Sepasang kekasih tiba di Rumah Sakit dengan terburu-buru, masalahnya nenek Melinda baru saja menelpon dan meminta Abhygael segera ke Rumah Sakit, karena dokter telah mengizinkannya pulang dengan catatan harus terus rawat jalan, minimal seminggu sekali.
Abhygael dan Selena saling bergandengan tangan menuju ruang Paviliun, mereka tidak menyadari jika Nenek Melinda memperhatikan mereka dari balik jendela. Nenek Melinda menahan geram namun sebagai wanita terhormat dia tetap melemparkan senyumannya pada Selena. Ini tidak bisa dibiarkan, Abhygael harus segera memberikannya cicit agar tak akan adalagi benalu yang berusaha menempel pada cucu tampannya itu.
"Pagi nek, aku tiba lebih cepat dari yang nenek harapkan." Abhygael menghampiri dan mencium tangan neneknya diikuti Selena. Tak terlihat lagi selang infus di ruangan itu, hal ini menunjukkan jika neneknya benar-benar telah pulih.
Selena menyapa nenek Melinda dengan ramah. "Apa kabar nek, semoga nenek sehat selalu," ucapnya dengan tulus. Selena mencium tangan nenek dan duduk dikursi yang berada tak jauh dari ranjang nenek Melinda.
Nenek Melinda tetap menyambutnya dengan ramah namun sorot matanya tajam menusuk, menurut pandangannya, Selena bukanlah gadis yang baik. Dia menempel terus kepada Abhygael pasti ada maunya. Abhygael memperkenalkan Selena sebagai temannya semasa di Amerika.
"Dia Selena, teman kuliahku di Amerika tetapi dia asli dari Indonesia."
"Ya, nenek tau, tapi yang nenek sesalkan mengapa kau tidak membawa isterimu menemui nenek ?"
Mendengar itu Abhygael gelagapan, ini bukan sesuatu yang dia harapkan, Selena menatapnya memohon penjelasan. "A...anu nek..i..itu."
"Apa temanmu ini tidak tahu jika kau telah menikah ?" Nenek Melinda sengaja mengeraskan suaranya. Andai bicara pelan sekalipun Selena tetap mendengarnya.
Mendengar itu air mata gadis cantik itu jatuh tak terbendung, walau dia suka menjajakan tubuhnya kepada laki-laki lain, tapi dia sangat mencintai Abhygael. Selena menyesali mengapa Abhygael tidak memberitahunya, bukankah Abhygael berjanji tidak akan menikah dengan wanita manapun selain dirinya. Tapi yang terjadi sesuatu diluar dugaan. Selena masih dengan sopan pamit pada Nenek Melinda dan segera berlari keluar. Abhygael mengejarnya.
"Selena...tunggu, biarkan aku menjelaskannya padamu," Teriaknya namun Selena tak menghiraukan dan terus berlari. Abhygael tak sempat mengejarnya karena Selena keburu naik taxi.
Dengan langkah gontai dia kembali ke ruang Paviliun, dia tak marah pada neneknya, memang sudah seharusnya dia menyampaikan kebenaran itu kepada Selena. Nenek Melinda menatapnya tajam.
"Ingat, kau sudah menikah, jangan pernah melakukan sesuatu yang dapat mencoreng nama baik keluarga. Siapapun gadis itu, tetapi yang menjadi isteri sahmu adalah Leona."
Abhygael tak membantah, dia hanya mengangguk. Saat ini yang ada dalam benaknya bagaimana meminta maaf pada Selena, dan membuat perhitungan dengan Leona. Dia menyalahkan Leona karena mau menerimanya sebagai suami, andai saja saat itu Leona menolaknya mungkin saja dia telah menikahi Selena sekarang.
"Bawa nenek langsung ke rumahmu, nenek ingin bertemu cucu mantu nenek yang cantik itu."
"Apa ? Tidak, jangan sekarang nek, nenek baru saja pulih, jadi kita langsung ke rumah nenek sekarang." Abhygael tak ingin penyakit neneknya kambuh lagi jika melihat wajah Leona.
"Kenapa ? apa yang kau sembunyikan ? Atau jangan-jangan kau telah mengusirnya!"
