Begitulah Carista, semuanya tidak akan terlepas dari uang.
Carista sangat pelit kalau sudah berurusan dengan yang namanya uang, dia tidak akan mau dirugikan sedikitpun.
Tapi meskipun Carista begitu, aku sangat menyayanginya karena Carista adalah sahabat terbaik sekaligus orang kepercayaan bagiku.
Dia selalu ada setiap kali aku membutuhkan. Carista yang selalu menemaniku dalam suka dan duka.
Bahkan saat aku dalam keadaan sangat terpuruk sekalipun, Carista selalu hadir menemani.
Suara bel menghentikan obrolan kami. Carista beranjak menuju pintu untuk menerima makanan yang dipesan melalui kurir.
“Bayarnya, Ra!” interupsinya dari pintu.
“Pakai uangmu dulu kan bisa, Car!” pekik Ara.
“Nggak bisa Ara. Ntar aku lupa!” teriak Carista tak mau kalah.
“Ya Tuhan, ini anak pelitnya minta ampun!” jeritku dari dapur.
“Biarin. Kan tadi sudah ada kesepakatan!” timpalnya.
Kurirnya hanya tersenyum melihat kami yang ribut soal siapa yang akan membayar.
Aku menyodorkan dua lembar seratus ribuan kepada kurirnya.
Kami menikmati makan siang dengan bercerita banyak hal. Setelah selesai makan siang, aku dan Carista berencana ke mall untuk berbelanja keperluan dapur dan keperluan lainnya.
Sekalian membeli beberapa perlengkapan untuk perjalananku ke Padang nantinya.
Sampai di mall, Carista berjalan menuju lantai dua yang menyediakan aneka keperluan bahan makanan.
Sedangkan aku menuju lantai tiga yang ada di mall ini, untuk membeli perlengkapan melukis, karena peralatan lukisku sudah hampir habis. Aku berjalan mencari kuas.
Aku memilih beberapa jenis kuas diantaranya adalah kuas lukis round, kuas lukis flat, kuas bright brush, angel brush, filbert brush, kuas lukis fan, kuas lukis mop, dan kuas lukis rigger, aku mengambilnya masing-masing 5 buah.
Selanjutnya, aku berjalan mencari cat lukis.
Aku memilih beberapa jenis cat diantaranya cat air, cat minyak, cat akrilik, cat poster, cat tekstil, dan cat semprot.
Aku mengambilnya masing-masing 3 warna per jenis.
Dilanjutkan menuju ke tempat palet, berhubung paletku yang ada sudah lusuh dan usang.
Selanjutnya, berjalan mencari kanvas. Setelah semua peralatan melukisku siap di troli, aku langsung turun ke lantai dua untuk mencari Carista.
Sesampainya di lantai dua, aku melihat-lihat untuk mencari dimana keberadaan Carista.
Tampak Carista yang tengah sibuk memilih-milih buah-buahan. Aku berjalan menghampirinya.
“Sudah selesai Car?” tanyaku
“Belum, Ra. Yang bahan makanan sudah, Ra. Tinggal buah sama cemilan,” jawabnya tanpa menoleh ke arahku.
“Kamu sudah selesai?” lanjutnya melihat kearahku.
“Sudah, Car. Aku Cuma membeli beberapa peralatan dan bahan-bahan untuk melukis nanti,” ujar Ara.
Jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Kami pun langsung keluar dari mall menuju mobil yang berada di parkiran untuk pulang kembali ke apartemen.
Hari ini aku dan Carista akan memasak makanan dirumah untuk makan malam nantinya. Mumpung ada waktu buat memasak.
Karena, walau bagaimanapun, makanan yang dimasak sendiri jauh lebih sehat dibandingkan dengan makanan fast food.
***
Hari ini merupakan sudah seminggu aku dan Carista tinggal di apartemen.
Semuanya berjalan sesuai rencana. Rutinitasku setiap pagi mengantarkan Carista ke kantornya, sebelum aku berangkat kerja.
Daripada Carista naik taxi, kan lumayan ongkos taxi bisa untuk membeli kebutuhan lainnya.
Seperti pagi ini, Ara sudah ready dengan pakaian kantornya.
Ara memilih blouse soft pink dengan blazer navy sebagi setelannya pagi ini. Rambutnya yang sepunggung dibiarkan bebas tanpa ikatan.
Dengan memoleskan sedikit make-up tipis diwajahnya, Ara terlihat sangat natural.
