Kate langsung menekan tombol panggil pada kontak dengan nama Carl. Tangannya gemetaran saat mengangkat ponsel ke telinganya.“Halo, Kate, aku sedang di depan rumahmu.”“Jadi, itu kau? Yang berdiri di depan pintuku sekarang?”“Iya, buka pintunya.”Kate langsung bernapas lega sebelum membuka pintunya. Begitu melihat wajah Carl di depannya, tubuhnya langsung lemas seketika. Ia bersandar di ambang pintu.“Hey, ada apa?”Carl menahan tubuh Kate dengan memegangi pundak wanita di depannya itu.“Aku melihat ada mobil mencurigakan di bawah. Dari tadi orangnya mondar mandir di depan gedung.”“Tak apa, aku di sini.”Keduanya segera memasuki flat Kate, lalu duduk di ruang tamu. Carl mengamati ekspresi Kate yang perlahan melembut, seraya melihat ke depan gedung melalui jendela. “Aku ingin keluar, membeli bahan makanan, lalu mengecek ke jendela. Mobil itu tak pergi sama sekali sejak tadi.”“Orang itu juga mondar mandir saat aku datang.”“Tadi kukira orang itu yang ada di depan pintu.
“Katakan padaku detailnya, Will. Apa yang terjadi?”“Nona Alexa mengaku mendapatkan intimidasi di lingkungan penjara.”“Dari siapa? Sipir?”“Tidak hanya dari sipir, sesama narapidana juga.” Drake mengerutkan keningnya, ia tak menduga kehidupan Alexa yang ingin mengutarakan kebenaran di depan pengadilan, harus dibayar sepahit itu. Kehidupan di penjara bukanlah hal yang mudah, bagai hukum rimba. Jika tidak dibantu, Alexa, yang merupakan satu-satunya kunci mengungkap keburukan Alfred dan ayahnya, bisa celaka. Tentu ini buruk untuknya dan Elena. “Tempatkan orang-orang kita untuk membantu Alexa bertahan. Bagaimana pun caranya, kita harus menjaganya tetap hidup, karena Alexa adalah saksi kunci.”“Ya, kami akan menempatkan orang-orang kita di antara sipir, narapidana dan ada seorang dokter yang cukup bisa dipercaya.”“Dokter? Siapa?”“Kakaknya Carl. Sudah empat tahun ini bekerja di penjara tempat Alexa ditahan.”“Oh, ya? Apa Carl yakin kalau kakaknya bisa dipercaya untuk tuga
“Aku tak mengerti mengapa kau menanggapi pendekatan Alfred padahal kau tahu jelas motif di baliknya.”“Karena dia yakin bisa memanfaatkanku untuk menjatuhkan Elena, aku ingin melakukan hal yang sama dan membalikkan situasinya. Aku yakin bila dekat dengan Alfred, aku bisa membantu Elena dengan caraku.”“Apa Nyonya Elena saat itu tahu rencanamu?”“Elena tahu, tentu saja ia tak setuju. Katanya seolah menjadikanku umpan atau martir.”“Perkataannya benar.”“Carl, waktu itu aku hanya ingin membantu.”“Kau pasti bersikeras menjalankan rencanamu, kan? Meski Nyonya Elena tak setuju?”“Ya. Jadi, aku mencoba bersabar di dekat. Semuanya tampak berjalan sesuai rencana dan aku bisa tahu lebih awal rencana Alfred terhadap Elena. Sampai pria kasar itu .... Ya, akhirnya aku memilih pergi dan tak melanjutkan rencana konyol itu.”“Kenapa berhenti?”“Apa?”“Kate, kau mendadak memutuskan menghentikan rencanamu. Kalimatmu berhenti usai mengatakan ‘sampai pria kasar itu .... Apa yang dilakukannya
Usai melaksanakan tugas dari Drake hari itu, Carl bergegas memasuki mobilnya. Dalam perjalanan, ia menelepon Kate. “Halo, kau ke mana saja?” “Kate, aku sedang dalam perjalanan pulang. Apa Steven dan Dean masih di sana?” “Tentu saja. Kami sedang bermain kartu.” “Apa kalian minum?” “Sedikit wine. Dean, jangan coba-coba curang ya.” Suara Kate terlihat memarahi Dean, rekan setim Carl yang bertugas menjaga keluarga Drake Graysen. Hari ini mereka bertugas menjaga Kate karena Carl sibuk di luar seharian. “Sial! Jangan minum dengan mereka.” “Carl, kau mengumpat padaku?” “Tidak, Kate. Aku mengumpat pada Steven dan Dean. Aku akan segera sampai.” Carl buru-buru menutup panggilannya, ia menambah kecepatan mobilnya. *** “Kami hanya bosan dan bermain kartu terlihat seru.” Kate memberi penjelasan seraya menuangkan jus apel ke sebuah gelas. Pria di depannya itu diam tak bergeming. Hanya menatapnya dengan tajam. “Ini, minumlah.” Carl dan Kate duduk di ruang makan. Pria itu meneguk seg