Abhygael mendelik gusar tatkala mendengar tuduhan neneknya. "Dengar nek, aku tak akan mungkin mengusir cucu mantu kesayangan nenek itu, jika nenek tidak percaya telepon ke nomornya dan tanyakan dia dimana," Abhygael menyodorkan ponselnya.
"Lalu kenapa kau tak ingin nenek menemuinya ?" nenek Melinda cemberut. Abhygael membelai tangan neneknya.
"Pastikan dulu kondisi nenek, jika sudah benar-benar pulih baru nenek boleh tinggal dirumahku kapanpun nenek mau," bujuk Abhygael.
Nenek Melinda semakin penasaran dengan tindakan Abhygael yang terus melarangnya menemui Leona. Ada yang tidak beres pikirnya. Sesampainya mereka di rumah, Nenek Melinda segera memasuki kamarnya dan menelpon Renata. Dari hasil pembicaraannya dengan Renata, tahulah ia apa yang menjadi penyebab Abhyagel melarangnya menemui Leona saat ini. Tak urung nenek Melinda tertawa terbahak-bahak.
Abhygael yang mendengar neneknya tertawa segera memasuki kamar, keningnya mengernyit tatkala melihat neneknya tertawa sendirian. "Apa ada yang lucu nek ?"
"Kau takut jantung nenek kambuh lagi setelah melihat isterimu yang kayak macan tutul itu ? Hahahaha ....."Nenek Melinda tak henti hentinya tertawa.
"Jadi sebenarnya Nenek tau jika Leona itu buruk rupa lalu nenek sengaja menjodohkannya denganku ?" Abhygael merengut kesal.
Setelah puas tertawa, akhirnya nenek melinda menasehati cucunya. "Nenek itu tak salah memilihkan jodoh untukmu, saat ini kau harus berusaha merebut hati Leona, dia itu masih sangat labil, usia kalian terpaut lima tahun. Makanya dia masih sangat kekanak-kanakan. Kau harus bisa mengambil hatinya agar kau akan tahu siapa dirinya, percayalah nenek tak salah pilih," usai berkata seperti itu nenek Melinda terus menepuk-nepuk punggung tangan Abhygael.
Abhygael masih tetap tak mengerti, setelah pamit pada neneknya Abhyagel langsung pulang ke rumah mewahnya. Saat tak melihat Leona dia segera berteriak memanggilnya.
"Nyonya sedang menanam bunga di halaman belakang tuan," kata salah seorang maid.
Abhygael segera bergegas menuju taman, nampak Leona asyik berbincang dengan maid yang bertugas dibagian taman itu. Abygael segera menyeretnya masuk ke dalam rumah.
"Apa-apaan kamu ? Lepaskan tanganku !"
Abhyagel menghempaskan tangan Leona dengan kuat sehingga Leona nyaris jatuh ke lantai. Untung saja dia bisa berpegangan pada sudut meja yang berada di ruangan itu.
"Mulai sekarang lakukan tugasmu sebagai isteri dengan baik," Abhyagel menatap Leona lekat.
Leona terkesiap, apa dia tak salah dengar ? Jantungnya berpacu tak beraturan. Dia tak ingin disentuh suaminya. Bagaimanapun Leona berharap kelak dia diceraikan Abhygael, walau berstatus janda paling tidak sebagai janda perawan.
"Jangan bangga dulu, aku tak akan menyentuhmu, yang harus kau lakukan selain mencuci dan memasak, semua peralatan mandi dari ujung kaki sampai rambut harus kau siapkan, sepatuku harus selalu disemir mengkilap. Setiap pulang kantor kau harus membukakan pintu untukku, dan jangan lupa kau harus melepaskan sepatu dan kaus kakiku paham ?"
Huft ! Leona bernafas lega. setidaknya yang dimaksud menjalankan kewajiban sebagai seorang isteri hanyalah pekerjaan ringan untuknya. Dia tidak tahu jika Abhygael berencana ingin membuatnya kelelahan dan dengan sendirinya meminta untuk berpisah darinya.
