Share

Bab 7

last update Last Updated: 2025-05-16 11:15:56

Utami menahan air matanya agar tidak tumpah. Jalan raya di hadapannya tampak buram. Bulir-bulir bening berdesakan di pelupuknya dan siap jatuh kapan saja. Menyakitkan mengetahui Joandra lebih memilih pekerjaan dan prinsip yang dipertahankan sampai mati ketimbang Utami yang jelas-jelas adalah wanita yang dicintainya. Utami merasa kalah. Ia pikir selama ini dirinya adalah prioritas bagi Joandra. Tapi apa buktinya?

Tadi saat Utami bergegas meninggalkan Joandra, laki-laki itu memang mengejarnya sambil memanggil namanya. Namun Utami yang terlanjur kecewa menggas mobilnya sekencang mungkin meninggalkan kantor Joandra. Kantor yang tidak layak disebut sebagai kantor. Tempat tersebut lebih cocok disebut sebagai gudang, ruangan tua tidak berguna atau apa pun yang menyimbolkan bahwa tempat tersebut sangat tidak tepat dijadikan sebagai tempat beraktivitas. Kecil, sempit dan pengap. Beberapa bagian dindingnya bahkan sudah terkelupas.

Utami tidak mengerti pada kekasihnya itu. Di saat dia bisa mendapat kehidupan yang jauh lebih baik dengan membangun karir di firma hukum, Joandra malah mengabdi di LBH kecil. 

Dulu Joandra beralasan, dia sudah tahu rasanya kerja di firma hukum saat magang di kantor advokat selama dua tahun sebelum resmi menjadi pengacara. Kata Joandra dia muak menangani masalah yang itu-itu saja, seperti perselingkuhan, perzinahan atau apa pun yang tidak jauh-jauh dari masalah selangkangan. Padahal menurut Utami bukankah untuk menjadi pengacara yang sukses harus mampu menangani kasus apa saja tanpa pilih-pilih?

Utami kembali ke rumah. Dia mengurungkan niat untuk datang ke butik hari ini. Padahal jadwalnya penuh. Selain mengerjakan endorse-an, dia juga harus mengurus stok barang-barang yang sudah banyak yang kosong.

Percuma Utami datang ke butik. Mood-nya sedang buruk. Yang ada bukannya kerja dengan baik, dia justru akan mengacaukan segalanya.

Rumah sepi saat Utami tiba. Mungkin kedua orang tuanya sudah berangkat ke tempat aktivitas masing-masing. Utami naik ke lantai dua. Setelah masuk ke kamar, gadis itu membanting tas ke tempat tidur. Utami kesal. Pada Joandra yang tidak mau mengalah. Pada papinya yang ternyata membohonginya. Ingat lelaki itu, Utami mengambil tas tadi lalu mengeluarkan ponsel dari sana. Dia ingin bicara dengan papinya sekarang.

"Halo." Papinya menjawab tidak lama setelah panggilan tersambung.

"Kenapa Papi bohong sama aku? Kenapa Papi nggak jujur? Kenapa Papi tutupi semuanya?" Utami langsung menyerang. 

"Kamu kenapa Tami? Kenapa langsung marah-marah sama Papi?" Mahawira keheranan lantaran tidak biasanya putrinya begitu.

"Papi bilang nggak melakukan apa-apa. Papi nggak pernah melanggar peraturan atau melakukan hal-hal yang merugikan orang-orang. Tapi ternyata lebih parah dari itu. Apa salahnya Papi bayar pesangon mereka? Papi nggak akan rugi. Justru Papi bisa kerja dengan tenang setelahnya."

Hening sejenak dari arah Mahawira. Lalu laki-laki itu berdeham.

"Jadi kamu sudah tahu? Pacarmu udah ngadu?"

"Dia nggak ngadu apa-apa, tapi aku yang nanya makanya aku tahu."

Mahawira mendengkus, mencoba untuk mematahkan mental anaknya.

"Dari sini seharusnya kamu bisa menilai. Dia nggak menganggap kamu sebagai orang yang berarti untuk dia. Kamu nggak penting. Buktinya saja dia nggak bilang apa-apa kan? Dia mengambil keputusan tanpa sepengetahuan kamu. Coba kamu pikir lagi, Tami. Apa dia benar-benar mencintai kamu? Atau jangan-jangan hanya kamu sendiri yang mencintai dia?"

"Nggak usah bahas cinta, Pi. Joandra sangat mencintai aku. Papi jangan ragukan hal itu. Buktinya sudah enam tahun aku dan dia bersama."

