Share

episode 5

Sebenarnya, dulu aku tinggalnya di apartemen karena ingin mandiri.

Hingga suatu hari terjadi tragedy yang membuatku kritis, karena aku menjadi sasaran dari lawan bisnis ayah.

Semenjak itu, aku tidak dibolehkan lagi untuk tinggal di apartemen, karena ayah khawatir dengan keadaan dan keselamatanku jika tanpa pengawasan darinya.

Ayah memintaku kembali tinggal dirumah untuk menghindari hal-hal yang mengancam keselamatanku diluar sana.

“Iya, Ayah,” jawabku dengan nada memohon sambil memandang Ayah penuh harapan.

 “Baiklah kalau itu pilihanmu. Ayah akan kabulkan semua permintaanmu, dengan syarat, jaga diri baik-baik. Hati-hati bertindak diluar sana, jangan gampang percaya sama orang yang baru dikenal, bisa jadi dia adalah musuh kita,  dan hal yang paling penting adalah jaga nama baik keluarga. Ingat satu hal, sekarang sudah punya calon suami, yang artinya jangan memiliki hubungan dengan ”pria” manapun. Setelah satu tahun, akan kembali tinggal dirumah. Perjodohan itu akan dilaksanakan tahun depan sesuai dengan permintaanmu!” ucap Ayah panjang lebar menjelaskan semua aturan yang harus aku patuhi nantinya.

“Terima kasih, Yah,” jawabku riang sambil memeluk Ayah. Tanpa terasa air mata menetes di pipiku yang membasahi baju Ayah saking bahagianya.

“Kenapa menangis?” Ayah merasa heran melihat wajahku yang sudah bersimbah air mata

“Tangis bahagia Yah. Pengen melukis lagi,” jawabku jujur

“Satu lagi, tidak boleh tinggal di apartemen sendirian, ajak Carista tinggal di apartemen karena Ayah khawatir kalau sendirian disana,” Ayah menambahkan.

“Tanya Carista dulu, Ayah,” kata Ara.

“Bilang sama Carista, ini permintaan Ayah!” ucap Ayah tegas.

“Baik, Ayah,” jawabku semangat.

“Ara kekamar dulu, Yah,” kataku sambil berjalan meninggalkan Ayah dengan hati yang sangat gembira.

Bagaimana tidak bahagia, Ayah menerima semua permintaanku.

“Bagaimana dengan Bunda, Yah?” tanyaku lagi berbalik melihat ke arah Ayah

“Nanti akan Ayah sampaikan sama Bunda. Bunda oke-oke saja selagi kamu bisa menjaga diri dengan baik,” jawab Ayah sambil tersenyum.

“Terima kasih Ayah sayang,” ucapku dengan senyuman lebar

“Sama-sama sayang,” bisik Ayah.

Setelah keluar dari ruangan ayah, aku berjalan menuju kamar. Di ruang keluarga hampir saja menabrak bunda saking bahagianya.

Terdengar suara bunda yang menggodaku “Belum ketemu orangnya saja, sudah sebahagia ini. Dari tadi Bunda perhatikan, tersenyum melulu.”

“Bahagianya bukan karena itu, Bunda,” sangkal Ara.

“Trus, kenapa happy banget kayaknya? Bunda saja hampir ditabrak tadi,” pertanyaan Bunda meluncur bebas dengan rasa penasaran memandang kearahku.

“Tanya sama Ayah saja, Bun. Ara kekamar dulu,” jawabku sambil mengecup sayang kedua pipi Bunda

Aku harus cepat sampai dikamar untuk menyampaikan berita bahagia ini kepada Carista.

Chat via pesan w******p dengan Carista

“Where are you, Car?” ketikku pada aplikasi pesan w******p. Centang satu, centang dua. Aku menunggu cukup lama baru centang biru.

Setelah menunggu limabelas menit pesanku baru centang biru, tanda pesan sudah dibaca.

“at home dear!” balas Carista

“Are you busy now?” tanya Ara.

“Tidak. Ada apa?” jawab Carista.

“Keluar yuk, Car. Ada cerita seru nih!” ketikku penuh semangat

“Baiklah. Kabar bahagia sepertinya,” balas Carista

Aku bersiap untuk keluar dengan Carista.

Mengemasi barang-barang yang akan kubawa ke apartemen nanti malam saja.

Rencananya besok aku akan segera pindah ke apartemen.

Akhirnya setelah sekian lama, aku akan kembali pada kebebasan yang selama ini aku impikan, meskipun hanya dalam waktu satu tahun saja.

Satu tahun itu sudah sangat lama untuk menikmati kebebasan.

Selesai berkemas, aku turun kebawah. Dibawah, terlihat ayah dan bunda yang sedang bercengkrama di ruang keluarga sambil menonton berita saham.

