Salma melihat ke arah Rajasa, lalu berkata "Tujuh puluhmiliar." Salma menantangnya dengan dagu terangkat.
"Seratus miliar. " Suara rendah Rajasa terdengar santai. Salma diam sejenak, tampak berpikir sambil menatap lukisan Avarin, dia akhirnya mengangguk. "Baiklah. Tuan Rajasa pemenangnya." Sesi lelang itu berakhir. Valeri tersenyum puas dan penuh kemenangan. Salma dan Winda telah kembali ke dalam mobil, didalam mobil itu Winda terus terkekeh dengan puas. "Jadi Valeri itu bilang kamu tidak mampu membeli lukisan Avarin?" Salma hanya tersenyum pelan sambil menjalankan mobilnya. Kendaraan itu melaju mulus di jalanan. Hanya Winda yang tahu, Salma tidak menawar lukisannya untuk dirinya sendiri, dia sedang memberikan harga untuk lukisan itu. Ketika dia mengatakan Rajasa menang, itu adalah saat dia merasa Tiga Musim Dingin telah mendapatkan harga yang setara. Karna dia memang adalah seniman dibaliknya, dia adalah Avarin. *** Rajasa pulang malam itu. Ketika merasakan makan malam yang nggak menyenangkan lidahnya, ia bertanya pada pelayan, "Apakah Salma sudah pulang?" "Nyonya belum pulang, Tuan. " Rajasa tak berkata apapun, dia berjalan menuju ruang kerja. Saat itu ia berpapasan dengan pelayan yang keluar dari kamar utama sembari membawa basket sampah. Mata pria itu menajam ketika melihat mantel yang diberikannya berada disana. Ekspresinya menjadi dingin, "Salma yang menyuruhmu?" Pelayan itu mengangguk dengan hormat, "Benar Tuan, sebelum pergi Nyonya menyuruh saya untuk membuang ini." Rajasa tertawa saking kesalnya. Wanita itu benar-benar tahu cara mempermainkan emosinya. Saat itu, terdengar bunyi pintu utama di buka. Lalu sosok ramping dan anggun Salma muncul. Dia menemani Winda semalam suntuk di Bar Haven sampai sahabatnya itu mabuk. Akhirnya setelah mengantarkan Winda dengan aman ke apartemen, barulah dia bisa pulang. Lampu ruangan telah banyak yang dimatikan, sehingga penerangan menjadi suram. Salma menenteng high heelsnya dan berjalan menuju kamar utama nyaris tanpa suara. Punggungnya yang ramping tampak anggun dan sepi. "Baru kembali?" Suara Rajasa menyentakkan bahu Salma. Dia menyipit dan melihat siluet suaminya bersandar di selasar yang remang-remang. Ekspresi Rajasa tak terbaca karna pencahayaan yang kurang. "Aku ada sedikit urusan." Salma menjawab, lalu memalingkan wajahnya. "Aku baru tahu kalau kamu adalah pecinta seni." "Memangnya apa yang kamu tahu tentang diriku?" Salma melirik Rajasa dengan tajam, suaranya terdengar dingin dan berjarak, "Kalau kamu tahu satu hal detail saja tentang diriku, maka itu justru akan membuatku terkejut." Salma melanjutkan dengan tenang. Rajasa terdiam. Salma sedang nggak ingin berbicara dengannya. Jadi dia hanya melirik dan bermaksud melangkah pergi. Namun tiba-tiba sebuah tangan besar menarik lengannya yang ramping, "Kamu mengabaikanku?" Suara Rajasa rendah dan berat, saat mendengarnya di tengah malam yang sunyi seperti itu justru kedengaran menggoda. Itu terdengar seperti pria yang merajuk pada kekasihnya. Hal itu membuat Salma merasa aneh. Hari ini Salma merasa sedikit lelah, jadi dia berusaha memandang pria itu dan berkata, "Maumu apa sih?" Rajasa memandangnya dalam gelap, "Kamu minum?" Aroma alkohol di tubuh Salma memang tajam, bercampur aroma manis yang khas. Salma melepaskan tangan Rajasa, lalu berkata dengan dingin, "Bukan urusanmu!" Rajasa tersenyum samar, seorang istri yang penurut dan manis kini berubah menjadi seekor kucing yang memperlihatkan taringnya. Itu membuat hati pria ini yang biasanya tenang memiliki gejolak yang aneh. Rajasa menunduk melihat Salma dan bertanya, "Jadi suamimu nggak boleh tahu urusanmu?" Entah mengapa, Salma merasa marah mendengarnya. Dia melotot pada Rajasa dengan sepasang matanya yang indah, "Aku nggak cari tahu urusanmu dengan Valeri Thomas, mengapa kamu demikian sibuk dengan urusanku? Biarpun aku minum dan bermain pria, kamu nggak punya hak komentar!" Dalam gelap, wajah