Share

episode 7

Begitulah Carista, semuanya tidak akan terlepas dari uang.

Carista sangat pelit kalau sudah berurusan dengan yang namanya uang, dia tidak akan mau dirugikan sedikitpun.

Tapi meskipun Carista begitu, aku sangat menyayanginya karena Carista adalah sahabat terbaik sekaligus orang kepercayaan bagiku.

Dia selalu ada setiap kali aku membutuhkan. Carista yang selalu menemaniku dalam suka dan duka.

Bahkan saat aku dalam keadaan sangat terpuruk sekalipun, Carista selalu hadir menemani.

Suara bel menghentikan obrolan kami. Carista beranjak menuju pintu untuk menerima makanan yang dipesan melalui kurir.

“Bayarnya, Ra!” interupsinya dari pintu.

“Pakai uangmu dulu kan bisa, Car!” pekik Ara.

“Nggak bisa Ara. Ntar aku lupa!” teriak Carista tak mau kalah.

“Ya Tuhan, ini anak pelitnya minta ampun!” jeritku dari dapur.

“Biarin. Kan tadi sudah ada kesepakatan!” timpalnya.

Kurirnya hanya tersenyum melihat kami yang ribut soal siapa yang akan membayar.

Aku menyodorkan dua lembar seratus ribuan kepada kurirnya.

Kami menikmati makan siang dengan bercerita banyak hal. Setelah selesai makan siang, aku dan Carista berencana ke mall untuk berbelanja keperluan dapur dan keperluan lainnya.

Sekalian membeli beberapa perlengkapan untuk perjalananku ke Padang nantinya.

Sampai di mall, Carista berjalan menuju lantai dua yang menyediakan aneka keperluan bahan makanan.

Sedangkan aku menuju lantai tiga yang ada di mall ini, untuk membeli perlengkapan melukis, karena peralatan lukisku sudah hampir habis. Aku berjalan mencari kuas.

Aku memilih beberapa jenis kuas diantaranya adalah kuas lukis round, kuas lukis flat, kuas bright brush, angel brush, filbert brush, kuas lukis fan, kuas lukis mop, dan kuas lukis rigger, aku mengambilnya masing-masing 5 buah.

Selanjutnya, aku berjalan mencari cat lukis.

Aku memilih beberapa jenis cat diantaranya cat air, cat minyak, cat akrilik, cat poster, cat tekstil, dan cat semprot.

Aku mengambilnya masing-masing 3 warna per jenis.

Dilanjutkan  menuju ke tempat palet, berhubung paletku yang ada sudah lusuh dan usang.

Selanjutnya, berjalan mencari kanvas. Setelah semua peralatan melukisku siap di troli, aku langsung turun ke lantai dua untuk mencari Carista.

Sesampainya di lantai dua, aku melihat-lihat untuk mencari dimana keberadaan Carista.

Tampak Carista yang tengah sibuk  memilih-milih buah-buahan. Aku berjalan menghampirinya.

“Sudah selesai Car?” tanyaku

“Belum, Ra. Yang bahan makanan sudah, Ra. Tinggal buah sama cemilan,” jawabnya tanpa menoleh ke arahku.

“Kamu sudah selesai?” lanjutnya melihat kearahku.

“Sudah, Car. Aku Cuma membeli beberapa peralatan dan bahan-bahan untuk melukis nanti,” ujar Ara. 

Jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Kami pun langsung keluar dari mall menuju mobil yang berada di parkiran untuk pulang kembali ke apartemen.

Hari ini aku dan Carista akan memasak makanan dirumah untuk makan malam nantinya. Mumpung ada waktu buat memasak.

Karena, walau bagaimanapun, makanan yang dimasak sendiri jauh lebih sehat dibandingkan dengan makanan fast food.

*** 

Hari ini merupakan sudah seminggu aku dan Carista tinggal di apartemen.

Semuanya berjalan sesuai rencana. Rutinitasku setiap pagi mengantarkan Carista ke kantornya, sebelum aku berangkat kerja.

Daripada Carista naik taxi, kan lumayan ongkos taxi bisa untuk membeli kebutuhan lainnya.

Seperti pagi ini, Ara sudah ready dengan pakaian kantornya.

Ara memilih blouse soft pink dengan blazer navy sebagi setelannya pagi ini. Rambutnya yang sepunggung dibiarkan bebas tanpa ikatan.

Dengan memoleskan sedikit make-up tipis diwajahnya, Ara terlihat sangat natural.

Ara keluar dari kamarnya setelah selesai berkemas.

