Share

Bab 3

Penulis: Isha
Kania jarang keluar rumah, sebagian besar waktunya dihabiskan di studio lukis.

Namun, di tengah hujan deras ini, dia tetap mau keluar, itu membuat Zita penasaran.

"Kania, kamu 'kan nggak punya pacar, mau ke mana di cuaca buruk begini?"

Kania tidak tahu bagaimana menjelaskan rencananya untuk pergi, jadi dia hanya asal menjawab, "Aku … ada keperluan yang harus diurus."

Lagi pula, begitu mobil tiba di kantor visa, mereka pasti akan tahu juga.

Tanpa bertanya lagi, Zita berbalik dan mengobrol dengan Sandi tentang rencana hari ini.

Keduanya mengobrol dengan begitu akrab, seakan lupa kalau ada orang lain di kursi belakang.

Di sela lampu merah, Zita mengeluarkan lipstiknya dan meminta Sandi membantunya merapikan riasan.

Sandi tidak menolak, dia memegang wajah Zita dengan lembut dan membantunya dengan hati-hati.

Melihat keduanya hampir saling menempel, Kania memalingkan wajah, menatap hujan badai di luar jendela.

Saat mereka hampir sampai di tujuan, tiba-tiba Zita berkata ingin kembali ke rumah mengambil jaket.

Melihat jarak di peta tinggal dua kilometer, Sandi dengan tegas mengatakan mereka tidak searah dan meminta Kania turun mencari kendaraan lain.

Kania tersenyum pahit. Tanpa berkata apa-apa, dia turun sendirian dari mobil .

Mobil hitam itu melaju kencang, menyisakan deru angin dan hujan.

Jalanan itu sepi dari mobil maupun pejalan kaki. Kania berjalan dua kilometer di tengah hujan menuju kantor visa, menyerahkan semua dokumen yang diperlukan.

Setelah urusannya selesai, dia keluar dan bertemu dengan wali kelasnya semasa SMA. Mereka berdua sempat bertukar kabar.

Mendengar Kania berencana pindah ke luar negeri, wajah wali kelasnya tampak agak terkejut.

"Kamu nggak berencana untuk kembali lagi setelah pergi ke luar negeri? Bagaimana dengan om kamu, apa dia akan menyetujui?"

Kania tidak tahu kenapa wali kelasnya tiba-tiba menyebut soal pamannya itu. Dia hanya bisa berbohong.

"Dia setuju. Lagi pula kami nggak ada hubungan darah, aku juga sudah dewasa, nggak mungkin merepotkan dia terus. Pergi ke luar negeri untuk menambah pengalaman 'kan bagus."

Wali kelasnya mengangguk pelan, tampak terharu.

"Meskipun kalian nggak ada hubungan darah, tapi Pak Sandi benar-benar nggak ada tandingannya. Masih ingat dulu waktu kamu ikut lomba, ada siswa dari sekolah lain yang menuduhmu menjiplak. Saat itu, om kamu sedang kena radang usus buntu dan baru saja selesai dioperasi, tapi dia tetap datang ke lokasi lomba untuk membelamu. Lalu waktu kamu jatuh di sekolah, dia bahkan rela meninggalkan kontrak bisnis bernilai miliaran hanya untuk mengantar kamu ke rumah sakit. Atau saat kamu diganggu beberapa preman, dia juga yang menyuruh orang untuk memberi pelajaran kepada mereka ...."

Mendengar wali kelasnya bercerita tentang masa lalu, pikiran Kania pun melayang kembali pada kenangan lama itu.

Di akhir pembicaraan, wali kelasnya menggenggam tangannya. Dengan penuh perhatian, memintanya untuk mengingat kebaikan pamannya dan membalasnya dengan baik.

Kania hanya mengangguk pelan.

Memang, dia sudah memutuskan. Sebelum pergi, dia ingin membalas semua kebaikan Sandi selama ini.

Bagi Sandi, balasan terbaik mungkin adalah mendengar kabar kepergiannya.

Dengan begitu, dia tak perlu lagi khawatir kalau Kania akan terus bergantung padanya.

Sesampainya di rumah, Kania mengganti pakaiannya yang basah terkena hujan, lalu duduk di meja belajar dan mulai menghitung pengeluarannya.

Selama tinggal di keluarga Buwono selama bertahun-tahun, dia selalu memperhatikan setiap pengeluaran tahunannya, jadi dia bisa memperkirakan jumlahnya dengan cepat.

Selain pengeluaran langsung, ada juga biaya tak terduga yang sulit dihitung, jadi dia berencana untuk mengembalikannya dengan jumlah tiga kali lipat.