tampan Rajasa yang biasanya tenang tampak berubah suram. Rahangnya menegang. Dia mengangkat alisnya, "Kamu suka bermain pria? Ternyata kamu seliar ini?" Selama tiga tahun, Rajasa terbiasa dengan sikap Salma yang penurut, tenang dan perhatian. Melihat sisi Salma yang pembangkang membuat hatinya seperti dialiri perasaan yang baru. Wanita itu benar-benar terlihat seperti seekor kucing kecil yang berusaha menggigitnya. Suasana hati Rajasa yang biasanya monoton, sekarang terusik. Dia tidak menyukainya, namun itu terasa menantang. Salma yang telah memendam dendam pada perlakuan suaminya terhadap Valeri mengangkat dagunya dengan berani, "Kamu pikir aku nggak punya kebutuhan biologis? Suami istri seharusnya memenuhi kebutuhan biologis satu sama lain. Kamu nggak bisa menunaikannya, jangan salahkan aku mencarinya di luar!" Salma mengatakan itu karna dia ingin membuatnya kesal. Dia tidak benar-benar memaknai kalimat itu. "Jadi kamu sangat menginginkannya sampai nggak tahan?" Suara serak Rajasa terdengar. Ujung matanya terlihat sedikit memerah dan suaranya menjadi dalam. Salma nggak mau berbicara lagi. Dia memutar tubuh, namun Rajasa menarik pinggangnya, sampai punggungnya membentur dinding, kedua tangan pria itu memerangkapnya disana. Napas Rajasa yang khas dan bersih menerpa pipi lembut Salma. Aroma pria itu memenuhi dirinya. Aroma maskulin tajam yang justru terasa menenangkan. Pria ini, jika dia menunjukkan sedikit keintiman, rasanya wanita manapun akan meleleh di bawah kakinya. "Kamu ngapain?!" Salma mengumpulkan kekuatannya untuk mendorong, namun tubuh tinggi tegap yang mengungkungnya tak bergeming. Ketika ia mengangkat kepala, tampak Rajasa yang tersenyum dingin. Tatapan matanya membawa sesuatu yang mengerikan, "Salma, karna kamu sangat menginginkannya sampai nggak tahan, aku akan memberikannya padamu." Wajah Salma seketika memucat. ***Rajasa masih berdiri di sana ruangan, memandangi wajah cantik Salma yang tanpa riasan namun tak bosan dipandang. Wajah pria itu datar, tapi sorot matanya tampak menahan sesuatu. Mungkin amarah. Mungkin kecewa. Atau mungkin hanya hampa.“Aku minta maaf,” ucapnya akhirnya.Salma menoleh. “Untuk yang mana?”“Untuk… semua yang membuatmu menjauh. Untuk membuatmu takut bersamaku. Untuk merasa kau harus menyiapkan aroma penetral demi menyelamatkan dirimu sendiri dari aku.”Ucapan itu mengejutkan Salma. Dia tak mengira Rajasa akan mengucapkan kalimat seperti itu. Ia menarik napas, lalu bersandar ke pintu, menyilangkan tangan di depan dada.“Aku nggak takut padamu, Rajasa,” katanya pelan. “Tapi aku takut kehilangan kendali. Aku takut membiarkan diriku larut dalam sesuatu yang seharusnya sudah selesai.”Rajasa mengangguk. Ia mengerti.Ada banyak hal yang sebenarnya ingin ia katakan, namun lidahnya terasa berat. “Kau masih mencintaiku?” tanya Rajasa, pelan sekali.Salma mendongak, tatapannya
Di ruang prediential room nomor 105, pencahayaan tampak lembut. Dua sosok terbaring di atas tempat tidur. Rajasa mencium puncak kepala Salma. "Orang yang kamu bilang itu, berapa lama lagi akan datang?"Salma berkata, "Sedikit lagi, asisten ku sudah kemarin untuk mengantarkan penetral." Selebihnya, ia tak berkata apa-apa. Hanya merasakan tangan Rajasa yang memeluknya erat dan sesekali mencium rambutnya. Ketika Rajasa berkata dia menginginkannya, Salma diterpa kembimbangan. Nalarnya nyaris tidak bekerja ketika Rajasa membawanya ke tempat tidur dan mengungkungnya di sana.Ketika tangan pria itu menyusup di balik kemejanya, seluruh akal sehat Salma kembali. Bagaimana bisa dia bersama dengan Rajasa sedangkan pria itu sendiri memiliki Valeri? Dia bahkan sudah melayangkan gugatan cerai, apa yang terjadi sekarang terasa sangat salah. Salma memiliki kenalan ilmuan kimia yang terkenal. Dia tahu ini bisa di atasi. Rajasa sudah terlihat lebih tenang. Meskipun ada sekelumit sorot kecewa, namun