Ara keluar dari kamarnya setelah selesai berkemas.
Carista juga sudah siap dengan setelan kantornya.
Seperti inilah rutinitas mereka berdua setiap paginya. Setelah mengantarkan Carista, Ara langsung menuju tempat kerjanya “Universitas Erlangga”.
Ara berprofesi sebagai tenaga pengajar di Universitas Erlangga.
Ara bekerja sebagai dosen tetap di sana. Mahasiswa di fakultas seni adalah makanan Ara setiap harinya.
Hari ini merupakan hari pertama kegiatan perkuliahan dimulai, setelah menjalani liburan semester selama lebih kurang satu setengah bulan lamanya.
Udara kampus menyambut kedatanganku pagi ini. Disetiap tempat sudah berdiri mahasiswa dan mahasiswi dari berbagai jurusan.
Ada yang sedang menceritakan pengalaman selama liburan, ada juga yang mungkin sedang menggosipkan para dosen yang menjadi incaran mereka.
Dan ada juga yang hanya sekedar bertegur sapa setelah sekian lama menghabiskan waktu liburan dengan kegiatan masing-masing.
Setelah memarkirkan kendaraannya, Ara berjalan menyusuri koridor untuk menuju keruangannya yang terletak di lantai tiga. Ara berpapasan dengan beberapa mahasiswa yang pagi ini sudah mulai memenuhi kampus.
“Good morning, Miss Ara!” terdengar sapaan dari beberapa mahasiswa yang berpapasan dengannya.
“Good morning all!” jawab Ara sambil tersenyum
“Long time no see, Miss. How are you? You look so beautiful today, Miss!” terdengar sapaan dari mahasiswa lainnya.
“I'm fine. Thank you so much!” Ara sudah terbiasa dengan gombalan para mahasiswanya. Ara sangat maklum dengan mereka. Karena, Ara bergaul dengan mahasiswa dan mahasiswi yang sudah dikategorikan dewasa.
Didalam ruang kuliah mereka akan bersikap layaknya murid dengan dosen.
Akan tetapi jika sudah diluar ruangan kuliah mereka sudah layaknya sahabat, mungkin karena usia mereka yang tidak terpaut jauh.
Bahkan ada yang memanggil Ara dengan sebutan kakak jika sudah diluar ruang kuliah.
Sesampainya di depan lift, Ara berpapasan dengan Mr.Calvin yang juga tenaga pengajar di Universitas Erlangga.
“Morning, Mr. Calvin!” sapa Ara.
“Morning too Ms. Ara. You look so beautiful today!” sanjung Mr. Calvin.
“Thank you soo much Mr. Calvin,” jawab Ara sambil tersenyum.
“Long time no see Ms. Ara and I miss you so much!” Mr. Calvin menambahkan.
“Yeah. Miss you too Mr. Calvin!” ujar Ara.
Aku mengobrol dengan Mr. Calvin tentang kegiatan semasa liburan kemaren dan juga membahas perkuliahan sambil berjalan menuju ruangan masing-masing.
Berhubung sekarang adalah hari pertama perkuliahan dimulai.
Hari ini akan ada meeting dengan semua pendidik dan tenaga kependidikan yang ada di Universitas Erlangga.
Meeting tersebut akan membahas tentang persiapan semester baru, juga akan membahas tentang kunjungan kerja dan Studi Banding yang rencananya akan dilaksanakan beberapa hari lagi dan hal-hal lainnya yang dirasa perlu.
Berhubung perkuliahan tatap muka belum dimulai, maka jadwalku tidak terlalu padat.
Setelah meeting dengan semua tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, aku memutuskan untuk makan siang di rumah saja.
***
Sementara itu, disebuah ruangan gedung pencakar langit yang ada di kota ini.
Kesibukan tampak menyelimuti perusahaan yang bergerak dibidang property tersebut.
Semua direksi terlihat larut dalam tumpukan kertas yang ada dimeja masing-masing.
Dilantai tiga puluh perusahaan itu, tampak seorang pria dengan setelan lengkapnya berdiri menghadap dinding kaca gedung itu.
Pandangan matanya lurus menerawang kedepan, tanpa mempedulikan sekelingnya. Dia larut dengan pemikirannya sendiri.
Pria itu adalah Gilang Wijaya. Gilang biasa dia dipanggil. Ayahnya seorang pengusaha yang bernama Nazik Wijaya yang merupakan pemilik Wijaya Corporate yang sedang berkembang pesat.