Drake menatap layar datar di seberang meja kerjanya. Sore itu sidang putusan yang akan membacakan vonis untuk Alfred dan Paman Smith, serta Alexa akan dibacakan. Momen yang paling ditunggu oleh Drake dan Elena. Will duduk di sofa tamu, tak jauh dari meja Drake, juga turun memperhatikan jalannya sidang di layar kaca. Menit demi menit hingga jam berlalu. Alexa dan Paman Smith telah menyelesaikan sidang lebih dulu dibandingkan Alfred. Karena Alexa yang membuka semua pintu di kasus ini, layaknya whistle blower, ia divonis 5 tahun penjara atas tuduhan intimidasi, ancaman dan membantu Alfred dalam menjual nark*ba. Sedangkan Paman Smith dijatuhi hukuman seumur hidup atas percobaan pembunuhan. Sampai pada saat sebelum putusan dibacakan. Hakim memberikan kesempatan pada Alfred untuk bersuara. Dalam pembelaannya, Alfred menyangkal semua bukti dan tuduhan yang selama ini diajukan pihak lawan. Usai menyampaikan suaranya, hakim membacakan vonis. Dalam sidang putusan hari in
“Berani – beraninya kau mengganggu kehidupan kami, dasar jalang!” Suara menggelegar di rumah yang kini tanpa lampu penerangan itu. Meski samar, Elena masih dapat melihat dengan jelas, ekspresi murka wanita di depannya. “Tenanglah, apa yang terjadi?” “Kalau sudah waktunya pergi, ya, pergi saja! Jangan membuatnya berubah pikiran. Benar – benar jalang tak tahu diri! Wanita rendahan sepertimu memang tak bisa menjaga janji!” “Aku tidak mengerti apa maksudmu mengatakan semua ini. Jangan berkata kasar padaku.” “Kau yang berpura – pura bodoh! Aku tahu apa yang kau incar, wanita licik!” “Kita bicarakan baik – baik, tolong jangan berdiri di sana. Kau akan ....” “Kita lihat saja, apa yang terjadi selanjutnya!” *** “Elena?” Suara maskulin membuyarkan lamunannya. Mata dengan bulu lentik itu menatap pria di hadapannya dengan gemetar. Masih jelas diingatannya, tatapan dingin yang menusuk malam itu. Menekan segala luka dan takutnya, ia bersuara. “Drake, aku perlu bantuanmu segera
Drake tersenyum singkat menanggapi pertanyaan Elena. Pria itu kembali menyesap wiskinya. Tak terusik sedikit pun dengan tuduhan yang baru saja terlontar. “Sama sekali bukan karena kejadian malam itu.” “Lalu, kenapa kau datang dengan ide gila seperti ini? Ya Tuhan, kau semakin gila!” “Media. Kau tahu apa yang ada di pemberitaan tentang perceraian kita? Jujur saja, sahamku juga menurun karena berita perceraian kita. Dengan terlihat rukun, kau bisa mempertahankan perusahaanmu, dan nilai perusahaanku akan semakin naik. Tanpa perlu menjalani pernikahan kontrak seperti dulu.” “Maksudmu, kita bersandiwara?” “Ya. Mengelabuhi media dengan hubungan yang tetap baik, tapi, di sisi lain, kau juga harus bersedia menjadi kekasihku, agar terlihat alami.” “Kau pikir aku mau menggantikan Alexa?” Wajah Elena merah padam menahan amarah. Ia tak bisa menerima ide gila mantan suaminya yang terdengar manipulatif dan ... kesepian. “Tak ada Alexa, kami sudah berpisah saat kita bercerai. Jadi, setu
Tangan Elena yang memegang ponsel terkulai di samping tubuh rampingnya. Berita dari Kate membuatnya membeku seketika. Satu alternatif terakhir dari upaya meminta bantuan telah gagal. “Ada apa, Elena?” Wajah yang memucat itu menatap ke arah Drake. Pikirannya berkecamuk, jantungnya terasa enggan berdetak. Satu – satunya harapan yang dimilikinya hanya pria di depannya ini. “Antarkan aku pulang, sekarang.” Suara lirih Elena memecah kesunyian di antara keduanya. Bahunya merosot ke kursi mobil. Elena meremas – remas jarinya. Drake melajukan mobilnya perlahan, menembus gerimis yang mulai turun. Begitu tiba, Elena segera turun diikuti Drake. “Aku tak suka melihatmu berlarian ke sana kemari mencari bantuan. Aku ingin merobek mulut pria gendut tadi karena perkataan busuknya.” “Bukan urusanmu, Drake. Aku yang meminta bertemu dengannya dan meminta bantuan awalnya.” “Karena itu jangan lakukan lagi! Jangan meminta bantuan orang lain.” “Jangan memerintahku, Drake! Aku mencari