Setelah berkata seperti itu Abhygael segera ke kamarnya, nanti malam dia berencana ingin menemui Selena di apartemennya. Karena waktu masih sore Abhygael memakai baju olahraganya dan menuju ruang fitnes. Laki-laki tampan itu selalu menjaga kebugaran tubuhnya agar tetap fit. Lain lagi dengan Leona, dia segera bergegas ke dapur untuk menyiapkan makan malam.
Para maid yang mengetahui bagaimana tuannya memperlakukan isterinya dengan buruk hanya bisa menutup mata dan telinga, berbeda dengan bibi Sulfia, saat Leona berada di dapur tak henti-hentinya wanita paruh baya itu memberi suport kepada Leona. Bibi Sulfia berharap suatu saat Abhygael akan mengakui Leona sebagai isterinya tanpa paksaan dari siapapun. Menurutnya Leona adalah type isteri penurut, terlebih lagi dia sangat ramah. Para Maid selalu dianggapnya teman, dia tak pernah membeda-bedakan mereka. Bahkan salah satu maid demam, Leonalah yang telaten merawatnya sampai sembuh. Tugas maid yang sakit itu diambil alih Leona, semua dilakukannya tanpa keluhan, bahkan dia selalu tersenyum menyapa para maid. Terkadang Leona makan bersama mereka di meja makan yang khusus disediakan untuk para maid menyantap makanannya. Bibi Sulfia tak bisa membayangkan jika wanita lain yang akan diboyong ke rumah ini maka sudah pasti mereka akan diperlakukan dengan buruk.
Kehadiran Leona yang kembali sebagai direktur perusahaan disambut dengan gembira oleh para karyawan. Direktur cantik dan mempesona serta cerdas ini sangat di rindukan. Semua karyawan berdiri berjejer di sepanjang jalan, satpam dan cleaning service tak ketinggalan."Kau di sambut bagaikan seorang ratu, aku jadi cemburu," bisik Abhygael."Jangan terlalu berlebihan," Leona mencubit pinggang suaminya."Selamat pagi ibu direktur, selamat pagi presdir," sapa para karyawan."Selamat pagi," jawab Leona sambil tersenyum dengan hangat.Tak terlukiskan kebahagiaan para karyawan saat menyambut direktur kesayangan mereka. Direktur yang dikenal ramah dan suka membantu itu kini hadir seakan memberi semangat baru bagi para karyawan.Leona naik lift menuju ruangannya di susul Abhygael."Kali ini aku tak akan membiarkanmu di dekati para pria," ucap Abhygael serius."Apa maksudmu? Bukankah seharusnya kau yang perlu di khawatirkan di dekati para gadis?" protes Leona, dia tak terima dengan perkataan suamin
Diandra tak menyangka jika Leona kini sudah kembali ke rumah Abhygael. Dengan penuh percaya diri dia membawakan mainan dan makanan untuk Abil.Bibi Sultia tak tahu harus berkata apa saat Diandra menekan bel di sudut pintu rumah. Abhygael dan Leona sedang mandi di kolam renang bersama kedua anaknya."Maaf non, tuan dan nyonya sedang berada di kolam renang," ucap bibi Sultia saat membukakan pintu rumah."Nyonya?" tanya Diandra dengan kening berkerut."Iya non, kemarin tuan Abhygael menjemput isterinya untuk kembali ke rumah ini," jawab bibi Sultia dengan sopan.Diandra tak tahu harus bilang apa, namun dia ingin memastikan apakah Abhygael mencintai isterinya atau tidak."Biar saya menunggu di teras saja bi," kata Diandra.Tanpa di persilahkan, Diandra duduk di teras rumah. Bibi Sultia segera masuk ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Dia tak memberi tahu majikannya tentang kehadiran Diandra. Saat kedua majikannya masuk ke dalam rumah barulah dia mengatakan jika Diandra sedang duduk di tera
