Share

Bab 33: Melamar, Katanya

Rintik hujan terdengar bak lagu yang merdu.

Bersama di bawah langit yang kelabu.

Aku dan kamu, berusaha untuk bersatu.

“Abang kapan pulang?” tanyaku setelah kami lama terdiam.

Pemuda yang sedari tadi kusebut pemuda patung itu ternyata benar pemilik manik mata indah yang begitu kukagumi tiga tahun lalu. Dia segera melepas tudung hoodie serta masker begitu aku berbalik. Senyum yang selalu memikat itu dia tunjukkan begitu tatapan kami bertemu.

Kami memutuskan untuk berbicara sebentar, sembari menunggu hujan reda. Setidaknya, saling menyapa sebagai sebuah keluarga yang telah berpisah meski rasa canggung terus menyiksa.

“Sudah hampir seminggu, Zahrah. Kamu ... apa kabarnya?” balasnya lemah.

Suara Bang Hasan sudah banyak berubah, bahkan parasnya menjadi lebih tampan berwibawa dibanding sebelumnya. Aku menelan saliva, saat jantungku yang nakal itu kembali memo

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status