Share

Bab 3: Nomor yang Tidak Dikenal

Sejenak aku tertegun mendapati pesan dari nomor tidak dikenal itu. “Abang Zaky?” 

Aku merenung, sembari mengingat nama Zaky yang pernah terlintas di dalam hidupku. Memang benar, pernah ada lelaki bernama Zaky yang singgah, sebagai teman, tidak pernah lebih dari itu. 

Seingatku, Bang Zaky juga sudah menikah dengan bidadarinya dari kota Medan tiga tahun yang lalu. Gadis berparas cantik yang sanggup membuatku iri. 

Drt!

Ponselku kembali bergetar karena pesan beruntun dari Tya dan Wulan. Keduanya seakan tidak bosan menggosipkan Bang Hasan, tanpa tahu jika wanita yang telah merebut Bang Hasanku adalah adikku sendiri. 

Bisa kubayangkan, bagaimana hebohnya Tya dan Wulan jika keduanya mengetahui hal ini. Biarlah, biar mereka tahu saat lamaran sudah berlangsung, dan tinggal menunggu hari pernikahan Anisya dengan Bang Hasan. 

Deg! Lagi-lagi jantungku merasakan sakit. Seolah menyadarkanku jika Bang Hasan telah jadi milik gadis lain, dan gadis itu adalah adikku sendiri. 

[@Zahrah? Bagaimana jika aku menjodohkanmu dengan Syukur Adam?] Tya kembali meng-tag namaku di kolom chat. 

Aku mengabaikan pesan dari lelaki yang mengaku bernama Zaky dan bergegas bergabung dengan Tya dan Wulan. 

[@Tya, Syukur Adam yang mana?] Wulan lebih dulu membalas chat Tya. 

[@Wulan, ituloh, Bang Syukur, sepupuku yang tinggal di Medan. Kemarin dia singgah di rumah Nenek, lagi cari istri, katanya.]

Tya berceloteh ria melalui pesan chatnya. Bisa kutebak jika Tya sedang terkekeh geli setelah melayangkan balasan itu. 

Siapa yang tidak kenal dengan Bang Syukur? Lelaki buaya darat yang suka gonta-ganti pacar itu seakan tidak pernah mati karir keplayboyan-nya.

Tidak cukup menggoda gadis lain, bahkan aku dan Wulan tidak luput dari serangan rayuan gombal nan memuakkan itu. Jika saja cara Bang Syukur menggoda lebih elegan, mungkin aku tidak akan se-ilfeel ini setiap kali mengingat Bang Syukur. 

[@Tya, gila kali! Bang Syukur si buaya buntung itu mau kamu jodohkan dengan Zahrah? Sama aja ngelempar temen sendiri ke kandang buaya kurapan!] Kali ini, giliran Wulan yang merinding. 

[@Zahrah, memang Bang Syukur kurapan, ya?] Tya menodongku yang sedari tadi hanya diam dan menyimak typingan keduanya. 

Jujur, aku tidak kuasa menahan senyum saat membaca balasan dari Wulan. Tega sekali dia menyebut Bang Syukur sebagai buaya kurapan. Padahal, penampilan Bang Syukur yang necis, tidak cocok jika disebut kurapan. 

Tapi, aku tidak bisa menjamin jika Bang Syukur benar-benar bersih dari kurap. Lelaki itu terlalu senang umbar janji manis yang lebih manis dari pemanis buatan. Mungkin saja, ada gadis-gadis yang terluka batinnya, lalu mengirim mantra agar Bang Syukur jadi kurapan sungguhan. 

[@Tya, ngapain tanya Zahrah, kamu kan sepupunya Bang Syukur. Kamu harusnya lebih tahu dibanding Zahrah] Protes Wulan masih di kolom chat group.

[@Wulan, memangnya aku pernah lihat punggungnya Bang Syukur? Aaddehh!]

[@Tya, kali aja, kan? Hehe ....]

Senyumku semakin lebar setelah melihat perdebatan menggemaskan dari Tya dan Wulan. 

Aku masih menunggu typingan selanjutnya dari Tya, ingin sekali melihat balasan dari gadis super cerewet itu atas tuduhan dari Wulan terhadapnya. 

Tetapi ... Drt!

[Dek, kenapa enggak dibalas, ya?]

Pesan lain dari nomor tidak dikenal itu mendahului balasan Tya. 

Alisku hampir bertaut saat membaca pesan tersebut. Sudah dua pesan dari nomor yang sama, namun aku tidak tertarik untuk membalas apalagi penasaran dengan kebenaran dibalik nama Zaky itu. 

Tok Tok!

“Kak Zahrah?” Kepala Anisya menyembul dari balik daun pintu. 

Anisya mengulas senyum hingga kedua matanya sedikit menyipit. Perlahan, Anisya mendorong daun pintu, masuk ke kamar meski tanpa izin dariku.

“Kenapa, Dek?” Kusembunyikan cepat-cepat ponsel yang sedari tadi menghiburku itu. Lalu duduk lebih tegak demi menyambut Anisya yang menempati sisi ranjang. 

“Eeum, Kak, aku mau curhat sedikit, boleh?” Anisya membuat jarak kecil di antara ibu jari dan telunjuknya.

“Curhat soal apa?” balasku dingin. 

Tidak pernah sebelumnya Anisya curhat apapun padaku. Termasuk hal sepele sekalipun. Hal aneh jika tiba-tiba, tidak ada angin atau hujan Anisya meminta untuk curhat. 