"Oh ya? Seharusnya kalau memang dia mencintai kamu setidaknya dia mau mendengarkan kamu. Kalau dia benar-benar cinta semestinya dia mencabut laporan itu. Tapi apa buktinya? Dia tidak melakukan itu. Seharusnya dari kejadian ini kamu berpikir bahwa dia tidak benar-benar tulus. Buka mata hati kamu, Tami. Joandra memacari kamu hanya demi kenyamanan."

"Kenyamanan apa maksud Papi?"

"Joandra tahu kamu memiliki segalanya. Uang, harta benda dan apa pun yang kamu miliki tidak akan habis dalam waktu yang singkat. Tapi kamu tidak sadar karena dibutakan oleh cinta. Lagian apa yang kamu lihat dari dia? Kamu bisa dapat jauh yang lebih baik dari laki-laki itu. Seribu kali lebih baik melebihi laki-laki itu dalam hal apa pun!" ucap Mahawira menggebu-gebu mencoba memengaruhi putrinya.

"Papi salah. Joandra mencintai aku dengan tulus," bantah Utami. "Kalau Joandra mengincar harta kita, dia pasti nggak akan menolak kerja untuk Papi. Dia nggak akan memperkarakan Papi ke meja hukum."

Mahawira mendengkus. "Itu hanya pencitraan biar dia terpuji di mata kamu. Agar dianggap sebagai lelaki pekerja keras. Sadarlah, Tami. Dia tidak sungguh-sungguh mencintai kamu. Buktinya saja dia melawan Papi. Baru kali ini ada orang yang menentang orang tuanya padahal memacari anaknya.”

Utami kehabisan kata. Ia merasa kalah. Utami tidak ingin membela siapa-siapa. Semua membuatnya muak. Pacarnya, ayahnya. Keduanya sama-sama egois. Tidak ada yang mengerti dirinya.

Bersambung~

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mencintai Musuh Ayahku   Bab 64

    "Baju yang ini gimana, Sayang?"Utami memiringkan kepalanya, memindai sosok Joandra yang saat ini mengenakan kemeja slim fit dan jeans.Perempuan itu lantas menggeleng. "Terlalu kasual, kurang cocok buat ketemu Mami.""Jadi pake yang mana lagi, Sayang?" erang Joandra frustrasi. Baru kali ini Utami sedemikian concern pada penampilannya. Biasanya mana pernah Utami mengatur. Perempuan itu tidak pernah protes Joandra mau pakai baju apa saja.Sudah berkali-kali Joandra gonta-ganti baju. Tapi tidak ada satu pun yang sesuai di mata Utami. Ada saja kurangnya. Yang terlalu kasual lah, terlalu formal lah, atau tidak terkesan berwibawa.Duduk di pinggir ranjang, Joandra memerhatikan sang kekasih yang sibuk membongkar pakaian di lemari."Jo, coba deh yang ini. Aku rasa yang ini udah pas." Utami memutar tubuh, menunjukkan sebuah baju kaos berwarna broken white, celana chino berwarna khaki, serta sebuah jas semi formal.Joandra tidak langsung memakainya. Dipandanginya sang kekasih hati."Kok nggak

  • Mencintai Musuh Ayahku   Bab 63

    Utami memeluk pinggang Joandra begitu erat selama perjalanan ke rumah laki-laki itu. Malam ini keduanya begitu bahagia."Udah lama banget ya, Jo, kita nggak motoran kayak gini," ujar Utami menempelkan dagunya di atas bahu Joandra."Iya, Sayang." Joandra mengiakan. Dilepaskannya tangan kiri dari stang motor lalu meletakkan di paha Utami. Joandra tidak ingin kehilangan perempuan itu lagi. Sudah cukup deritanya.Dulu saat mereka masih berpacaran Utami lebih suka Joandra membawanya dengan motor ketimbang mobil karena dengan begitu Utami bisa memeluk Joandra dari belakang. Ia juga bisa menyandarkan kepalanya ke punggung laki-laki itu.Sekarang Utami tidak perlu khawatir lagi. Mereka bisa mengulang momen-momen indah itu tanpa batas waktu karena mereka akan bersama selamanya.Setibanya di rumah, mereka menemukan wajah terkejut Ike ketika membuka pintu. Namun segera saja ekspresi perempuan itu berganti dengan binar ceria."Ma, aku mau menepati janjiku. Aku bawa yang terbaik untuk Mama," ucap

