Share

Episode 7 (Siapa wanita itu?)

Bia duduk di sebuah cafe di dalam mall tempat sebelumnya ia bertemu dengan Andi. Tak lupa ia mengenakan masker yang menutupi wajah cantiknya. Topi hitam yang entah dari mana ia dapat juga menyempurnakan penyamarannya. Ia memutar-mutar ponselnya sambil sesekali menoleh ke kanan dan ke kiri.

"Dor ... ." Setelah cukup lama terdiam, seseorang datang mengagetkan Bia.

"Andi," teriak Bia yang kesal dengan ulah temannya.

Di balik masker, Andi nampak tertawa lepas. Ia pun duduk di kursi dekat Bia.

"Ngapain pake masker juga?" tanya Bia.

"Biar gak ada yang liat. Tau nggak, waktu dulu kita ketemu disini, temen nongkrong kita si Geo liat gue. Dikira gue lagi nge-date, untung aja gak nyamperin. Bisa bahaya, kan?" jelas Andi.

Bia terkejut mendengar ucapan Andi, ia takut penyamarannya akan terbongkar, "yap, Lo emang harus pake masker juga," balasnya.

"Gimana semua? Aman?" tanya Andi sambil menyeruput secangkir capuccino yang telah di pesan oleh Bia. Hanya membuka masker sebentar, ia kembali memakainya.

"Om Tiar, Di," ucap Bia lirih.

Andi tampak bingung, "om Tiar siapa?"

"Keponakan Oma," jawab Bia. Kali ini Bia tidak dapat menyembunyikan rasa sedihnya.

Andi berpikir sejenak, setelah teringat ia pun menjawab Bia, "oh, iya. Yang dlu sering nganter jemput lo sekolah, kan? Yang pake kacamata. Emang kenapa?"

"Dia terlibat kasus penyelundupan,"

"Ha? Serius? Ada hubungannya sama Oma?"

"Itu yang gue pertanyakan, Di. Gue takut Oma juga terlibat. Karena gue tau sendiri om Tiar dekat banget sama Oma. Gue juga beberapa kali datang ke kantor om Tiar sama Oma. Selain itu, waktu ditangkap, om Tiar lagi di hotel yang sering Oma check in." Air mata berlinang di pelupuk mata Bia. Ia sangat mengkhawatirkan Oma yang begitu menyayanginya. Rasanya ia tidak akan mampu menerima jika sang Oma terlibat dalam kasus penyelundupan.

"Tapi belum tentu juga sih, Bi. Mereka juga beda perusahaan kok. Kalo hubungan keluarga kan beda sama hubungan kerja," ucap Andi yang tengah menenangkan sahabatnya.

Bia hanya terdiam mendengar ucapan Andi. Ia tidak berhenti memikirkan sang Oma.

"Sekarang kasusnya sampai dimana?" tanya Andi tampak penasaran.

"Masih tahap interogasi sih kayanya, gak tau lah gue juga gak paham tahap hukum," jawab Bia lemas. Begitu banyak hal yang ada dalam pikiran Bia. Gadis ceria itu kini telah murung.

Andi menghela nafas, "setau gue, polisi hanya dapat waktu 3 kali 24 jam. Kalau sampai batas waktu belum juga ada bukti, maka om Tiar bakal bebas."

Bia mengangguk-angguk kepalanya.

"Lo mau gimana? Om Tiar bebas atau semua terungkap?" tanya Andi mempertegas keinginan Bia.

"Gue mau semua terungkap. Sebaik apapun om Tiar ke gue, tetap aja hidup harus adil." Bia menyeka air matanya agar tak jatuh.

Andi menganggukkan kepala. Ia mengerti betapa dilema seorang Bia yang harus menguak kejahatan dari keluarganya sendiri. Namun, keputusan tepat telah diambil oleh Bia, ia tidak bisa melindungi seorang penjahat hanya karena hubungan keluarga.

"Langkah teman-teman Lo gimana buat cari bukti kuat?" Andi melanjutkan pertanyaan demi pertanyaan untuk dapat membantu Bia.

Bia menggelengkan kepalanya, "gak tau. Kemarin gue sempat keceplosan kalau om Tiar itu gampang di ancam. Tapi si sok cool Dafa itu bilang, kita tidak mengancam rakyat."

Andi tertawa mendengar ucapan Bia yang menirukan gaya bicara Dafa. "Mereka gak bisa ancam rakyat, tapi kita bisa."

Bia menatap mata Andi lekat. "Maksud Lo, Di?"

"Gue punya ide. Gue akan ancam om Tiar lewat pesan W******p. Seperti yang Lo bilang om Tiar gampang diancam, jadi dia pasti bereaksi," jelas Andi.

"Tapi nanti lo kena juga dong? Nanti lo di lacak gimana?"

"Lo kaya gak tau gue aja sih, Bi." Andi mulai sedikit sombong.

"Bukan gue meremehkan Lo, Di, tapi di sana ada juga yang pintar banget masalah lacak-lacak, namanya Yoga," kata Bia. Ia nampak cemas dan tidak ingin Andi berada dalam masalah karena dirinya.

Andi menyempitkan mata, sepertinya di balik masker ia sedang tersenyum, "itu tugas Lo, gue cuma butuh waktu 5 menit."

Bia mengangguk, ia tampak mengerti apa yang harus ia lakukan untuk membantu Andi melancarkan aksinya. "Oke, gue usaha," jawabnya dengan membalas senyuman Andi.

Obrolan terhenti. Andi dan Bia telah menyusun rencana yang cukup rapi untuk mengungkap kebenaran di balik kasus penyelundupan yang melibatkan keluarga Bia.

"Oh iya, gimana nomor telepon yang kemarin gue kasi. Itu nomor siapa?" tanya Bia ketika teringat nomor telepon di amplop yang ia temui di kamar Bella.

"Lupa gue, Bi. Besok ya?" ucap Andi sambil menepuk dahinya.

Bia pun mengangguk pelan, "oke, santai," jawabnya.

"Dafa?" ucap Bia tiba-tiba. Di kejauhan, ia melihat seorang pria dengan tubuh tinggi tegap, punggung lebar, serta perawakan yang persis seperti Dafa berjalan dengan seorang wanita.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status