Share

Mencari Suami Bayaran
Mencari Suami Bayaran
Penulis: Diganti Mawaddah

1. Diminta Segera Menikah

Suara sepatu pantofel miliknya mengisi ruang lobi kantor yang masih terlihat lengang. Karena memang masih pukul tujuh pagi, meja resepsionis sudah diisi oleh dua orang wanita berparas cantik dan berpakaian rapi. Selamat pagi, Bu Risti! sapa keduanya dengan hangat saat direktur mereka lewat tepat di depan mereka. Keduanya tersenyum manis ke arah Risti yang disambut dengan anggukan dan senyum tipis milik Risti.

Baru beberapa langkah melewati meja resepsionis, Risti menghentikan langkahnya. Tubuhnya berbalik menatap dua wanita yang masih memandangnya dengan takjub.

"Bapak direksi sudah sampai dari tadi, ya?"

"Benar, Bu. Sudah lima belas menit yang lalu."

"Oke, minta OB lantai saya untuk membuatkan roti dan kopi susu hangat untuk ayah saya, ya. Antarkan langsung ke ruangannya," titah Risti dengan tegas, yang diikuti anggukan keduanya.

Suara nyaring hentakan sepatu itu terhenti tatkala pintu lift khusus direksi terbuka. Risti masuk ke dalamnya, lalu dengan jemari mulusnya, ia menekan angka lima belas.

****

“Pagi, Sayangku!" sapa Karin sambil menyeringai manja.

"Pagi, Sis! Bapake ada di ruangannya, ya?" Risti bertanya sambil terkekeh.

Karin mengangguk, matanya sedikit melotot mengisyaratkan sesuatu.

"Perasaan gua gak enak, sumpah! Ayah lo tampangnya asem!"

“Masa, sih? Duh, ada apa, ya? Gue ke sana langsung deh! Eh, iya, sarapan buat bapake antar langsung nanti, ya. Gak pake lama!"

“Siap, Bos!"

Risti mengetuk pintu ruangan papanya.

"Masuk!" Suara bariton Pak Hermawan Susatyo terdegar sayup dari dalam ruangannya. Risti membuka pelan pintu ruangan pemilik perusahaan tersebut.

"Ayah," panggil Risti dengan membuat suara seceria mungkin. Lelaki dengan rambut putih hampir di seluruh kepalanya itu menoleh. Senyumnya begitu hangat menyambut kedatangan putri satu-satunya.

“Halo, Baby!"

“Risti, Yah. Bukan Baby!" Wanita itu cemberut mendengar panggilan ‘Baby’ yang selalu ayahnya ucapkan bila bertemu dengannya.

Lelaki paruh baya itu terkekeh pelan, ia membuka tangannya lebar. Menyambut pelukan hangat sang puteri yang sudah dua pekan tidak ia temui.

"Ayah, sehat?" Risti merenggangkan pelukannya. Memperhatikan ayahnya dari ujung kaki sampai ujung rambut putihnya.

"Banget, Sayang. Anak ayah sehat juga, kan?" Risti tersenyum lalu mengangguk cepat.

" Ada kabar baru apa yang bisa ayah dengar hari ini?"

Keduanya kini sudah duduk di sofa, pesanan yang diminta Risti untuk ayahnya pun sudah datang. Tidak ada roti bakar. Namun, kopi susu dan pisang goreng hangat sudah tertata manis di atas meja. Pak Hermawan menyesap kopi susu miliknya dengan perlahan.

“Everything is okay, Dad!" Sahut Risti sambil tersenyum.

“Alhamdulillah, siapa dulu anak hebat, Ayah?” pujinya sambil mengusap lengan putrinya.

"Ayah, kemarin bilang ada hal penting. Apa itu, Yah?"

"Waktu di Thailand, ayah bertemu Pak Kareem. Ayahnya Munos."

"Oh," sahut Risti mendadak malas, begitu mendengar nama Munos kembali.

“Beliau ingin kamu menjadi menantunya."

"Apa? No, Dad. I can't!" Risti menggelengkan kepalanya tegas.

“But he's still loving you!

“Bullshit!

Pak Hermawan hanya bisa menghela napas panjang. Begitu keras kepalanya putrinya.

"Tidak Ayah, Aku tidak mau dijodohkan dengan Munos,” jawab Risti memohon pada ayahnya.

"Kenapa? Kau tak sadar usiamu sudah mendekati kepala tiga, Sayang? Kurangilah kegilaanmu pada pekerjaan," ucap Pak Hermawan Susatyo.

"Harusnya aku yang sudah tua ini menimang cucu!

Bukan hanya untuk memperoleh cucu. Pernikahan kamu dan anak Pak Kareem mampu membuat perusahaan kita semakin besar, Sayang. Ayolah, demi kelangsungan perusahaan kita, menikahlah dengan Munos," pinta Pak Hermawan dengan suara penuh permohonan pada puterinya. Risti menunduk sambil memutar otak. Ia harus memberikan alasan apalagi pada ayahnya untuk menolak perjodohan ini.

" Kalau kamu diam saja, ayah anggap kamu setuju."

"Mmmm... Sebenarnya saya, itu, Yah.., ucap Risti ragu masih sambil memikirkan apa dan bagaimana cara menolak Ayah.

“Saya sudah punya pacar. Saya mau kenalin ke Ayah, tapi takut Ayah tidak setuju," sahut Risti beralasan.

"Waaw... are u seriuos?" Mata pria paruh baya itu berbinar. Risti mengangguk yakin, meskipun diiringi senyum yang mengambang.

"Oke,Sayang. Sabtu besok kamu bawa pacarmu itu ke hadapan Ayah. Ayah harus berkenalan terlebih dahulu sebelum menjadi menantu Ayah. Bagaimana?"

“Baik, Yah. Secepatnya Risti kabari dia." Risti hendak menelan kenop pintu, saat Pak Hermawan kembali memanggilnya.

"Ayah harap, kali ini tidak ada drama sewa pacar! Paham!" Risti mengangguk dengan leher yang amat kaku.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nikmah Ezaweny
wayooo ayahnya seakan tau isi otak anaknya ......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status