Pagi tadi, dia sudah mengumpulkan semua hadiah yang pernah diberikan Sandi dan memasangnya di situs jual beli.

Setelah itu, dia menghubungi agen properti untuk menjual rumah lama milik Keluarga Rusli.

Setelah menyelesaikan semua itu, dia merasa lega, lalu merebahkan diri di tempat tidur. Tiba-tiba ponselnya bergetar beberapa kali.

Saat dibuka, ternyata ada belasan foto yang dikirim oleh Zita beserta pesan singkat.

"Kania, aku dan om kamu mau liburan ke Havana beberapa hari. Kamu harus baik-baik di rumah, ya."

Tanpa perlu membuka fotonya, Kania sudah tahu bahwa isinya adalah foto-foto Zita dan Sandi yang sedang bermesraan.

Sejak hubungan mereka diumumkan, setiap kali kencan, Zita selalu mengirimkan banyak foto semacam itu.

Dulu, melihat foto-foto itu membuatnya sulit tidur, menangis sampai matanya bengkak.

Namun sekarang, dia sudah memutuskan hanya akan menganggap Sandi sebagai keluarga. Dia tidak akan terpengaruh lagi oleh Zita.

Entah apa maksud di balik tindakan Zita, Kania tidak mau peduli. Dengan tenang, dia membalas pesan itu.

"Baik, selamat bersenang-senang."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rna 1122
bagus cepet pergi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Mencintai dalam Diam   Bab 26

    Meskipun Keluarga Kurnia bukan dari kalangan pejabat atau pedagang kaya, mereka selalu dihormati di Jintara berkat warisan budaya literatur mereka yang sudah turun-temurun.Hingga generasi Zita, Keluarga Kurnia hanya memiliki satu anak perempuan, sehingga mereka membesarkannya dengan penuh perhatian, mencurahkan banyak sumber daya sejak kecil untuk memastikan masa depan cerah yang dapat mendukung keluarga.Untuk itu, Keluarga Kurnia secara khusus mengundang seorang maestro seni lukis tradisional yang paling terkenal di negeri ini untuk mendidik Zita sejak kecil. Dengan reputasi sebagai murid langsung dari Pak Jayadi, Zita berhasil menciptakan nama besar di dunia seni lukis meski usianya masih muda.Melalui Pak Jayadi pula Zita bisa mengenal Sandi.Ketika berita pertunangan mereka menyebar, Keluarga Kurnia sangat gembira, mengira inilah kesempatan untuk mencapai puncak kesuksesan.Namun, tidak sampai satu bulan kemudian, berita bahwa Zita diusir dari vila Keluarga Buwono menyebar luas d

  • Mencintai dalam Diam   Bab 25

    Setelah upacara pembukaan selesai, Kania mengantar keluarga tantenya keluar dari kampus, lalu berbalik menuju fakultasnya.Baru saja sampai di gerbang, dia mendongak dan langsung bertemu dengan sepasang mata yang sangat tidak asing.Entah kenapa, setelah sepenuhnya melepaskan perasaan itu, setiap kali bertemu Sandi, dia selalu merasa seperti anak kecil yang ketahuan berbuat salah oleh orang tuanya.Rasanya persis seperti saat dia diam-diam memberikan kalung ibunya kepada temannya dan ketahuan.Apakah ini yang disebut wibawa dari seorang senior?Bertemu langsung seperti ini, dia tidak mungkin berpura-pura tidak melihatnya. Dengan gugup, dia maju untuk menyapa Sandi."Om, kenapa Om ke sini?"Melihat matanya yang menghindar, hati Sandi terasa sakit.Namun, dia menekan gejolak emosinya dan berpura-pura tenang."Aku datang untuk melihat upacara pembukaan."Kania mengangguk pelan tanpa berkata apa-apa lagi.Keduanya berjalan dalam diam, perlahan memasuki fakultas.Keheningan ini membuat Sand

