Share

2. Meminta Bantuan Karin

Dadanya berdegup kencang, tangannya pun berkeringat. Belum pernah dia membohongi ayahnya untuk hal sepelik ini. Risti masuk ke ruangannya dengan malas, duduk bersandar di kursi, memikirkan ucapan ayahnya barusan dan bagaimana nanti hari Sabtu? Risti memutar otak, menggigit kukunya, tanda saat ini dia sedang resah. Dia harus minta tolong siapa untuk menjadi pacar sementaranya? Membayar orang pun tidak apa. Asal ia diselamatkan dari perjodohan dengan Munos. Mantannya terdahulu.

“Karin, bisa ke ruangan gue?" panggil Risti dari sambungan telepon.

Karin adalah sekretaris Risti, sekaligus teman baik Risti sejak masih SMA. Semua urusan kantor dan pribadi Risti, diketahui dengan baik oleh Karin. Begitu pun sebaliknya.

Suara pintu ruangan Risti diketuk.

“Masuk!”

"Yes, Bos?” jawab Karin, sambil tersenyum manis mendekati kursi Risti. “Ada apa muka lo asem banget, persis bapake tadi?” tanya Karin heran dengan wajah temannya yang ditekuk.

“Gue bingung, nih. Pagi-pagi dipanggil ke ruangannya, kirain mau kangen-kangenan. Eh, malah mau jodohin gue dengan Munos.”

“What? Are you serious? Karin terbelalak mendengar ucapan Risti. “CLBK, dong, namanya. Cinta lama belum ke pelaminan.” Ledek Karin disertai tawa renyahnya. Wah... Beruntung banget sih lu, Mak. Udah, bungkus aja, bungkus!!! tawa Karin dalam hati.

“Ogaaah... kapok pokoknya. Please, Karin, bantuin gue, dong. Minta tolong siapa kek bantuin gue.

Mmmm... Maksud lo, cuma buat sementara, pura-pura gitu?" kening Karin nampak berkerut, coba mencerna ucapan Risti barusan.

“Iyalah, masa untuk selamanya. Ya, kecuali cocok sama selera gue, sih. Ya, bolehlah lanjut hingga kakek dan nenek, sahut Risti sambil terkekeh. Sambil membetulkan letak bros yang tersemat pada blazernya.

“Kalau Rio, gimana?"

"Gak, ah, males. Cowok tampan tapi matre, males gue berurusan dengan dia lagi.”

"Oke. Sebentar. Mmm... Siapa, ya? Haaa.... gimna kalau minta tolong Haris?” ucap Karin antusias. Haris adalah lelaki mapan yang pernah sebentar dekat dengan Risti.

“No way, gue kenal orang tuanya, nanti urusan jadi tambah ribet, sahut Risti sambil menggelengkan kepalanya keras. Aduh sakit kepala gue, gerutu Risti sambil memijat kepalanya.

Di usia Risti yang sudah 29 tahun, segalanya telah ia miliki, rumah, mobil, pendidikan, dan karir yang cemerlang. Sering bepergian keluar negeri, mempunyai banyak teman, dan disayang oleh ayahnya karena Risti anak tunggal. Wajahnya yang cantik, tubuh yang tinggi, dan kulitnya yang sawo matang membuat banyak yang tergila-gila padanya, tetapi tak ada yang berani mendekati karena status sosialnya.

“Pokoknya lu harus bantuin gue, Rin. Besok sudah harus dapat orangnya.”

"Lha, di mana nyari sukarelawan pacar pura-pura sekilat itu ibu, Bos? Karin kebingungan.

“Gak tahu deh, pokoknya cari yang biasa-biasa aja, ga terlalu hits, gak usah cakep-cakep amat, gawat kalau  gue sampe naksir beneran, kekeh Risti.

"Serius, lo? Mau nyari yang model begitu?”

“Iya, sengaja, biar ga tambah ribet, cari yang adem ayem dan gak banyak bicara.”

“Hadeehh... Lu yang mau dikawinin, kenapa gue yang ikutan pusing?” gerutu Karin lalu keluar dari ruangan Risti.

****

“Lala... Lulu...” panggil seseorang lelaki muda kepada adik kembarnya.

"Ya, Mas...” mereka menjawab bersamaan saat tengah asik main di teras depan rumahnya.

“Mas bambang berangkat dulu, ya. Telur ceplok dan sayur supnya sudah mas letakkan di meja, jangan lupa seragam sekolah hari ini ada di atas kasur, jangan nakal, kalau butuh sesuatu bilang sama bude Yati, ya.” Bambang mengingatkan adik kembarnya.

"Siap, Bos! jawab mereka serentak.

Bambang, nama lelaki muda ini begitu singkat. Persis seperti adik kembarnya yang bernama, Lala dan Lulu. Tanpa ada embel-embel nama belakang. Bambang berusia 23 tahun lulusan STM, sejak orang tuanya meninggal, Bambang mengurus kedua adik kembarnya yang berusia 8 tahun yang sedang duduk di kelas dua sekolah dasar, Bambang bekerja di salah satu percetakan di Jakarta Timur.  Bambang terkenal pemalu, sehingga ia tak banyak bicara dengan teman-teman wanita di tempat kerjanya, namun ia adalah salah satu orang kepercayaan pemilik percetakan karena begitu lihai dalam hal mendesain.

Lala dan Lulu bersiap berangkat ke sekolah setelah mandi dan makan siang, sepekan ini sekolah mereka masuk siang. Sekolah mereka pun tak jauh dari rumah kurang lebih 600 meter saja, tetapi mereka harus menyeberang jalan raya untuk dapat sampai di sekolah mereka. Lala dan Lulu anak yang mandiri, sehingga Bambang tak terlalu khawatir dengan keadaan mereka.

"Ayo, La! Mumpung lampu merah!” ajak Lulu kepada Lala, sambil menarik tangan kembarannya. Kini mereka sudah saling berpegangan tangan. Siap-siap menyeberang. Baru dua langkah, tiba-tiba.

Ttiiiiiiinn.......bruk

“Aaaaaaaarrhh!” pekik Lala sebelum akhirnya terhempas di aspal jalan.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nikmah Ezaweny
aku punya filleng kalau bukan risti yg nabrak maka sekretaris nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status