Share

Episode 13 (Menerka-nerka)

"Istrinya."

Akhirnya pak Irwan membuka mulutnya. Ia memberitahukan rekan-rekannya bahwa istri pak Tiar lah yang membawakan makan malam. Sontak hal tersebut membuat semua terkejut, terutama Bia. Terlihat dari raut wajahnya ia tak menyangka bahwa bibinya lah yang meracuni sang paman.

"Masuk akal, istrinya kasi makan malam. Setelah suaminya meninggal, pihak keluarga enggan untuk dilakukan otopsi. Tanpa penyelidikan sudah jelas istrinya adalah tersangka utama," jawab Sandi. Kali ini suaranya cukup mewakilkan semua orang.

"Setuju," balas Yoga. Sementara Dafa hanya terdiam. Ia masih berpikir keras coba mendalami kasus kali ini sebelum akhirnya membuka suara.

"Gak setuju," ucapan Bia kali ini cukup untuk mencengangkan seluruh rekannya. "Seorang istri pasti mencintai suaminya dan ingin hidup bersama selamanya. Jadi gak mungkin istri pak Tiar pelakunya."

Sandi pun mempertanyakan pendapat Bia, "terus kenapa sang istri menolak untuk otopsi?"

"Aku baca di internet istri pak Tiar orang yang sangat taat dengan keyakinannya. Dalam keyakinan itu, otopsi termasuk hal yang dilarang. Kita bisa cari tau di tempat bekas makan pak Tiar. Kalau memang ada racun, pasti ada juga di sana," jelas Bia. Bukan dari internet, namun Bia tentunya lebih tahu bagaimana sang bibi daripada teman-temannya.

"Betul sekali, Bia. Kita sudah lakukan pengecekan dan tidak ada racun di tempat makan pak Tiar semalam," jawab pak Irwan yang tengah kebingungan.

Kini tak hanya pak Irwan, semua orang pun semakin kebingungan dan hanya bisa menerka-nerka. Mereka saling bertukar pikiran, coba memecahkan permasalahan yang ada. Kasus yang tidak sederhana, namun harus segera menemui titik terang.

"Artinya sumber racun bukan dari makanan," kali ini pendapat Dafa cukup masuk akal.

Pak Tiar mengangguk, "anehnya, kematian ini tidak seperti pak Tiar terkena racun. Tidak ada ciri fisik yang membuktikan bahwa ia terbunuh oleh racun."

Semua terdiam. Entah apa sebetulnya yang terjadi pada pak Tiar. Kematian yang cukup misterius, mengejutkan, dan mungkin menguntungkan bagi beberapa orang di balik semua ini.

Cukup lama berpikir, Dafa akhirnya berbicara. "Bukan racun, tapi tidak bisa bernafas."

Pak Irwan mulai mencerna ucapan Dafa, lalu ia mengangguk-anggukkan kepala. Dari sekian banyak terkaan, nampaknya yang paling mungkin adalah terkaan Dafa. Jika racun, harusnya tidak akan sulit untuk dikenali secara fisik.

Tak hanya pak Irwan, Sandi pun tampak setuju dengan Dafa, "tapi apa penyebabnya? Tahanan jelas bukan tempat yang kekurangan oksigen," balas Sandi.

"Apa asma?" Yoga ikut bertanya-tanya. Pria ini nampaknya yang paling tidak memiliki keahlian dalam memecahkan kasus kali ini.

Semua berpikir keras coba menemukan titik terang berikutnya. Pak Irwan dengan tangan di sakunya, Sandi dengan kepalanya yang tertunduk, Yoga yang hanya menoleh ke kanan dan ke kiri melihat teman-temannya berpikir, Dafa dengan badannya yang tegap tak bergerak sedikitpun, serta Bia dengan matanya yang sembab.

Setalah cukup lama berpikir, Bia pun berteriak. "Udang!"

Pak Irwan, Sandi, dan Yoga terkejut mendengar ucapan Bia. Namun Dafa justru tampak tenang. "Kenapa udang?" tanya Dafa sembari menoleh ke arah Bia. Ia menatap serius mata sembab gadis cantik di sebelahnya itu.

"Pak Tiar alergi udang, kalo makan udang bisa sesak," jelas Bia tanpa berpikir terlebih dahulu bahwa ucapannya ini akan membuat semua curiga pada Bia.

Dafa mengerutkan dahi, "tau dari mana pak Tiar alergi udang?" tanyanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status