  • Mencintai Musuh Ayahku   Bab 62

    Utami tidak tahu dosa sebesar apa yang telah dilakukannya sehingga takdir begitu tega menjungkirbalikkan hidupnya. Seolah semua yang telah dialaminya masih belum cukup, ia masih diuji dengan satu lagi realita pahit. Hari itu juga Utami harus melahirkan anaknya. Bukan hanya menanggung luka batin, Utami juga harus merasakan bagaimana sakitnya diinduksi. Utami terlalu sakit dengan semua itu. Lalu kini ia harus menyaksikan pemakaman anaknya. Menyakitkan ketika ia harus bertemu dengan anaknya di dunia dalam keadaan tidak bernyawa. Sepasang mata Utami mengembun. Rasanya baru beberapa jam lalu dirinya berjuang menahan sakit untuk mengeluarkan anak itu dari rahimnya. Ia pikir tidak ada hal lain yang menyakitkan melebihi diinduksi. Nyatanya ia salah, karena menyaksikan dengan matanya sendiri tubuh mungil itu dikebumikan jauh lebih menyakitkan. Maudy, Magdalena dan kerabat mereka yang lain yang menghadiri pemakaman tersebut tampak bersedih. Orang tua Daniel hampir sama terpukulnya dengan U

  • Mencintai Musuh Ayahku   Bab 61

    Joandra memeriksa ponselnya sekali lagi, memastikan tidak ada pesan dari Utami. Tadi perempuan itu mengatakan sudah di berada di dalam taksi. Sedangkan Joandra sendiri sudah stand by sejak hampir setengah jam yang lalu. Ia membuktikan janjinya benar-benar akan datang untuk makan siang bersama. Joandra tidak ingin membuat Utami menunggu. Apalagi setelah mendengar betapa khawatirnya perempuan itu saat kemarin Joandra menelepon.Menyesap minumannya, Joandra meluruskan pandangan, memerhatikan beberapa orang yang sedang berdendang di depan sana. Restoran tersebut memang menyediakan live music pada hari-hari tertentu.Di pintu masuk restoran Utami berdiri. Matanya mengelana mencari sosok lelaki yang berjanji dengannya. Utami khawatir laki-laki itu tidak datang. Namun ketika matanya menemukan sosok seseorang mengenakan kemeja putih lengan panjang yang lengannya digulung sesiku, Utami mengembuskan napas lega. Joandra sudah datang dan terlihat sedang fokus menikmati permainan musik yang dibawa

  • Mencintai Musuh Ayahku   Bab 60

    Bagi Utami mendapat kesempatan berduaan dengan Joandra seperti saat ini adalah hal yang selalu diimpi-impikannya sejak lama--ketika dulu ia belum menikah dengan Daniel. Karena setelah menjadi istri pria itu Utami mencoba untuk mengenyahkan Joandra dari hati, pikiran dan apa pun.Siapa yang akan menduga jika setelah tahun demi tahun terlewati Utami bukan hanya sekadar bertemu dengan Joandra, tetapi juga memiliki kesempatan untuk duduk berdua seperti saat ini. Meskipun situasinya terasa canggung.Tidak ada seorang pun yang berinisiatif membuka pembicaraan. Utami tidak tahu harus membicarakan apa. Begitu pun dengan Joandra yang bingung harus memulai semuanya dari mana. Tapi saat kemudian teringat belum tahu alamat pasti tujuan mereka Joandra terpaksa bertanya."Ta, ini kita ke dokter yang di mana?"Utami menyebutkan dengan jelas nama sang obgyn serta alamat lengkapnya yang menjadi pembuka obrolan-obrolan mereka selanjutnya."Ke sana biasanya sekali berapa, Ta?""Normalnya sih sekali sebu

  • Mencintai Musuh Ayahku   Bab 59

    Suasana pemakaman Daniel di San Diego Hills diwarnai oleh tangis dan air mata dari keluarga yang ditinggalkan.Magdalena pingsan berkali-kali. Kenyataan yang mereka hadapi begitu berat untuk mereka terima.Tidak seorang pun menyangka bahwa Daniel akan meninggal di usia yang masih sangat muda dengan cara yang teramat dramatis. Lebih menyedihkannya lagi adalah karena pria itu meninggalkan seorang istri yang tidak ia ketahui sedang mengandung anaknya.Para pelayat datang dari berbagai kalangan. Mulai dari keluarga kedua belah pihak, para kolega, teman, sahabat, tetangga, hingga sekadar kenalan.Satu di antara banyak pelayat tersebut adalah Joandra.Joandra datang bersama teman-teman advokat serta alumni Fakultas Hukum dulu.Dari tempatnya saat ini Joandra menyaksikan Utami. Perempuan itu tidak bisa menyembunyikan kesedihannya. Meski demikian Utami adalah yang paling tegar di antara lainnya meski saat ini keadaannyalah yang paling menyedihkan--ditinggalkan suami saat sedang mengandung. Na

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status