“Ayah mengizinkanku kembali ke apartemen, dengan syarat tinggal bersamamu di apartemen. So, you must join with me, Car. Let’s join us!” jawab Ara sambil tersenyum.
“Wow, ada saham aku ternyata,” ucapnya dengan mata yang berbinar bahagia.
“Pastinya. Kalau nggak mana mungkin Ayah akan setuju,” kata Ara.
“Kenapa syaratnya nggak dipertemukan dulu sama orangnya, Ra?” usul Carista.
“Aku nggak mikirin orangnya Car. Secara, kalau sudah pilihan orang tua nggak mungkin salah kan?” bela Ara.
“Sangat betul. Kalau begitu kamu harus membayarku dengan gaji yang besar,” canda Carista
“Ok. Satu saja cukup kan?” yakin Ara.
Aku sudah tau “gaji” yang dimaksud Carista. Apalagi kalau bukan tas branded incarannya untuk menambah koleksinya.
”it’s ok Ra. Ayo cepat makan, aku sudah nggak sabar dengan tasnya. Nanti kusampaikan dulu sama ibuk dirumah,” jawab Carista cepat.
“Giliran yang mau dapat “gaji” tambahan malah aku yang didesak,” desah Ara.
“Hehehehe. Dilarang merusak kesenangan orang yang lagi happy, Ara,” protes Carista.
“Terima kasih, Car,” lirih Ara.
“Seharusnya aku yang terima kasih, Ra!” balas Carista.
“Aku juga berterima kasih sama kamu, Car. Berkat kamu semua keinginanku dikabulkan ayah. Nih tangan udah gatal-gatal pengen melukis lagi,” jawab Ara.
“Kalau begitu, kita sama-sama terima kasih dong. Kan aku juga dapat “gaji” tambahan,” ucapnya sambil tertawa.
Usai makan siang di Restoran dan dilanjutkan jalan-jalan di mall.
Carista sibuk mencari tas yang menjadi incarannya, sebagai pajak yang harus kubayar karena telah melibatkannya untuk tinggal di Apartemen.
Setelah capek berkeliling, kami memutuskan untuk pulang karena hari sudah sore.
Aku mengantarkan Carista pulang, selanjutnya kembali ke rumah untuk berkemas-kemas, mengemasi barang-barang yang akan kubawa ke Apartemen.
"Alhamdulillah, akhirnya aku bisa merasakan udara kebebasan. Semoga saja ini adalah pilihan yang tepat," Do’a ku penuh harap.
***
Hari ini adalah hari pertama aku menginjakkan kaki di Apartemen.
Setelah sekian lama aku tidak menempatinya. Aku langsung menuju unitku yang ada di lantai 10 bangunan megah ini.
Sesampainya di dalam, aroma lavender menyambut kedatanganku. Aroma yang sudah lama aku rindukan.
Sungguh aroma yang menenangkan, aku membuka gorden yang sudah lama tidak dibuka, agar cahaya matahari masuk ke dalam ruangan.
Semuanya masih seperti saat aku tinggalkan, semua barang masih tersusun rapi pada tempatnya.
Ruangan beserta perabotan dalam keadaan bersih dan terawat, karena buk Darmi selalu membersihkan apartemen ini dua kali dalam seminggu.
Aku merebahkan tubuhku dikasur yang sudah lama aku impikan. Bahagia banget rasanya.
Hari ini adalah hari kebebasan yang sudah lama aku nantikan. Aku sudah tidak sabar untuk memulai hari esok.
Sekarang saatnya menyusun ulang semua schedule dan jadwal acara penting lainnya.
Aku mancari ponsel, untuk menghubungi Carista.
Chat via whattsApp dengan Carista
“Dimana, Car? Aku udah di apartemen, kamu langsung kesini ya,” tulis Ara.
Setelah lama menunggu Carista membaca pesan. Akhirnya masuk pesan balasan dari Carista.
“Ok. Sebentar lagi aku nyampe. Aku sudah on the way, Ra!” balasan dari Carista.
Sambil menunggu Carista, kakiku melangkah menuju kaca raksasa yang ada di ruangan ini.
Aku bisa menikmati pemandangan alam yang tersaji melalui kaca transparan ini.
Dari sini aku bisa melihat rutinitas kota yang penuh dengan kesibukan. Entah kapan hiruk pikuk kota akan berhenti.
Ketika sedang menikmati pemandangan kota, terdengar bunyi pintu dibuka.
Siapalagi kalau bukan Carista, yang sudah sangat hapal dengan passwordnya.
Carista masuk dengan dua tentengan plastik besar ditangannya.
“Bawa apa, Car?” tanyaku saat melihat tentengan di tangan Carista.