Tangan besar Rajasa merengkuh pinggang Valeri, kemudian dia mendorong dengan tegas. Wanita itu termundur keluar. Saat itu, Rajasa memerintah dengan lugas, "Keluar sekarang juga."Pandangan matanya tajam dan menusuk, "Aku berhutang janji untuk menjagamu. Bukan merusak."Ucapan Rajasa yang tegas membuat Valeri merasa kesal namun juga tak berdaya. Pria itu terang-terangan menolak. Rajasa maju dan langsung menutup pintu kaca geser tersebut, sepenuhnya menciptakan batas antara dirinya dengan Valeri. Valeri kehabisan cara. Dia tidak berani memaksa lebih jauh. Meskipun Rajasa sangat memanjakannya, pria itu tetap menetapkan batas-batas yang tidak bisa dilanggar. Dia terlihat dekat, namun Valeri merasa pada saat yang bersamaan dia juga berjarak. Valeri keluar dari kamar mandi sambil menghentakkan kakinya. Tiga puluh menit kemudian, Rajasa telah keluar dari sana dengan pakaian kasual. Rambutnya yang basah dan acak-acakan membuatnya terlihat dipenuhi pesona muda yang penuh energi dan vitalita
Setelah berada dalam kamar, Valeri segera berkata, "Kak Rajasa, kamu mandi dulu. Tadi salah satu asistenmu sudah mengantarkan pakaian ganti." Rajasa tidak berbicara dan langsung masuk ke dalam kamar mandi. Dia juga sudah merasa sedikit gerah. Rajasa mulai membersihkan diri di bawah shower air hangat. Pria itu terus memikirkan Salma. Apa yang wanita itu lakukan bersama Jonathan di dalam kamar? Meski sebuah kamar presidential suite itu luas dan tak ubahnya seperti apartemen sendiri, namun Rajasa tetap merasa terganggu membayangkannya. Rajasa tidak menyukai perasaan itu. Tangan kanannya menumpu pada dinding. Aliran air menelusuri garis rahangnya yang tegas. Saat itulah Rajasa mulai menyadari kalau ada bau aneh yang samar di sekeliling kamar mandi, berasal dari diffusser yang menyala. Bersamaan dengan itu, Rajasa mulai merasakan kejanggalan dalam suasana hati dan tubuhnya. Dia merasa panas. Aliran darahnya menjadi cepat dan otot-ototnya menegang. Pria itu tersentak. Otaknya yang
"Pak Investor, apakah ada pertanyaan?"Rajasa menggeleng, "Kamu menjelaskannya dengan baik."Salma menganggukkan kepala, "Kalau begitu aku pamit dulu." Rajasa buru-buru mencegah, "Salma."Salma menoleh ke arahnya. Dia tidak bertanya, hanya menunggu Rajasa berbicara. Pria itu berkata dengan serius, "Kalau kamu mau, aku bisa memberikan beberapa proyek Fontier Group padamu."Salma tidak langsung menanggapi, dia perlahan-lahan tersenyum. Rajasa mengira Salma setuju. Dia merasa bakat Salma sangat menjanjikan, wanita ini bisa bersinar jika dibukakan jalan. "Pak Rajasa sangat baik. Tapi maaf, aku terlalu sibuk. Kontrakku lumayan padat, aku nggak bisa menerima tawaran Pak Rajasa."Rajasa tertegun. Bahkan Pak Juga yang sedari tadi hanya menjadi pendengar turut terkejut. Dia memang tahu Salma seorang arsitek profesional, namun tidak sampai pada level kepercayaan diri menolak kontrak dengan Fontier Grup! Fontier Grup adalah pengendali ekonomi di Yugos! Bisa bekerja sama dengan grup mega bint
Saat telah berada di bawah, Pak Jugo dan Rajasa langsung berjalan ke arah Salma. Wanita itu menghela napas berat, lalu memakai bathrobenya yang tersampir di kursi lipat. Rajasa dan Pak Jugo telah sampai. Pak Jugo segera berinisiatif menyapa lebih dulu, "Nona, kebetulan sekali. Investor kami ingin berbincang dengan Anda tentang desain kolam -kolam yang ada di resort ini. Saya harap Anda nggak keberatan." "Saya merasa telah mengganggu waktu senggang Anda, barangkali Anda bersedia saya traktir?" Suara Rajasa menyela. Pria itu berdiri dengan auranya yang mulia, sepasang tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Dia menatap Salma dengan santai seperti biasa. Salma melihat pada Rajasa dan berkata, "Apa yang ingin Anda bicarakan? Saya rasa nggak masalah kalau langsung saja." Salma benar-benar sedang bersantai, dia tidak menyangka akan bertemu Rajasa di tempat ini. Dia juga tidak mengira Rajasa adalah pemilik resort Asmara. Meski itu tidak terlalu mengherankan, namun Salma tetap