Carista juga sudah siap dengan setelan kantornya.

Seperti inilah rutinitas mereka berdua setiap paginya. Setelah mengantarkan Carista, Ara langsung menuju tempat kerjanya “Universitas Erlangga”.

Ara berprofesi sebagai tenaga pengajar di Universitas Erlangga.

Ara bekerja sebagai dosen tetap di sana. Mahasiswa di fakultas seni adalah makanan Ara setiap harinya.

Hari ini merupakan hari pertama kegiatan perkuliahan dimulai, setelah menjalani liburan semester selama lebih kurang satu setengah bulan lamanya.

Udara kampus menyambut kedatanganku pagi ini. Disetiap tempat sudah berdiri mahasiswa dan mahasiswi dari berbagai jurusan.

Ada yang sedang menceritakan pengalaman selama liburan, ada juga yang mungkin sedang menggosipkan para dosen yang menjadi incaran mereka.

Dan ada juga yang hanya sekedar bertegur sapa setelah sekian lama menghabiskan waktu liburan dengan kegiatan masing-masing.

Setelah memarkirkan kendaraannya, Ara berjalan menyusuri koridor untuk menuju keruangannya yang terletak di lantai tiga. Ara berpapasan dengan beberapa mahasiswa yang pagi ini sudah mulai memenuhi kampus.

“Good morning, Miss Ara!” terdengar sapaan dari beberapa mahasiswa yang berpapasan dengannya.

“Good morning all!” jawab Ara sambil tersenyum

“Long time no see, Miss. How are you? You look so beautiful today, Miss!” terdengar sapaan dari  mahasiswa lainnya.

“I'm fine. Thank you so much!” Ara sudah terbiasa dengan gombalan para mahasiswanya. Ara sangat maklum dengan mereka. Karena, Ara bergaul dengan mahasiswa dan mahasiswi yang sudah dikategorikan dewasa.

Didalam ruang kuliah mereka akan bersikap layaknya murid dengan dosen.

Akan tetapi jika sudah diluar ruangan kuliah mereka sudah layaknya sahabat, mungkin karena usia mereka yang tidak terpaut jauh.

Bahkan ada yang memanggil Ara dengan sebutan kakak jika sudah diluar ruang kuliah.

Sesampainya di depan lift, Ara berpapasan dengan Mr.Calvin yang juga tenaga pengajar di Universitas Erlangga.

“Morning, Mr. Calvin!” sapa Ara.

“Morning too Ms. Ara. You look so beautiful today!” sanjung Mr. Calvin.

“Thank you soo much Mr. Calvin,” jawab Ara sambil tersenyum.

“Long time no see Ms. Ara and I miss you so much!” Mr. Calvin menambahkan.

“Yeah. Miss you too Mr. Calvin!” ujar Ara.

Aku mengobrol dengan Mr. Calvin tentang kegiatan semasa liburan kemaren dan juga membahas perkuliahan sambil berjalan menuju ruangan masing-masing.

Berhubung sekarang adalah hari pertama perkuliahan dimulai.

Hari ini akan ada meeting dengan semua pendidik dan tenaga kependidikan yang ada di Universitas Erlangga.

Meeting tersebut akan membahas tentang persiapan semester baru, juga akan membahas tentang kunjungan kerja dan Studi Banding yang rencananya akan dilaksanakan beberapa hari lagi dan hal-hal lainnya yang dirasa perlu.

Berhubung perkuliahan tatap muka belum dimulai, maka jadwalku tidak terlalu padat.

Setelah meeting dengan semua tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, aku memutuskan untuk makan siang di rumah saja.

***

Sementara itu, disebuah ruangan gedung pencakar langit yang ada di kota ini.

Kesibukan tampak menyelimuti perusahaan yang bergerak dibidang property tersebut.

Semua direksi terlihat larut dalam tumpukan kertas yang ada dimeja masing-masing.

Dilantai tiga puluh perusahaan itu, tampak seorang pria dengan setelan lengkapnya berdiri menghadap dinding kaca gedung itu.

Pandangan matanya lurus menerawang kedepan, tanpa mempedulikan sekelingnya. Dia larut dengan pemikirannya sendiri.

Pria itu adalah Gilang Wijaya. Gilang biasa dia dipanggil. Ayahnya seorang pengusaha yang bernama Nazik Wijaya yang merupakan pemilik Wijaya Corporate yang sedang berkembang pesat.

Gilang yang merupakan seorang CEO pada perusahaan yang dipimpinnya sangat disegani oleh semua karyawannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status