“Apalagi kalau bukan keperluan untuk makan. Aku tahu kulkas pasti belum diisi bahan-bahan keperluan harian. Makanya aku langsung belanja beberapa makanan yang bisa kita masak nantinya, karena aku tidak mau mati kelaparan disini!” ucapnya.
“Kalau untuk urusan makan, kamu memang juaranya, Car!” gumam Ara.
“Iya dong. Semuanya harus disiapkan sematang mungkin, apalagi urusan lambung adalah nomor satu kalau tidak mau kelaparan. Satu hal lagi kamu harus mengganti belanjaanku!” Carista menambahkan argumennya dengan senyuman jahil terpampang jelas diwajahnya
“Hahahha. Kirain gratis, Car. Ternyata harus bayar,” gurauku sambil berjalan menuju dapur untuk mengambil minum
“Yeee. Aku kan cuma menjalankan apa yang seharusnya aku lakukan, Ara,” jawab Carista membela diri
“Just kidding, Car!” ucapku sambil tersenyum.
Carista duduk di ruang “TV Room” sambil membongkar belanjaannya. Selanjutnya menyusun barang-barang belanjaannya ke dalam lemari pendingin.
“Apa rencanamu selanjutnya, Ra?” Carista menanyakan rencanaku lebih lanjut.
“Belum tau Car, aku belum menyusunnya,” jawabku seadanya.
“Selamat menyusun schedule kebebasan, Ara! Welcome freedom!” ucapnya penuh semangat.
“Terima kasih banyak, Car. Semoga saja semua berjalan sesuai dengan yang aku harapkan, Car!” jawabku penuh harap.
“Pastinya, Ra. Kamu sudah makan?” tanya Carista.
“Belum, Car,” jawabku yang memang belum makan dari tadi.
“Pesan online aja ya, Ra,” terdengar suara Carista memberikan usulan
“Ok, Car” jawabku sambil menautkan jari telunjuk dan ibu jari
“Kamu yang bayar ya, Ra!” jawabnya sambil tersenyum indah
“Iya deh, aku yang bayar. Semuanya aku yang bayar, kalau kamu butuh apa-apa. Dasar nggak mau rugi sedikitpun.”
“Bahagianya!” ucap Carista sambil tertawa seperti habis menang lotre.
“Minggu depan aku mau ke Padang, Car!” kata Ara.
“Ada acara apa kesana?” tanya Carista.
“Ada kegiatan studi banding ke Universitas Negeri Padang!” jelas Ara.
“Berapa lama disana?” sela Carista.
“Belum tau, Car. Paling lama seminggu. Paling cepat 3 hari. Tergantung sikon disana nantinya. Kalau kerjaan cepat kelarnya, aku akan segera kembali,” papar Ara.
“Sudah minta izin sama ayah dan bunda, Ra?” tanya Carista.
“Kemaren sudah minta izin, Car. Diizinkan ayah dengan syarat hati-hati disana. Lagian kan ini kegiatan kampus bukan kegiatan pribadi aku, nggak mungkin ayah nggak mengizinkan,” jawabku.
“Berarti aku sendirian dong disini? ucapnya dengan memajukan bibirnya kedepan. Yang langsung membuatku tertawa melihat ekspresi Carista.
“Kan nggak lama, Car. Kalau bisa di press jadwalnya nanti, aku akan pulang cepat, Car!” jelas Ara.
“Nggak asyik, Ra. Baru juga pindah kesini. Aku udah mau ditinggal sendirian. Cuma janji manis kamu saja bakal pulang cepat. Nyampe disana pasti lupa semuanya!” sungut Carista dengan kecerewetannya.
“Atau kamu mau ikut?” aku menawarkan Carista untuk ikut bersama
“Memangnya bisa?” sorak Carista.
“Ya bisalah. Kan aku yang punya acara. Kenapa nggak!” tegas Ara.
“Trus, kerjaanku gimana? Apa Kevin bosku yang seenaknya itu akan mengizinkan?” Pertanyaan Carista dengan nada bingung.
“Ya, ambil cuti lah Car. Bilang sama Kevin kalau aku yang mengajakmu. Kapan lagi mau liburan, kerjaan mulu. Belum juga lahir, kerjaan ini juga sudah ada, Car,” bujuk Ara.
“Nggak lah Ra, ntar bonusku hilang,” jawabnya sambil tertawa.
“UUD lagi kan. Ujung-Ujungnya Duit. Bentar lagi kamu bakalan jadi jutawan kalau kayak gini, Car!” ucapku sambil tertawa.
“Pastinya nggak akan bisa mengalahkanmu, Ra!” ledeknya lagi.
