Share

Mencintai Tuan Manipulatif
Mencintai Tuan Manipulatif
Author: Is this fay

1. Bertemu kembali

Kenapa suasananya sangat mencekam begini?

Sejak Pak Dimas menyuruhku, sebagai ketua tim, untuk presentasi di depan presdir baru, ruang rapat yang temaram ini terasa semakin dingin. Dengar-dengar perusahaan ini memang sudah diakuisisi oleh perusahaan lain. Saham sedang turun drastis, dan entah apa yang terjadi dengan Presdir lama setelah kerugian itu.

Kami sudah duduk di kursi masing-masing di ruang rapat, tapi orang yang disebut sebagai presdir baru itu belum juga muncul. Aku semakin gugup. Sepertinya ucapan Pak Dimas tadi mulai memenuhi kepalaku.

Lima menit kemudian, pintu kembali dibuka. Seorang pria berjas biru tua dan kemeja putih masuk dengan penuh wibawa. Tubuhnya yang tinggi menjulang tampak kontras dengan Pak Dimas yang berjalan di belakangnya.

Leher berurat dan garis potongan rambut yang rapi menampilkan sosok yang sangat maskulin. Tatapannya tampak misterius, membuat siapapun terintimidasi, penasaran, sekaligus tegang. Bahkan bau parfumnya sangat kuat dan khas, seperti bau teh bercampur Calabrian bergamot menguar ke seluruh ruangan dan mendominasi. 

Aku mengerjap-ngerjapkan mata memastikan kalau yang kulihat benar-benar dia. Mulutku ternganga lumayan lama. Tampilannya sungguh berbeda dari 6 tahun lalu, tapi itu bukan suatu yang buruk. 

Dia malah… semakin menggoda.

"Aku yakin ini cuma kebetulan," gumamku.

‘Tidak mungkin kan dia Presdir barunya? Ah mungkin saja ini hanyalah kerjasama antar perusahaan?’ kata batinku.

Ya, mana mungkin seorang Laskar Bimantara, pemilik Mandala Group, menjadi presdir baru Grandmath?

Deg!

Aku terkejut saat Laskar tiba-tiba menoleh ke arahku. Kami saling bersitatap seperkian detik. Tak ada senyuman, tak ada ekspresi apapun.

Apa dia masih mengingatku?

Apa dia masih mengingat ucapan kasarnya kepadaku saat menolak perjodohan waktu itu? 

“Meskipun Nenek menyuruh kita menikah, aku tidak pernah sudi! Kamu itu cuma pengasuh Nenek, jangan berharap berlebihan! Lagipula, aku sudah punya kekasih yang akan kunikahi, jadi kubur harapan menjijikanmu itu!”

Ah… lagi-lagi kata-kata itu teringat di kepalaku.

Aku melirik ke arahnya. Entahlah, tapi rasa-rasanya dia tidak suka melihatku ada di sini. Wajahnya masih datar, malah cenderung mengernyit. Segera aku mengalihkan tatapan ke arah lain, khawatir yang lain menyadari suasana canggung ini.

Satu hal mengusik di dalam, debaran yang sama setiap kali aku melihat wajah tampan itu tidak benar-benar hilang. Setelah dia muncul kembali di hadapanku dengan segala paket lengkapnya, ditambah pesona maskulin dari seorang pria matang. Debaran cinta berubah menjadi sebuah gairah yang tidak dapat dideskripsikan.

"Ayo, Sabrina jangan bengong!" Pak Dimas menegur dan memintaku menampilkan materi.

Aku tersentak, berusaha tidak memikirkan alasan kenapa sekarang dia malah muncul di hadapanku. Tubuhku mendadak jadi panas dingin. Kupandangi sosok gagah tinggi yang berjalan lumayan tak jauh di depanku dengan hati gelisah. 

‘Bagaimana ini? Kenapa hatiku tiba-tiba gelisah?’ batinku.

Dengan ekspresi santai, Laskar duduk di kursi paling depan yang berada dekat dengan layar proyektor, di mana aku juga akan berdiri di sana. Lagi-lagi Laskar sukses membuat aku kesusahan meneguk saliva ketika meletakan kursinya hanya tiga jengkal dari posisiku berdiri.

Selama rapat berlangsung, mata hazel itu bukannya fokus pada layar proyektor yang sedang menampilkan progress pemasaran yang sedang kujelaskan, tapi ke arah mataku. Aku kehilangan konsentrasi, dan beberapa kali harus mengulang penjelasan. 

Apa pria ini sengaja menggodaku? Sikap pria ini jelas berbeda dari yang dulu.

Selesai rapat, Laskar masih tak membiarkanku bernapas lega. Sebelum aku beranjak keluar ruangan, aku memergoki Laskar menatap ke arahku dengan seringai tipis di sudut bibirnya. 

Dengan terburu-buru aku berjalan keluar menutup pintu ruangan itu menyusul teman-teman tim yang sudah keluar lebih dulu. Hanya dengan tatapan itu, dia berhasil membuatku bertanya-tanya, ‘Kira-kira apa yang dia pikirkan?’

Aku mengamati dari jauh pintu ruang rapat yang tertutup. Semenjak rapat berakhir Laskar tak kunjung keluar dari sana. Sampai sekarang hari sudah larut.

"Hei! Lihat apa?" tiba-tiba seorang pria menodongkan wajahnya begitu dekat ke wajahku. Aku terhenyak mundur ke belakang sampai-sampai hampir terjengkang.

Tapi pria itu segera menahan kursiku dengan kedua tangannya. Hingga tubuh kami hampir menempel. Karyawan lain memperhatikan kami, tapi sedetik kemudian langsung acuh tak acuh. 

"Hei, kamu begitu terkejut? Kenapa?" tanyanya dengan diiringi kekehan. Wajah tengilnya mendominasi.

"Tristan! Kamu mengagetkanku tau!" refleks aku pukul bahunya dan memundurkan kursi menjauh dari wajah Tristan yang hanya berjarak beberapa senti itu.

"Lagian, kamu bengong terus, kamu pasti sama-sama sedang terpesona dengan ketampanan Presdir baru kita ya?" goda Tristan.

Walaupun Tristan bekerja di divisi keamanan, ia memiliki wajah yang manis dan tampan. Kepribadiannya yang mudah bergaul, sampai nama Tristan terkenal di divisi manapun.

"Bicara apa sih? Jangan sok tahu ya! Sudah sana, jangan ganggu aku lagi! Hari ini aku mau lembur!" aku memperingatkannya. Lalu kembali mengetik dan menatap layar komputerku.

Lagi, Tristan menodongkan wajahnya ke arahku sambil berbisik.

"Semakin menarik! Aku cukup suka pada gadis yang galak dan tegas sepertimu!"

Aku menoleh seraya menaikkan salah satu sudut bibir. Tristan memainkan kedua alisnya dan tersenyum manis. Pria ini berusaha menggodaku seperti hari-hari biasanya.

"Bagaimana kalau kita pertimbangkan untuk jadi–"

"Tristan!" aku membungkam mulutnya.

“Ehem!”

Suara dehaman itu membuatku menoleh, dan langsung membelalakan mata. Laskar dan sekretarisnya baru saja melewati mejaku dengan ekspresi datar seperti sebelumnya.

Seketika aku menegang ketika memandang dengan sorot mata yang suram.

Kenapa aku merasa seperti sedang selingkuh darinya?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status