Banyak mobil yang terparkir di halaman rumah tuan Hendrinata. Namun tuan Putera tetap berusaha mencari parkiran yang kosong di halaman."Sepertinya banyak tamu yang datang pagi-pagi," kata Mutia saat melihat kondisi pagi ini.Mutia melirik jam tangannya, waktu menunjukkan pukul 07.00 pagi. Setelah Putera memarkir mobilnya di sudut halaman yang masih kosong, mereka lalu turun dan mengucapkan salam saat sudah tiba di pintu."Kakak Abil, sini sayang lihat adiknya," Priska berdiri menyongsong Abil. Semua ikut berdiri, rupanya Aditia beserta keluarga ikut berkunjung pagi ini, seakan sudah ada yang memberi tahu mereka jika Abhygael akan datang menjemput Leona.Mungkin karena melihat orang banyak, Abil bersembunyi di belakang ayahnya. Tangannya yang mungil mendekap erat kaki Abhygael sehingga dia tak bisa melangkah dan hanya berdiri saja sambil sebelah tangannya mendekap Abil dari belakang.Leona keluar dari kamar sambil menggendong bayi Arisha. Dia tertegun melihat Abhygael namun tatkala di
Leona membiarkan bayi Arisha dalam gendongan Abhygael, dia sibuk melayani tamu yag sudah mulai berpamitan pulang. Sesekali dia mencuri pandang ke arah Abhygael yang ternyata memandangnya juga.Diandra menghampiri Abhygael yang menggendong Arisha."Jika diperhatikan ternyata wajahnya mirip sekali denganmu," ucap Diandra."Bagaimana gak mirip, dia adalah ayahnya," sebuah suara membuat Diandra terdiam.Tau-tau Dian sudah berdiri di samping Abhygael dan mengambil Arisha."Maaf bayinya mengantuk," kata Dian sambil meraih Arisha dari gendongan Abhygael.Abhygael enggan melepaskan anaknya, namun melihat tatapan tajam Leona dari pelaminan akhirnya dia menyerahkannya juga."Cium ayah sayang," Dian mendekatkan wajah Arisha dan Abhygael pun menciumnya dengan haru."Benarkah itu anakmu?" tanya Diandra saat Dian sudah melangkah jauh dari meja VIP.Abhygael mengangguk, dia lalu berdiri dan menghampiri Leona. Dia harus mengakhiri kesalah pahaman ini. Dia bahkan tak menghiraukan Diandra yang memanggil
Oemar mengabari Abhygael jika dia akan datang ke Indonesia karena adiknya akan menikah. Kabar ini bukannya membuat Abhygael bahagia, dia semakin sedih karena Leona akan kembali dari kota T. Sudah bisa di pastikan jika Wildan akan menikah dengan Leona. Tapi dia tak akan membiarkan hal itu terjadi, Leona merupakan istri sahnya. Terpikir oleh Abhygael untuk mendiskusikan hal itu dengan kedua orang tuanya namun dia tak ingin melukai perasaan kedua orang yang di sayanginya.Regan menerima undangan pernikahan Wildan, dia tersenyum. Kini dia bisa lega karena Abhygael akan bertemu Leona. Namun dia tidak tahu jika Abhygael melemparkan undangan itu ke tong sampah tanpa melihatnya sama sekali. Dengan bersenandung ria, Regan datang ke rumah Abhygael. Dia berencana ingin menceritakan kebenaran pada sahabatnya itu."Abhy, aku ingin menceritakan sesuatu padamu," kata Regan dengan penuh percaya diri."Sudahlah, aku sudah tau semuanya," kata Abhygael tanpa menoleh sedikitpun."Benarkah? Jika begitu ki
Diandra tak hilang harapan untuk terus berusaha mendekati Abhygael, berbagai cara dia lakukan. Dari sekedar bertamu sampai membawakan makanan untuk Abil.Abil yang sangat merindukan ibunya merasa gembira melihat Diandra. Balita mungil yang tak mengerti apa-apa sangat gembira ketika Diandra membawakannya mainan lalu bermain bersamanya.Semula Abhygael sangat marah melihat Diandra dengan tidak tahu malunya mendekatinya melalui Abil. Namun sekeras-kerasnya hatinya akhirnya luluh juga melihat ketulusan Diandra yang memperlakukan Abil bagaikan puteranya sendiri. "Wanita ini benar-benar tidak tahu malu!" gerutu Abhygael di dalam hati.Akhirnya entah berawal dari mana mereka kini mulai dekat. Kemana-mana mereka sering bersama, namun Abhygael tak pernah mengatakan apapun pada Diandra. Obrolan mereka hanya seputar persoalan bisnis dan tumbuh kembangnya Abil.Saat itu mereka berdua sedang duduk di sebuah cafe. Tak jauh dari mereka duduk pula pasangan Rafael dan Adelia. Saat ini Adelia sedang ha