“Kak, eum ... apa Bang Hasan itu cocok untuk jadi imam Anisya?” Gadis itu lagi-lagi mengulas senyum. 

Kurasakan perasaanku tersayat saat mendengar nama Bang Hasan disebut lagi oleh Anisya. Entah mengapa, aku merasa jika saat ini Anisya hanya berusaha menegaskan padaku, jika dialah yang dipilih oleh Bang Hasan. 

Astagfirullah! Lagi-lagi aku beristigfar di dalam hati. Kutepis segala buruk sangka yang mulai bermunculan di benak terhadap Anisya. Bagaimanapun, Anisya berhak melakukan hal itu, karena memang Bang Hasan telah memilih Anisya sebagai makmumnya. 

“Kenapa bertanya seperti itu, Dek? Kamu sudah menerima lamaran Bang Hasan, kenapa masih menyimpan ragu-ragu?” 

“Gini loh, Kak, kan Bang Hasan itu temennya Kakak Zahrah, berarti Kak Zahrah lebih tahu soal Bang Hasan daripada aku.” 

“Tidak, Dek. Kakak tidak tahu banyak soal Bang Hasan,” elakku tanpa mengalihkan pandangan dari Anisya. 

Jujur saja, tujuanku mengelak seperti itu, bukanlah untuk menyembunyikan apalagi menjelek-jelekkan Bang Hasan di depan Anisya. Aku hanya ingin berhenti membahas soal Bang Hasan saat ini. 

“Ih, kok gitu, Kak? Semua orang juga tahu Kakak dan Bang Hasan itu teman dekat. Lagian, nantinya Bang Hasan itu akan jadi adik iparnya Kakak.” Kurasakan suara Anisya sedikit meninggi, sepertinya Anisya mulai kesal dengan jawabanku yang hanya seala kadar. 

“Kakak iri karena aku menikah lebih dulu dari Kakak?” todong Anisya yang membuatku berjengit. 

Jantungku terasa berdetak jauh lebih cepat. Pelipis mulai berkeringat dingin, dan wajah mulai terasa hangat. 

“Aku cuma nanya soal Bang Hasan, tapi jawaban Kakak judes banget kayak gitu. Memangnya salah Anisya, kalau Anisya ngelangkahin Kak Zahra?” Anisya seakan tidak mau berhenti memojokkan diriku. 

Aku semakin tersudut, bahkan aku tidak bisa lagi membalas ucapan Anisya. Bahkan sikap diamku saat ini, seakan menunjukkan jika semua tuduhan Anisya padaku itu benar. 

“Dek, apa harus bicara seperti itu? Memangnya Kakak pernah melarang kamu melangkahi Kakak?”

“Tapi Kakak seperti tidak suka kalau Anisya yang menikah lebih dulu. Tadi siang, Kakak langsung masuk ke kamar, bahkan tidak bangun sampai sore. Kakak juga mengurung diri di kamar setelah tahu Anisya juga dilamar Bang Burhan. Apa itu bukan iri namanya?” Suara Anisya semakin tinggi. Anisya seakan tidak mau memberiku celah untuk membela diri. 

Terlihat jelas guratan kekesalan yang melanda paras cantik Anisya. Bahkan bibirnya bergetar menahan kesal.

“Apa ini, kenapa?” Mamak muncul dari balik daun pintu. 

Wajah Mamak terlihat begitu khawatir saat mendengar suara Anisya yang seperti memekik. Wajah Anisya berubah pucat saat melihat kehadiran Mamak. Anisya bangun dari tepian ranjang dan berdiri dengan wajah menyesal. 

“Kenapa, Nak?” Entah pada siapa Mamak bertanya, sebab selama ini Mamak memanggil kami berdua dengan sebutan Nak. 

Anisya bungkam, aku juga diam. Tidak ada satu orang pun di antara kami yang berani mulai bercerita. 

“Kenapa Anisya berteriak, Kak?” Kali ini pandangan Mamak mengarah kepadaku. 

“Enggak ada, Mak. Kami cuma bercerita, sangking serunya sampai Anisya berteriak,” potong Anisya. 

Terlihat Mamak percaya pada jawaban Anisya. Mamak manggut-manggut, lalu mengalihkan pandangannya kembali kepadaku. 

“Ya sudah, istirahat, Kak! Besok kan kerja lagi,” ujar Mamak padaku. 

“Ayo Anisya, jangan ganggu Kak Zahrah. Kita keluar dan istirahat di kamar. Besok, kita harus ke rumah Nenek lebih awal,” lanjut Mamak pada Anisya. 

Anisya menuruti perintah Mamak. Tepat setelah Mamak berbalik, Anisya segera menyusul langkah Mamak, lagi-lagi tanpa berpamitan padaku. 

Kulihat Anisya menutup pintu kamarku dengan pelan. Menyisakan hening yang menyerbu, serta perasaanku yang telah ikut membeku. 

Ddrrtt Dddrtt

Ponselku yang tertindih di bawah bantal tiba-tiba bergetar. Buru-buru aku meraih ponsel karena mengira Tya dan Wulan menerror karena aku menghilang tiba-tiba. 

Lagi-lagi, aku dikagetkan oleh nomor tidak dikenal yang tertera di layar. 

“Zaky lagi?” gumamku dalam hati.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Namira P
anisya itu ular berbulu kucing
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status