Gilang yang merupakan seorang CEO pada perusahaan yang dipimpinnya sangat disegani oleh semua karyawannya.
Gilang mengingat kembali pertemuannya dengan gadis yang menabraknya di Gramedia beberapa hari yang lalu.Pertemuan itu merupakan pertemuan yang kedua kalinya oleh Gilang, setelah sebelumnya juga bertemu di Restoran saat makan siang.Gilang penasaran dengan sosok gadis tersebut.Gadis dengan rambut panjangnya yang berwarna hitam bersinar, seakan menambah nilai plus pada dirinya.Kulitnya tidak putih seperti perempuan pada umumnya yang pernah dekat dengan Gilang.Akan tetapi lebih mengarah ke arah sawo matang dan jangan lupakan sebuah lesung pipi disebelah kanan pipinya yang menambah daya tarik kuat dimata para pria tak terkecuali dengan Gilang yang juga terbius pesona gadis tersebut.Melihat dari penampilannya dia bukanlah cewek yang feminim, tapi lebih kearah tomboy.Gilang tersenyum sendiri mengingat pertemuannya dengan gadis tersebut.Dia larut dengan pemikirannya sambil tersenyum-senyum sendiri sampai Gilang tidak m
“Terserah kamu saja, Car!” Aku mulai malas meladeni Carista kalau penyakit musimannya ini sudah keluar.“Sampai disana jangan lupa kasih kabar, Ra!” sela Carista.“Pastinya, Car,” jawabku.“Jangan lupa oleh-olehnya juga!” ucapnya menambahkan.“Kamu mau oleh-oleh apa?” tanya Ara.“Apa aja deh, Ra. Yang penting enak,” cetis Carista.“It’s ok, Car!” ucap Ara.Pagi ini, halaman kampus sudah dipenuhi oleh mahasiswa yang akan ikut studi banding ke Universitas Negeri Padang yang berada di Provinsi Sumatera Barat.Mereka sudah lengkap dengan bawaannya masing-masing.Diparkiran kampus sudah berjejer tiga buah bus kampus, yang akan membawa semua mahasiswa peserta Studi Banding dan Dosen yang mendampingi menuju Bandara.Peserta studi banding kali ini terdiri dari seratus orang mahasiswa/mahasiswi, dan ada sepuluh orang dosen pembimbing
“Morning too, Gilang!” senyumku.Aku terpaku menatap senyuman Gilang yang sangat menawan dengan dua lesung pipi di pipinya.“Jangan terlalu lama menatapku, Kia! Ntar kamu jatuh hati. Aku tahu kok kalau aku keren!” canda Gilang yang disusul dengan suara tawanya.“Hahahah. Nggak segitunya kali Lang!” kekehku.“Kia, kita kesana yuk!” ajak Gilang sambil menunjuk sebuah tempat yang ada diseberang lautan.Tempat tersebut merupakan sebuah pulau kecil. Kesana bisa ditempuh dengan perahu yang disewakan disekitaran pantai.Kami pun berjalan menyusuri pantai, dengan menggunakan perahu yang disewakan nelayan, yang berkapasitas 20 orang sekali jalan.Perjalanan sangat menyenangkan, karena aku penyuka tantangan.Akan tetapi, perjalanan cukup menegangkan bagi yang belum biasa naik perahu.Diiringi deburan ombak, sekitar 30 menit sampailah kami di tempat tujuan karena lokasi yang menyebera
Kiara gadis yang baik, ramah, dan supel menurutku.Wawasannya juga lumayan tinggi. Sepertinya latar belakang pendidikannya juga oke, terbukti dari cara dia menjelaskan segalanya kepadaku.Ya, disinilah aku sekarang didepan penginapan Kiara, untuk keluar bersama mencari makanan yang bisa dinikmati dengan menu khas Padang.Kiara menyuruhku menunggu diluar saja, karena menurutnya nggak enak dipandang jika laki-laki dan perempuan didalam rumah berduaan.Untuk yang kesekian kalinya, Gilang terpana dengan Kiara. Sebuah alasan yang masuk akal menurutku.Aku berasumsi bahwa Kiara gadis yang baik, yang tidak sembarangan dengan laki-laki.Gadis yang masih memegang tradisi dan sopan santun yang masih kental.Sekitar 20 menit menunggu, akhirnya yang kutunggu pun keluar dengan blouse lengan panjang selutut berwarna putih, dipadukan dengan celana bahan berwarna hitam.Flat shoes putih, dan sebuah sling bag Louis Vuitton berwarna putih dengan
