sukarelawan pacar pura-pura sekilat itu ibu, Bos? Karin kebingungan.

“Gak tahu deh, pokoknya cari yang biasa-biasa aja, ga terlalu hits, gak usah cakep-cakep amat, gawat kalau  gue sampe naksir beneran, kekeh Risti.

"Serius, lo? Mau nyari yang model begitu?”

“Iya, sengaja, biar ga tambah ribet, cari yang adem ayem dan gak banyak bicara.”

“Hadeehh... Lu yang mau dikawinin, kenapa gue yang ikutan pusing?” gerutu Karin lalu keluar dari ruangan Risti.

****

“Lala... Lulu...” panggil seseorang lelaki muda kepada adik kembarnya.

"Ya, Mas...” mereka menjawab bersamaan saat tengah asik main di teras depan rumahnya.

“Mas bambang berangkat dulu, ya. Telur ceplok dan sayur supnya sudah mas letakkan di meja, jangan lupa seragam sekolah hari ini ada di atas kasur, jangan nakal, kalau butuh sesuatu bilang sama bude Yati, ya.” Bambang mengingatkan adik kembarnya.

"Siap, Bos! jawab mereka serentak.

Bambang, nama lelaki muda ini begitu singkat. Persis seperti adik kembarnya yang bernama, Lala dan Lulu. Tanpa ada embel-embel nama belakang. Bambang berusia 23 tahun lulusan STM, sejak orang tuanya meninggal, Bambang mengurus kedua adik kembarnya yang berusia 8 tahun yang sedang duduk di kelas dua sekolah dasar, Bambang bekerja di salah satu percetakan di Jakarta Timur.  Bambang terkenal pemalu, sehingga ia tak banyak bicara dengan teman-teman wanita di tempat kerjanya, namun ia adalah salah satu orang kepercayaan pemilik percetakan karena begitu lihai dalam hal mendesain.

Lala dan Lulu bersiap berangkat ke sekolah setelah mandi dan makan siang, sepekan ini sekolah mereka masuk siang. Sekolah mereka pun tak jauh dari rumah kurang lebih 600 meter saja, tetapi mereka harus menyeberang jalan raya untuk dapat sampai di sekolah mereka. Lala dan Lulu anak yang mandiri, sehingga Bambang tak terlalu khawatir dengan keadaan mereka.

"Ayo, La! Mumpung lampu merah!” ajak Lulu kepada Lala, sambil menarik tangan kembarannya. Kini mereka sudah saling berpegangan tangan. Siap-siap menyeberang. Baru dua langkah, tiba-tiba.

Ttiiiiiiinn.......bruk

“Aaaaaaaarrhh!” pekik Lala sebelum akhirnya terhempas di aspal jalan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nikmah Ezaweny
aku punya filleng kalau bukan risti yg nabrak maka sekretaris nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Mencari Suami Bayaran   108. Akikah

    Pertemuan mengharu-biru antara si Mbok, Fani, dan Munos pun tidak terelakkan. Ditambah melihat cucunya tumbuh sehat, montok, dan tampan; Abi; cucu satu-satunya yang diurus Munos dan Fani dengan sangat baik dan penuh kasih sayang. Bu Darsih tidak bisa menahan air mata kerinduan sekaligus haru. Bu Sundari pun sama terharunya dengan anak menantunya. Bagi Bu Sundari, ibu dari Tiyan adalah keluarga, bukan orang lain. Bu Sundari tidak akan pernah bisa membalas kebaikan almarhum Tiyan dan ibunya yang sudah mau menerima Fani dahulu apa adanya. "Mbah jangan nangis," kata Abi yang kini sudah di pangkuan Bu Darsih. "Mbah nangis bukan karena sedih, tapi karena senang ketemu Abi dan adik kembar. Duh, pipi Abi kayak bakpao coklat. Makannya apa, Nak?" Bu Darsih mencium gemas pipi cucunya. "Minum susunya kuat sekali, Mbak. Ya ampun, nyedot botol terus, padahal udah mau sekolah." Bu Sundari menjawab sambil tersenyum. "Pantas saja pipinya gembul. Perutnya juga ndut. Aduh, Mbah senang sekali lihat

  • Mencari Suami Bayaran   107. Si Mbok

    Bu Darsih sudah sampai di Stasiun Gambir pukul delapan pagi. Perjalanan dari Malang menuju Jakarta memang memakan waktu kurang lebih tiga belas jam dengan kereta api. Semalam Bu Darsih berangkat dari Stasiun Malang Kota Lama pukul tujuh malam. Dengan dibantu jasa dua porter, Bu Darsih menurunkan semua barang bawaannya sampai di pintu keluar. Masing-masing porter diberikan uang tujuh puluh lima ribu rupiah oleh wanita itu, sengaja ia lebihkan karena porter stasiun yang mengangkut barangnya mungkin seumuran suaminya. Tidak tega ia memberikan pas ataupun menawar dengan harga sangat rendah, karena ia teringat akan suaminya yang juga bekerja hanya sebagai buruh. "Bu." Gadis berwajah manis menepuk pundak Bu Darsih dengan riang. "Ya ampun, kamu bikin kaget Ibu saja. Udah lama nunggu?""Nggak, Bu, baru sepuluh menit. Ibu udah sarapan belum?" tanya Hesti. "Belum.""Sama, Hesti juga belum, emang sengaja nunggu Ibu, biar ditraktir." Gadis itu menggandeng tangan Bu Darsih, lalu membawanya ke

