Share

Episode 8 (Bianca Lariza?)

Matahari perlahan mulai terbit. Kicauan burung membangunkan Bia dari tidur. Setelah terkena hangatnya mentari, Bia beranjak dari kasur lalu berlari keluar kamar. Ia menoleh ke seluruh sudut ruangan, menatap lekat kamar di ujung yang merupakan kamar Dafa. Namun tak ada tanda Dafa pulang sejak kemarin.

"Hufff ... ." Bia terlihat begitu kesal lantaran Dafa meninggalkannya sendiri di rumah tanpa pamit. Ia kembali ke dalam kamar dengan wajah lesu. Bia pun bersiap untuk berangkat bekerja.

Bia berjalan dengan wajah tertunduk lemas memasuki kantor. Di sana, Dafa terlihat sibuk dengan pekerjaannya. Tak luput, Sandi dan Yoga berada di meja masing-masing.

Menyadari kedatangan Bia, Sandi pun menyapa, "pagi Bella, kusut banget mukanya hari ini."

Bia mengangkat kepalanya, matanya kini tertuju pada sosok pria yang membuatnya kesal, Dafa. Ia menatap Dafa dengan penuh amarah. Sementara Sandi tertawa melihat tatapan Bia pada Dafa. Mendengar tawa temannya, Dafa pun menoleh ke arah Bia. Mata mereka bertemu dalam tatapan yang begitu menusuk.

"Lupa gak disetrika," jawab Bia yang matanya tak berkedip. Ia menjawab Sandi namun justru melihat ke arah orang yang berbeda.

Sandi pun tak henti tertawa, "setrikaannya lagi dipinjam ya, Bel?"

"Bukan dipinjam lagi, tapi udah di buang di rongsokan soalnya udah gak berfungsi," ucap Bia dengan keras. Dafa yang tidak merasa bersalah pun hanya menggeleng kepala dan kembali fokus pada pekerjaan.

"Tapi walau kusut tetap cantik kok, Bel." Kali ini Yoga coba menenangkan hati Bia dengan memujinya.

Bia tetap kesal, namun tiba-tiba ia teringat bahwa hari ini ia harus memanfaatkan Yoga untuk menjalankan rencananya dengan Andi.

"Thanks, Yoga. Emang di sini tu yang paling ada akhlak kamu doang," ucap Bia sembari menoleh ke arah Yoga. Tak lupa senyuman manis pun terlempar dari bibirnya. Bia coba mengontrol emosinya dan berjalan dengan cepat menuju meja.

Setelah sampai di meja, Bia kembali menatap Dafa dengan penuh kesal. "Oh iya, Daf, rumah nenek kamu dimana?" tanya Bia sengaja.

Dafa menghentikan pekerjaannya, ia menoleh ke arah Bia lalu menatapnya dengan penuh heran. "Nenek siapa?" tanyanya.

Sontak Sandi dan Yoga terkejut. Mereka nampak panik mendengar obrolan Bia dan Dafa.

"Kata Sandi kalau hari Jum'at kamu libur soalnya nemenin nenek kamu," balas Bia tanpa berlama-lama.

Dafa berpaling dari Bia menuju Sandi. Sementara itu Sandi berpura-pura tak mendengar dan fokus pada layar komputer di depannya.

"Oh," jawab Dafa singkat.

"Nenek kamu body-nya goals banget, ya?" tanya Bia. Ia sengaja memancing Dafa untuk berkata terus terang dengan siapa ia kemarin.

"Maksudnya?" tanya Dafa tanpa menoleh ke arah Bia.

Dengan tenang, Bia coba memancing Dafa. "Iya, kemarin aku keliatan kamu di mall sama cewek badannya tinggi seksi, itu nenek kamu, kan?"

Yoga tampak menahan tawanya, namun sekuat apapun ia menahan, tawa itu tetap terdengar.

"Nenek Dafa rajin fitness, Bel," jawab Sandi dengan nada tak bersalah sedikitpun. Mendengar itu, tawa Yoga semakin lepas. Ia tak mampu lagi menahan tawanya. Namun, tentu saja ia hentikan tawa itu ketika matanya bertemu dengan mata Dafa.

Ponsel Bia berbunyi, pesan masuk telah diterima. Bia membuka pesan dari Andi yang mengisyaratkan Bia untuk mulai beraksi. Tanpa membalas pesan Andi, Bia pun memulai rencananya.

"Yoga," panggil Bia sembari berjalan menuju meja Yoga. "Ini kemaren kartu memori aku gak bisa dipake, bisa coba kamu cek?" tanya Bia yang kini berada di depan meja Yoga.

"Oke bentar ya," ucap Yoga lalu mengambil kartu memori di tangan Bia.

Yoga coba menemukan sesuatu yang salah di memori card milik Bia.

"Bianca Lariza?" ucap Yoga membaca sebuah nama yang muncul di layar komputernya ketika memori card itu berhasil terhubung ke komputer.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status