Finally, setelah menikmati makanan dan minuman yang telah mereka pesan selama lebih dari dua jam lamanya, merekapun berdiri untuk membayar semua tagihan yang telah mereka nikmati tadi.“Aku yang bayar, Kia!” tegas Gilang saat Kiara akan mengeluarkan uang untuk membayarnya.“Nggak usah, Lang. Biar aku saja yang bayar,” tolak Kiara.“Aku saja. Nggak baik juga kalau cewek yang bayar. Sekalian aku yang traktir,” balas Gilang.“Yakin, nich?” tanya Kiara.“Sure!” angguk Gilang penuh keyakinan.“Terima kasih, Lang,” ucap Kiara.“Sama-sama, Kia," jawab Gilang sambil tersenyum.Mereka berjalan menuju kasir untuk membayar semua tagihan selanjutnya berjalan menuju mobil yang berada di parkiran restoran.“Kita kemana lagi?” tanya Gilang sambil memasangkan seat belt pada Kiara.Yang langsung membuat Kiara membeku untuk sepersekian d
Setelah menunaikan kegiatan melukisnya selama dua jam, akhirnya Ara selesai juga dengan lukisannya.“Finish!” senyum Ara mengembang sambil memandang hasil lukisannya sore ini, dan menoleh ke arah Gilang yang tidak berkedip.“Selesai, Lang. Balik sekarang, atau bentar lagi?” tanyanya melihat Gilang yang tetap bungkam tanpa suara.“Bentar lagi, Kia! Lukisannya sangat bagus,” puji Gilang yang berhasil membuat rona kemerahan di wajah Kiara.“Terima kasih, Lang,” ujar Kiara.“Sama-sama, Kiara,” jawab Gilang.“Lukisannya sudah selesai semuanya?” tanya Gilang.“Poin yang penting-pentingnya sudah, Lang. Nanti tinggal finishing saja di penginapan atau ntar kalau sudah kembali ke Jakarta!” jelas Kiara.“Aku mau lukisannya!” pinta Gilang.“Boleh. Tapi di selesaikan dulu,Lang,” jawab Kiara.“Baiklah,” senyum
Mereka menempuh perjalanan lebih kurang selama dua puluh menit.Akhirnya jam delapan malam, mereka pun sampai di penginapan Kiara.Gilang mengantarkan Kiara sampai ke depan pintu penginapannya berhubung karena Gilang yang membawa tas ransel Kiara tadi.Setelah meletakkan tas ransel tersebut di dekat pintu masuk, Gilang langsung menuju ke parkiran untuk kembali ke hotel tempatnya menginap, dan diikuti Kiara disampingnya.“Terima kasih untuk hari ini, Lang,” ucap Kiara dengan senyum manisnya.“Sama-sama, Kia. Seharusnya, aku yang berterima kasih, karena sudah diizinkan untuk ikut denganmu,” jawab Gilang sambil tersenyum."Sama-sama kalau begitu. Aku juga sudah ditemani dari tadi," ucap Kiara.“Sampai jumpa besok, Gilang. Hati-hati dijalan,” Kiara menambahkan.“Baiklah. Besok tunggu aku sampai datang, ya,” Gilang mengingatkan kembali karena takut akan ditinggal jika terlambat.
Kami berjalan melalui pemukiman penduduk. Disepanjang jalan kulihat Kiara bertegur sapa dengan penduduk disekitar tempat yang kami lewati.Aku tidak memahami apa yang dikatakan oleh Kiara saat melihat Kiara menunjuk sebuah gunung yang masih jauh.Mungkin penduduk menanyakan kemana tujuan kami. Aku sangat tidak paham dengan bahasa yang digunakan oleh masyarakat.Sedangkan Kiara hanya tersenyum ke arahku, tanpa berniat untuk menjelaskan apa yang telah dibicarakan dengan penduduk yang bertegur sapa dengannya.Hari sudah mulai terang. Perlahan kami bisa menikmati pemandangan alam yang tersaji didepan mata, yang ada disepanjang perjalanan.Sungguh sebuah pemandangan alam yang indah didaerah pegunungan.Dikaki gunung terdapat sungai yang mengalirkan air yang jernih dan segar.Kami berhenti sejenak untuk beristirahat sambil mencuci muka di air sungai yang mengalir indah.Terdapat banyak sawah dikiri dan kanan jalan dengan padi yang te