Awalnya Abhygael enggan menghadiri acara selamatan yang diadakan sahabat ibunya di hotel berbintang lima itu. Namun kedatangan ibunya tadi pagi memintanya untuk ikut menghadirinya sebagai bentuk penghargaan terhadap sahabat. "Ibu Anita itu sahabat mama, tolong pikirkan kembali, mama tak ingin menyinggung perasaan mereka," begitu kata ibunya.Akhirnya malam ini Abhygael ke acara selamatan itu di temani Regan, dia datang tidak memakai pakaian formal seperti biasanya. Dia dan Regan memakai kemeja kotak-kotak yang senada dengan celana yang mereka kenakan."Lihatlah gadis itu, sepertinya dia terus menatapmu," bisik Regan."Dia gadis yang punya hajatan ini, tidak usah perduli kan. Toh kita sudah menghadiri acaranya," jawab Abhygael acuh tak acuh.Putera datang bersama Mutia, mereka menyalami pasangan pejabat itu dan anaknya.'Kenalkan ini Diandra, dia baru pulang dari Amerika," Ibu Anita memperkenalkan anaknya."Oh, anakmu cantik sekali," puji Mutia.Diandra tersipu malu mendengar pujian sa
Sudah seminggu Abhygael uring-uringan, ada-ada saja hal yang membuatnya marah. Laporan yang disodorkan tanpa titik dan koma saja dia berang. Regan bahkan sempat jengkel dengan tingkah Abhygael akhir-akhir ini."Aku tak ingin ada kesalahan lagi," kata Abhygael dengan tegas."Siap bos!" jawab Regan dengan rahang mengeras menahan marah, sudah beberapa kali dia harus memperbaiki dokumen."Satu lagi, jangan izinkan siapapun masuk ke ruangan ini tanpa seizinku," ucap Abhygael tanpa menoleh sedikitpun pada Regan. Dia benar-benar memposisikan diri sebagai atasan.Regan benar-benar heran dengan bosnya, keningnya berkerut, lalu dia menggeleng-gelengkan kepalanya."Bukankah selama ini memang seperti itu bos," sanggah Regan.Abhygael mengabaikan sanggahan Regan, memang benar apa yang dikatakannya namun Abhygael merasa akan ada seseorang yang datang namun dia tak tahu siapa. Mungkin ini hanya perasaannya saja.Selama ini dia selalu bermimpi di datangi seorang gadis cantik, dia sangat ketakutan. Dia
Cuaca pagi ini sangat cerah, pesawat Garuda mendarat dengan sempurna sesuai jadwal. Dian sudah menunggu ibu Renata sekitar setengah jam yang lalu.Tak berapa lama, ibu Renata muncul di pintu kedatangan sambil menenteng sebuah kopor."Selamat datang di kota T bu," sapa Dian lalu meraih koper dari tangan ibu Renata."Apa kau sendiri saja? Siapa yang menemani Leona?" tanya ibu Renata sambil melihat ke kiri dan kanan."Aku dan sopir grab bu, Leona di temani Wildan dan Arini," jawab Dian lalu menuju ke parkiran di susul ibu Renata.Hanya butuh waktu dua puluh menit untuk tiba lebih cepat di Rumah Sakit. Jalan di kota ini tak semacet kota Jakarta. Di kiri kanan jalan terdapat rumah-rumah penduduk dan beberapa sekolah dan rumah ibadah, juga pantai yang indah. Sopir grab mengemudikan mobilnya dengan perlahan sehingga ibu Renata masih bisa melihat pemandangan laut yang begitu tenang Begitu tiba di Rumah Sakit, Dian segera menuntun ibu Renata menuju ke ruangan VIP. Leona sedang duduk di atas ka