Beranda / Romansa / Mencintai Seorang Climber / bab 216. Diminta Menikah

Share

bab 216. Diminta Menikah

Penulis: Yanti Soeparmo
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-19 08:16:29

Maryam terbangun ketika hidungnya mengendus bau minyak kayu putih. Untuk beberapa detik Maryam tidak ingat tempat dan waktu, pandangannya pun masih kabur.

”Maryam, sudah bangun?” Itu suara tetangganya yang bernama Nengsih.

Maryam menegakkan punggungnya, memandangi kursi panjang tempat barusan dia berbaring. Kepalanya masih terasa berat.

“Maryam, tadi emakmu menelepon aku. Katanya sudah berkali-kali menelepon ke hape kamu, tapi ora diangkat. Emakmu minta aku nengokin rumah, apakah Maryam sudah sampai rumah atau belum? Terus aku ke sini, ternyata pintunya ora dikunci. Eh, kamu lagi geletak di kursi panjang, mana gelap-gelapan lagi. Aku sudah bangunkan kamu dari tadi, tapi kamu nggak bangun juga. Kayaknya kamu pingsan ya Maryam? Makanya aku cocolkan kayu putih di hidungmu.”

Ruangan itu benderang karena Nengsih sudah menyalakan lampu. Maryam teringat masuk rumah dan tidak mengunci lagi pintu, tidak sempat menyalakan lampu, malah langsung rebahan. Diliriknya jam dinding.

“Eh, sudah jam set
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Mencintai Seorang Climber   bab 220. Proses Hukum

    Seno sudah hampir menyelesaikan jam kerjanya, tatkala ada telepon dari markas polisi. Sebetulnya Seno berniat ke rumah sakit, menjenguk bapaknya, tapi panggilan dari polisi tampaknya mendesak.Seno menelepon adiknya yang ada di rumah sakit. “Irma, kepriben kabare Bapak?”“Sejak pagi Bapak sudah sadar sepenuhnya, sudah mau disuapin bubur, biarpun hanya makan sedikit. Bapak lagi bahagia, karena Maryam baru saja menikah.”“Apa? Kapan Maryam menikah? Dengan siapa?”“Tadi pagi Maryam menikah, saat jam besuk pagi. Nikahnya dengan Marco.”“Nikah siri?”“Iya Kang, Bapak yang suruh, katanya mumpung Bapak masih ada ....”“Kok, aku sedih ya, adik-adik perempuanku dinikahi hanya secara siri?”“Marco sudah janji bakal mengurus surat nikah di KUA.”“Tolong bilang sama Bapak, kalau aku mungkin datangnya agak malam. Aku ada perlu ke kantor polisi, untuk proses hukum kasus yang menimpa Bapak kita.”“Iya Kang.”Seno mengakhiri percakapan, lantas bersiap pergi dari kantornya karena jam kerjanya sudah se

  • Mencintai Seorang Climber   bab 219. Jebakan

    Di dekat lahan sawah milik sebuah balai pertanian, seorang pria separo baya, bernama Sukendi, sedang berdiri sembari merokok. Sukendi membawa alat pancing ikan. Dia celingukan, mengamati orang-orang yang berjalan melewatinya, terutama orang yang naik motor. Dia terus mengawasi jalan kecil dekat lahan sawah itu. Jalan itu sudah diaspal, karena untuk lalu lintas warga dari dua kecamatan, dan terutama akses kendaraan roda empat serta traktor milik balai pertanian. Di tepi jalan ada beberapa warung kecil yang menjual makanan, minuman, dan bensin eceran.Sukendi duduk di bangku warung, pesan kopi.“Lagi nunggu siapa, Pak?” tanya seorang pria usia sekitar 40 tahun, yang sedari tadi duduk sambil makan gorengan dan minum teh manis di warung itu.Sukendi menoleh. “Nunggu teman.”“Mau mancing, Pak?”“Sebenarnya saya mau beli barang, katanya COD di sini.”“Oh, mau COD barang apa, Pak?”“Motor.”“Kalau beli motor mah, mending di showroom aja atuh Pak. Ada motor baru, yang second juga banyak. Kala