“Mau kemana, Kak?” terdengar suara Bunda karena melihatku yang sudah rapi

“Jalan-jalan keluar, Bunda,” jawabku.

“Sendirian?” tanya Ayah.

“Sama Carista, Yah!” jawab Ara.

“Ciee, yang mau bebas. Kelihatan happy banget” ledek Bunda. Pastinya sudah mengetahui semuanya dari Ayah.

“Heheheh. Iya dong, Bunda. Semangat,” ucapku sambil mengacungkan ibu jari ke arah Bunda

Bunda menambahkan “Kemaren cemberut terus, mata saja sampai bengkak karena nangis. Nah, sekarang malah kelewat bahagia. Drastis banget perubahannya!”

“Lho, Bunda kok tau?” tanyaku heran karena Bunda kan nggak dirumah kemaren

“Pastilah Bunda tau, kan CCTV Bunda tinggal disini! Laporannya sudah tentu lengkap”

“Mana kelihatan di CCTV Bun, yang ada pasti laporan dari Ayah nih,” jawabku sambil tertawa melihat ke arah Ayah. Yang dilihat cuma geleng-geleng kepala melihat interaksi Bunda dan anak yang lagi meributkan hal nggak jelas.

“Ara berangkat dulu Ayah, Bunda. Assalamu’alaikum,” ucapku meminta izin

“Be careful!” ucap mereka bersamaan, yang aku jawab dengan anggukan kepala.

Hari ini adalah hari yang paling membahagiakan bagiku. Kebebasan yang aku impi-impikan sudah berada di depan mata.

Tinggal selangkah lagi aku akan menikmati kebebasan. Aku menjemput Carista yang ternyata sudah ready dari tadi.

“Kita kemana?” tanya Carista

“Cari makan dulu, Car,” jawabku sambil tersenyum manis.

“Kayaknya lagi happy!” ucap Carista penuh selidik menatap wajahku, berusaha untuk mencari jawaban

“Iya dong!” jawabku semangat

“Berarti sekarang aku makan gratis dong. Kamu yang traktir!” tegas Carista dengan tawa khasnya.

“Baiklah. Untuk kamu apa yang nggak sih, Car,” bisik Ara.

Setelah menempuh perjalanan selama satu jam, akhirnya kami sampai di restoran yang biasa dikunjungi.

“Kamu yang pesan ya, Car. Pesan sepuasnya tanpa batas. Nanti bungkus untuk semua anggota keluargamu yang ada dirumah. Aku yang bayar,” ucapku panjang lebar.

“Kamu aman kan, Ra?” tanya Carista dengan kening berkerut heran melihat kearahku.

“Ya aman lah, Car. Orang sehat gini, kok dibilang nggak aman,” jawabku polos seolah tidak terjadi apa-apa.

“Nggak biasanya,” jawab Carista.

“Sekali-sekali nggak apa-apa kan Car, itung-itung ibadah!” jawabku seadanya.

“Thank you Ara,” ucap Carista dengan senyum lebarnya.

Setelah menikmati makan siang ini, aku akan menyampaikan pesan ayah untuk mengajak Carista tinggal di apartemen.

“Gimana dengan perjodohannya, Ra. Kan sudah tiga hari sekarang. Apa sudah ada jawaban?” tanya Carista duluan, sebelum aku memulai mengatakan semuanya.

“Sudah. Sesuai dengan saranmu, aku menerima perjodohan itu dengan beberapa syarat tentunya.”

“Apa syaratnya?” tanya Carista dengan kening berkerut.

“Pertama, aku meminta perjodohannya tahun depan. Kasih waktu satu tahun untuk aku bisa berbenah dan mempersiapkan diri. Kedua, dalam satu tahun kedepan aku maunya tinggal di apartemen. Ketiga, aku ingin melukis kembali. Keempat, aku tidak ingin diawasi oleh orang kepercayaan ayah.”

“Wow. Brilliant idea. Ini syarat atau proposal sich, Ra. Sebanyak itu syaratnya?” antusias Carista

“Kan nggak ada salahnya, Car. Daripada ntar perasaan aku yang nggak tenang,” jelas Ara.

“Trus bagaimana, apakah ayah setuju dengan permintaanmu?” lanjutnya dengan wajah penasaran tingkat dewa.

“of course, dear,” jawabku dengan senyum lebar, mungkin selebar jalanan yang ada di depan restoran ini.

“Congratulation Ara, akhirnya kamu bebas lagi,” sorak Carista.

“Eittss, jangan senang dulu Car, semuanya berkat kamu juga,” potong Ara.

“Maksudnya?” tanya Carista dengan kening yang berkerut dan alis yang terangkat meminta penjelasan. Aku langsung tertawa melihat ekspresi Carista yang sulit untuk digambarkan dengan kata-kata.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status