“by the way fasilitasnya boleh dong aku pakai, selama kamu nggak disini?” tanya Carista.
“Boleh lah, Car. Nanti kunci mobil ditinggalkan. Kamu bisa pakai mobil aku ke kantor. Kan lumayan hemat ongkos. Biar cepat proses jadi jutawannya,” candaku dengan tertawa lepas
“Bensinnya bagaimana?”
“Aku akan isi full, Car! Uang belanja kamu selama aku tinggalkan juga akan aku kasih.”
“Yeaayyyy, aku bahagia banget rasanya Ra!” ucap Carista sambil tertawa.
“Dasar nggak mau rugi sedikitpun,” omel Carista.
Begitulah Carista, semuanya tidak akan terlepas dari uang.Carista sangat pelit kalau sudah berurusan dengan yang namanya uang, dia tidak akan mau dirugikan sedikitpun.Tapi meskipun Carista begitu, aku sangat menyayanginya karena Carista adalah sahabat terbaik sekaligus orang kepercayaan bagiku.Dia selalu ada setiap kali aku membutuhkan. Carista yang selalu menemaniku dalam suka dan duka.Bahkan saat aku dalam keadaan sangat terpuruk sekalipun, Carista selalu hadir menemani.Suara bel menghentikan obrolan kami. Carista beranjak menuju pintu untuk menerima makanan yang dipesan melalui kurir.“Bayarnya, Ra!” interupsinya dari pintu.“Pakai uangmu dulu kan bisa, Car!” pekik Ara.“Nggak bisa Ara. Ntar aku lupa!” teriak Carista tak mau kalah.“Ya Tuhan, ini anak pelitnya minta ampun!” jeritku dari dapur.“Biarin. Kan tadi sudah ada kesepakatan!” timpalnya.
Gilang mengingat kembali pertemuannya dengan gadis yang menabraknya di Gramedia beberapa hari yang lalu.Pertemuan itu merupakan pertemuan yang kedua kalinya oleh Gilang, setelah sebelumnya juga bertemu di Restoran saat makan siang.Gilang penasaran dengan sosok gadis tersebut.Gadis dengan rambut panjangnya yang berwarna hitam bersinar, seakan menambah nilai plus pada dirinya.Kulitnya tidak putih seperti perempuan pada umumnya yang pernah dekat dengan Gilang.Akan tetapi lebih mengarah ke arah sawo matang dan jangan lupakan sebuah lesung pipi disebelah kanan pipinya yang menambah daya tarik kuat dimata para pria tak terkecuali dengan Gilang yang juga terbius pesona gadis tersebut.Melihat dari penampilannya dia bukanlah cewek yang feminim, tapi lebih kearah tomboy.Gilang tersenyum sendiri mengingat pertemuannya dengan gadis tersebut.Dia larut dengan pemikirannya sambil tersenyum-senyum sendiri sampai Gilang tidak m
“Terserah kamu saja, Car!” Aku mulai malas meladeni Carista kalau penyakit musimannya ini sudah keluar.“Sampai disana jangan lupa kasih kabar, Ra!” sela Carista.“Pastinya, Car,” jawabku.“Jangan lupa oleh-olehnya juga!” ucapnya menambahkan.“Kamu mau oleh-oleh apa?” tanya Ara.“Apa aja deh, Ra. Yang penting enak,” cetis Carista.“It’s ok, Car!” ucap Ara.Pagi ini, halaman kampus sudah dipenuhi oleh mahasiswa yang akan ikut studi banding ke Universitas Negeri Padang yang berada di Provinsi Sumatera Barat.Mereka sudah lengkap dengan bawaannya masing-masing.Diparkiran kampus sudah berjejer tiga buah bus kampus, yang akan membawa semua mahasiswa peserta Studi Banding dan Dosen yang mendampingi menuju Bandara.Peserta studi banding kali ini terdiri dari seratus orang mahasiswa/mahasiswi, dan ada sepuluh orang dosen pembimbing
“Morning too, Gilang!” senyumku.Aku terpaku menatap senyuman Gilang yang sangat menawan dengan dua lesung pipi di pipinya.“Jangan terlalu lama menatapku, Kia! Ntar kamu jatuh hati. Aku tahu kok kalau aku keren!” canda Gilang yang disusul dengan suara tawanya.“Hahahah. Nggak segitunya kali Lang!” kekehku.“Kia, kita kesana yuk!” ajak Gilang sambil menunjuk sebuah tempat yang ada diseberang lautan.Tempat tersebut merupakan sebuah pulau kecil. Kesana bisa ditempuh dengan perahu yang disewakan disekitaran pantai.Kami pun berjalan menyusuri pantai, dengan menggunakan perahu yang disewakan nelayan, yang berkapasitas 20 orang sekali jalan.Perjalanan sangat menyenangkan, karena aku penyuka tantangan.Akan tetapi, perjalanan cukup menegangkan bagi yang belum biasa naik perahu.Diiringi deburan ombak, sekitar 30 menit sampailah kami di tempat tujuan karena lokasi yang menyebera