  • Mencari Suami Bayaran   106. Nikmatnya Mengurus Bayi

    "Mama tadi bilang, Fani harus cukup istirahat. Jika si Kembar tidur, maka Fani juga harus tidur. Gak usah pedulikan bayi tua yang suka iseng gangguin. Biarkan ia berpuasa selama empat puluh hari, itu juga kalau beruntung. Bisa saja jadi buntung, saat nifasnya kamu menjadi enam puluh hari, ha ha ha.... "Bu Sundari berbalik badan dengan cepat. Ia tergelak dan tidak sanggup melihat wajah Munos yang pastinya sangat kesal dengan ocehan tidak jelasnya. "Mama mau lihat Abi dulu di kamarnya!" Seru Bu Sundari setelah kedua kakinya berada di luar kamar. Setelah pintu kamar tertutup rapat. Munos menghampiri Fani yang tengah memangku Fathia yang sudah pulas. Wajah Fathia sangat mirip dengan Munos, begitu juga Ibrahim. Tidak ada sedikit pun mengambil wajahnya yang biasa-biasa saja. Wajah anak kembarnya sedikit ke timur tengahan, persis bapak mereka. Lelaki itu duduk di samping Fani sambil memperhatikan wajah Fathia yang terlelap. "MasyaAllah, anak Bapak Munos kenapa cakep semua?" pria itu me

  • Mencari Suami Bayaran   105. Masa Nifas

    Kabar Fani yang sudah melahirkan sampai juga ke telinga si Mbok di kampung. Wanita paruh baya; ibu dari Tiyan. Si Mbok mendapatkan kabar itu dari orang tua Fani yang masih berhubungan baik dengan ibunya Tiyan itu. Bukan main senangnya si Mbok mendengar kabar Fani melahirkan anak kembar. Si Mbok bahkan pergi ke pemakaman Tiyan untuk menceritakan kabar gembira ini di pusara putra satu-satunya. Ia mengatakan akan pergi ke Jakarta untuk menjenguk Fani dan bayi kembarnya. "Bu, sudah, jangan nangis terus. Ini sudah bertahun-tahun berlalu, Ibu masih saja menangis saat di pusara Tiyan. Kasihan Tiyan, Bu. Ikhlaskan ya." "Iya, Pak, saya hanya terharu saja." Wanita yang biasa dipanggil si Mbok oleh Fani dan Tiyan itu bernama asli Darsih. Semenjak Fani kembali ke Jakarta dan menikah dengan Munos, Bu Darsih tinggal sendiri di kampung. Ditemani keponakannya. Namun setahun lalu, Bu Darsih yang masih berusia empat puluh delapan tahun ini dijodohkan dengan seorang duda anak tiga, untuk menemani ha

  • Mencari Suami Bayaran   104. Si Kembar

    Fani merapikan mukenanya setelah selesai sholat isya, malam ini suaminya lembur kemudian ia mengambil ponsel, melihat pesan masuk, apakah ada dari suaminya? Ternyata Munos baru saja mengirim pesan bahwa Munos baru akan pulang dari kantor, dan menanyakan pada Fani, mau dibelikan apa untuk oleh-oleh saat pulang.[Mau bapak saja.][Hahahaha..awas ya, Buu]Fani terkekeh membaca balasan pesan suaminya. Kehamilan ketiga ini dirasanya sangat berbeda. Tanpa ngidam berlebihan dan mual muntah juga yang biasa saja. Hanya seluruh tubuhnya, seakan tak rela jika berjauhan lama dengan suaminya. Kalau kata reader mah, bucin. Aah..ntah dari mana dimulainya perasaan bahagia ini, yang jelas dikehamilan ketiga ini, Fani merasa dipenuhi cinta dari kedua mertuanya, dari orangtuanya,khususnya sang suami yang bersiap siaga kapan pun mengabulkan keinginan dirinya. Fani tengah menemani Abi bermain lempar tangkap bola. Usia Abi yang sudah memasuki enam belas bulan, dan kandungan Fani sudah menginjak empat bula

  • Mencari Suami Bayaran   103. Malam Itu

    Wanita itu menggelengkan kepala dengan air mata yang bercucuran dengan sangat deras. Saat melihat celah lalai lelaki di depannya, Fani bermaksud berlari turun dari ranjang, tetapi dengan cepat Munos mencekal tangan Fani dan menghempaskannya kembali ke atas ranjang.Secepat itu juga Munos menindih tubuh lemah Fani dengan tubuh besarnya. Wanita itu semakin kalang-kabut ketakutan. Terus saja ia memukul badan Munos dengan kedua tangannya. Ingin sekali ia menendang lelaki bajungan ini, tetapi tidak bisa karena kedua kakinya terkunci.“Aku sangat menginginkanmu, Risti. Ayo, kita membuat anak,” bisik Munos yang sudah mencium leher Fani dengan rakus.“Pak, saya Fani, bukan Risti, tolong jangan apa-apakan saya,” rintih Fani penuh permohonan, tetapi sayang. Munos sudah gelap mata dan dengan garangnya ia merobek pakaian Fani, hingga menyisakan bra saja dan rok. Dengan gemas Munos mulai mencicipi tubuh wanita yang kesadarannya hampir hilang.“Jangan, Pak. Jangan!” terjadilah hal menyedihkan di

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status