  • Mencintai dalam Diam   Bab 24

    Sejak mengetahui bahwa Nona Kania bukan kabur dari rumah melainkan pindah ke luar negeri, dahi pengurus rumah selalu berkerut.Dulu, saat Nona Kania masih di sini, jika mereka melakukan kesalahan, masih ada yang membela mereka.Selama Nona Kania yang bicara, kesalahan sebesar apa pun, Sandi pasti akan memaafkannya.Karena sekarang dia tidak ada, yang menderita adalah para pelayan di bawah Sandi.Entah kenapa, Sandi belakangan ini tidak hanya murung, tetapi juga gemar mencari kesalahan.Juru masak tidak memasak bubur pagi, Sandi langsung marah besar. Juru masak yang panik hanya bisa buru-buru memasak sambil menggerutu. "Nona Kania nggak ada, Pak Sandi sendiri juga nggak suka bubur. Wajar dong, kalau nggak dimasak?"Tukang kebun memangkas dua pohon di halaman, gajinya langsung dipotong dua bulan. Tukang kebun itu berpikir keras, tetapi tidak mengerti. Bukankah dua pohon itu ditanam oleh Nona Kania, yang sebelum pergi terus berpesan agar sering dipangkas supaya bisa tumbuh tinggi? Apa yan

  • Mencintai dalam Diam   Bab 23

    Setelah tiba di Jintara, asisten yang pengunduran dirinya ditolak langsung datang menjemput Sandi dengan mobil.Setelah melewati peristiwa ini, asisten itu melihat banyak hal dengan lebih jelas. Sekarang dia bekerja dengan sungguh-sungguh, pikirannya hanya tertuju pada atasannya dan Nona yang pernah menyelamatkan nyawanya.Selama dua hari ini, ponselnya hampir tidak berhenti berdering karena masalah pernikahan yang dibatalkan. Namun, dia tetap tutup mulut, tidak mengungkapkan sepatah kata pun.Kini bosnya sudah kembali, beban dan tekanan yang dia pikul akhirnya bisa dilepaskan, membuat suasana hatinya jauh lebih baik.Satu-satunya masalah adalah suasana hati bosnya tampaknya tidak terlalu baik, sehingga dia menyampaikan laporan dengan nada yang sangat hati-hati."Pak Sandi, meskipun pernikahan telah dibatalkan, Nona Zita terus membuat keributan. Kemarin dia bahkan membawa barang-barangnya dan pindah ke vila, tinggal di kamar yang dulu dihuni oleh Nona Kania."Mendengar hal ini, Sandi l

  • Mencintai dalam Diam   Bab 22

    Kemala tidak bicara, hanya memandanginya dengan tatapan tajam.Malam musim panas yang terik membuat Sandi berkeringat dingin di bawah tatapan itu.Sandi mengira Kemala tidak mendengarnya dengan jelas, dan saat hendak bertanya lagi, Kemala akhirnya berbicara."Kania bilang hari ini hari pernikahanmu. Kenapa kamu ada di Zelandia? Pengantin pria nggak perlu menghadiri pernikahan sendiri, ya?"Nada suaranya terdengar sangat tenang, tetapi kata-katanya mengguncang hati Sandi seperti badai besar.Di bawah tekanan dan aura kuatnya, akal sehat Sandi yang sempat hilang akhirnya kembali."Pernikahan dibatalkan.""Kenapa dibatalkan? Apa karena mau menemui Kania? Apa Om Buwono tahu soal ini?"Kemala tidak memberinya kesempatan untuk bernapas sama sekali. Rentetan pertanyaan itu seperti butiran mutiara yang jatuh ke piring keramik, menimbulkan suara gemerincing.Setelah beberapa menit hening, Sandi akhirnya memaksa dirinya memberikan jawaban."Dibatalkan sebelum aku datang. Ini nggak ada hubunganny

  • Mencintai dalam Diam   Bab 21

    Setelah Kania membawa Liana pergi, Sandi duduk sendirian di ruang pribadi hingga langit gelap.Baru setelah pelayan masuk untuk membereskan meja dan dengan hormat mengatakan bahwa restoran akan tutup, dia membayar ganti rugi atas barang-barang yang rusak, lalu meninggalkan restoran itu dengan linglung.Dalam gelapnya malam, lampu jalan mulai menyala di mana-mana.Saat dia membuka ponselnya, ada lebih dari seratus panggilan tak terjawab dan 99+ pesan yang belum dibaca.Ada dari Zita, dari orang tuanya, dari teman-temannya, dan dari pembawa acara.Pembawa acara?Oh, benar. Hari ini adalah hari pernikahannya. Dia hampir lupa.Namun, ingat atau tidak, apa bedanya?Pernikahan ini pada dasarnya hanya pura-pura. Sebuah sandiwara yang diatur olehnya dan Zita untuk menghancurkan delusi Kania terhadap dirinya.Apa yang dia inginkan sudah didapatkan tanpa usaha berarti, jadi pernikahan ini tidak lagi diperlukan.Mengingat bagaimana selama dua bulan ini dia menahan rasa tidak nyaman, berpura-pura

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status