Kiara gadis yang baik, ramah, dan supel menurutku.Wawasannya juga lumayan tinggi. Sepertinya latar belakang pendidikannya juga oke, terbukti dari cara dia menjelaskan segalanya kepadaku.Ya, disinilah aku sekarang didepan penginapan Kiara, untuk keluar bersama mencari makanan yang bisa dinikmati dengan menu khas Padang.Kiara menyuruhku menunggu diluar saja, karena menurutnya nggak enak dipandang jika laki-laki dan perempuan didalam rumah berduaan.Untuk yang kesekian kalinya, Gilang terpana dengan Kiara. Sebuah alasan yang masuk akal menurutku.Aku berasumsi bahwa Kiara gadis yang baik, yang tidak sembarangan dengan laki-laki.Gadis yang masih memegang tradisi dan sopan santun yang masih kental.Sekitar 20 menit menunggu, akhirnya yang kutunggu pun keluar dengan blouse lengan panjang selutut berwarna putih, dipadukan dengan celana bahan berwarna hitam.Flat shoes putih, dan sebuah sling bag Louis Vuitton berwarna putih dengan
Finally, setelah menikmati makanan dan minuman yang telah mereka pesan selama lebih dari dua jam lamanya, merekapun berdiri untuk membayar semua tagihan yang telah mereka nikmati tadi.“Aku yang bayar, Kia!” tegas Gilang saat Kiara akan mengeluarkan uang untuk membayarnya.“Nggak usah, Lang. Biar aku saja yang bayar,” tolak Kiara.“Aku saja. Nggak baik juga kalau cewek yang bayar. Sekalian aku yang traktir,” balas Gilang.“Yakin, nich?” tanya Kiara.“Sure!” angguk Gilang penuh keyakinan.“Terima kasih, Lang,” ucap Kiara.“Sama-sama, Kia," jawab Gilang sambil tersenyum.Mereka berjalan menuju kasir untuk membayar semua tagihan selanjutnya berjalan menuju mobil yang berada di parkiran restoran.“Kita kemana lagi?” tanya Gilang sambil memasangkan seat belt pada Kiara.Yang langsung membuat Kiara membeku untuk sepersekian d
Setelah menunaikan kegiatan melukisnya selama dua jam, akhirnya Ara selesai juga dengan lukisannya.“Finish!” senyum Ara mengembang sambil memandang hasil lukisannya sore ini, dan menoleh ke arah Gilang yang tidak berkedip.“Selesai, Lang. Balik sekarang, atau bentar lagi?” tanyanya melihat Gilang yang tetap bungkam tanpa suara.“Bentar lagi, Kia! Lukisannya sangat bagus,” puji Gilang yang berhasil membuat rona kemerahan di wajah Kiara.“Terima kasih, Lang,” ujar Kiara.“Sama-sama, Kiara,” jawab Gilang.“Lukisannya sudah selesai semuanya?” tanya Gilang.“Poin yang penting-pentingnya sudah, Lang. Nanti tinggal finishing saja di penginapan atau ntar kalau sudah kembali ke Jakarta!” jelas Kiara.“Aku mau lukisannya!” pinta Gilang.“Boleh. Tapi di selesaikan dulu,Lang,” jawab Kiara.“Baiklah,” senyum
Mereka menempuh perjalanan lebih kurang selama dua puluh menit.Akhirnya jam delapan malam, mereka pun sampai di penginapan Kiara.Gilang mengantarkan Kiara sampai ke depan pintu penginapannya berhubung karena Gilang yang membawa tas ransel Kiara tadi.Setelah meletakkan tas ransel tersebut di dekat pintu masuk, Gilang langsung menuju ke parkiran untuk kembali ke hotel tempatnya menginap, dan diikuti Kiara disampingnya.“Terima kasih untuk hari ini, Lang,” ucap Kiara dengan senyum manisnya.“Sama-sama, Kia. Seharusnya, aku yang berterima kasih, karena sudah diizinkan untuk ikut denganmu,” jawab Gilang sambil tersenyum."Sama-sama kalau begitu. Aku juga sudah ditemani dari tadi," ucap Kiara.“Sampai jumpa besok, Gilang. Hati-hati dijalan,” Kiara menambahkan.“Baiklah. Besok tunggu aku sampai datang, ya,” Gilang mengingatkan kembali karena takut akan ditinggal jika terlambat.