  • Mencintai Seorang Climber   bab 218. Mahar Seadanya

    Marco berjalan ke luar dari rumah sakit, dengan perasaan tak menentu. Lebih banyak rasa kaget di benaknya, karena tiba-tiba saja diminta untuk menikahi Maryam. Sebenarnya Marco tidak ingin memulai rumah tangga dengan nikah siri. Dia pernah merasa marah dan kecewa pada papanya yang menikah siri dengan seorang wanita, yang dijadikan istri kedua oleh papanya. Sejak saat itu, penilaian Marco terhadap nikah siri jadi negatif, nikah diam-diam, sembunyi-sembunyi, menipu istri pertama. Di mata Marco, wanita yang mau dinikahi secara siri adalah pelakor, wanita pemburu harta. Memang sudah ada contoh yang dilihatnya, yaitu Lyla yang pernah menjadi istri muda papanya. Satu lagi adalah Irma. Kentara sekali kedua wanita itu adalah pelakor pemburu harta, tanpa memikirkan perasaan wanita lain yang suaminya mereka rebut.Hari ini dia mulai paham, bahwa nikah siri itu tidak selalu bertujuan untuk akal-akalan menikahi pelakor tanpa ketahuan oleh istri tua. Nikah siri bisa jadi cara yang akan dipilih ol

  • Mencintai Seorang Climber   bab 217. Ragu untuk Menikah?

    Ketika terbersit niat hendak berangkat ke Cirebon, Marco sudah berencana untuk melamar Maryam. Maka dari itu, dia membawa seuntai kalung dan sebuah cincin, diambil dari seperangkat perhiasan emas yang pernah dibelinya untuk mahar. Karena batal menikah, mahar itu masih utuh. Marco hanya mengambil kalung dan cincin saja untuk tanda melamar Maryam. Tak disangka, dia malah diminta menikahi Maryam pada hari di mana dia baru tiba di Cirebon.“Bagaimana Nak Marco, apakah kamu bersedia menikahi Maryam, sekarang? Mumpung saya masih sadar, bisa menjadi wali nikah putri saya.”Marco melirik ke arah Maryam yang berdiri di sampingnya.Maryam bicara pada bapaknya, “Nanti saja Pak, tunggu Bapak sembuh.”“Siapa yang bisa menjamin kalau Bapak bakal sembuh?” tanya Pak Wardoyo, ”Umur manusia nggak ada yang tahu, Nak.” Wardoyo kembali menatap Marco, “Bagaimana Nak Marco?”“Iya Pak, saya siap. Tapi sebaiknya tanya dulu Maryam, supaya adil. Maryam juga berhak punya pendapat.”Wardoyo menatap putrinya. Mary

  • Mencintai Seorang Climber   bab 216. Diminta Menikah

    Maryam terbangun ketika hidungnya mengendus bau minyak kayu putih. Untuk beberapa detik Maryam tidak ingat tempat dan waktu, pandangannya pun masih kabur.”Maryam, sudah bangun?” Itu suara tetangganya yang bernama Nengsih.Maryam menegakkan punggungnya, memandangi kursi panjang tempat barusan dia berbaring. Kepalanya masih terasa berat.“Maryam, tadi emakmu menelepon aku. Katanya sudah berkali-kali menelepon ke hape kamu, tapi ora diangkat. Emakmu minta aku nengokin rumah, apakah Maryam sudah sampai rumah atau belum? Terus aku ke sini, ternyata pintunya ora dikunci. Eh, kamu lagi geletak di kursi panjang, mana gelap-gelapan lagi. Aku sudah bangunkan kamu dari tadi, tapi kamu nggak bangun juga. Kayaknya kamu pingsan ya Maryam? Makanya aku cocolkan kayu putih di hidungmu.”Ruangan itu benderang karena Nengsih sudah menyalakan lampu. Maryam teringat masuk rumah dan tidak mengunci lagi pintu, tidak sempat menyalakan lampu, malah langsung rebahan. Diliriknya jam dinding.“Eh, sudah jam set

  • Mencintai Seorang Climber   bab 215. Donor Darah

    Maryam sedang melakukan kontak telepon dengan Marco, tatkala emaknya datang dengan air muka khawatir. “Maryam, bapakmu ada di rumah sakit ....” “Ha?” Maryam lantas bicara pada Marco, “Marco, maaf ya, teleponnya aku tutup dulu. Kata emakku, bapak masuk rumah sakit. Aku mau melihat keadaannya." “Nanti kabari aku ya.” “Iya.” Maryam menghampiri emaknya. “Ayo cepat kita ke rumah sakit. Barusan emak dapat telepon dari teman bapakmu di pool bus, katanya bapakmu kecelakaan, sekarang ada di rumah sakit.” Bu Juwariyah menyebutkan nama sebuah rumah sakit. Maryam bersama emak dan adik perempuannya menaiki taksi online, menuju sebuah rumah sakit yang terletak di Kabupaten Cirebon. Tiba di sana, ternyata ada seorang rekan Pak Wardoyo, sesama pekerja di sebuah perusahaan bus. Pool bus itu terletak di kabupaten. Wardoyo ada di bangsal IGD, sedang ditangani oleh dokter. Ada beberapa luka di tubuhnya, akibat benda tumpul dan benda tajam.“Apa yang terjadi sama suami saya?” tanya Ju

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status