Share

5. Gula VS Garam

Selena terus mendesak Abhygael untuk menikahinya, menyandang status nyonya Abhygael Pratama sudah diimpikannya sejak dulu. Hanya perempuan bodoh saja yang tak mau menikah dengan pengusaha terkaya dan tampan ini. Gadis ini berpikir hanya dialah yang tau ketampanan Abhygael. 

"Kapan kita menikah ? Apa kata orang nanti kalo kita terus bersama tanpa status !"

Abhygael diam saja, pikirannya sedang kalut, bagaimana caranya menyampaikan kepada Selena jika saat ini dia sudah menikah ! Ditariknya nafasnya dengan dalam. "Sayang, bukankah kau tau jika nenek sedang di rawat di Rumah Sakit ?" 

Ini bukan saat yang tepat untuk menyampaikan kabar itu, Abhygael takut Selena akan menjauhinya, hanya dialah satu-satunya wanita yang dicintai Abhygael. 

"Jika begitu bawa aku menemui nenekmu, kita perlu meminta restu darinya," Rengekan Selena membuat Abhygael resah. Dia tak bisa melihat kekasihnya ini merajuk, jika itu terjadi maka berhari-hari lamanya dia membujuk dengan segala rayuan pulau kelapa untuk meluluhkan kemarahan sang pujaan hati. Bukan untu pertama kalinya Selena merajuk seperti itu, ketika keduanya berada di Amerika Selena pernah tidak menemuinya, bahkan menolak panggilan teleponnya selama dua minggu hanya karena dirinya menolak menemani Selena menonton konser musik di kota Paris.

"Baiklah, besok kita akan menemui nenek di Rumah Sakit," Abhygael dengan berat hati menyetujui permintaan Selena. Dia akan mencari cara bagaimana memperkenalkan Selena pada neneknya, entah mereka tampil sebagai sahabat atau kekasih, lihat saja bagaimana nantinya.

Selena gembira bukan kepalang, tidak sia-sia usahanya selama ini yang ingin mengenal keluarga Abhygael, menurut rumor sangat sulit masuk dalam lingkungan keluarga itu, selain kaya mereka tekenal sangat tertutup. Kecelakaan yang menimpa orang tua Abhygael dan kakeknyapun ditutupi dengan rapat. Media hanya meliput tentang kematian ketiga keluarga itu, setelah itu beritanya hilang bak ditelan bumi. Seakan ada penguasa yang tak terjamah dibalik semua itu, publik awalnya sangat penasaran dengan kecelakaan beruntun yang terjadi, namun seiring berjalannya waktu rasa penasaran itu hilang dengan berita kembalinya sang pewaris buruk rupa setelah sekian lamanya menghilang. Tak ada yang melihat mayat ketiga keluarga itu, yang dilihat dalam tayangan televisi hanyalah tiga buah peti mati yang dimasukkan keliang lahat dengan tangisan pilu keluarga.

Pagi ini Abhygael akan membawa Selena menemui neneknya di Rumah Sakit, sebelum berangkat dia menyempatkan waktu untuk sarapan pagi yang telah disediakan isterinya. Roti panggang, selai, omelet, daging asap, sosis, sereal, pancage lengkap dengan sirup, ada juga buah dan beverage. Hmmm, menggugah selera.

"Leona, tuangkan teh untukku," Abhygael menggeser kursi beludru yang terdapat di ruang makan itu.

Leona menuangkan teh untuk suaminya, lalu diapun duduk disamping suaminya. Bukan hendak sarapan tetapi ingin menemani suami menikmati sarapan paginya.

"Siapa yang menyuruhmu duduk di dekatku ? Ini teh pahit sekali, apa bibi Sultia tidak memberitahumu bagaimana rasa teh yang biasa aku minum ? Cepat ganti !"

Leona segera bergegas ke dapur dan menyeduh teh yang baru untuk suaminya. Sudah lima kali dia bolak balik mengganti teh yang katanya kurang, pahit, kurang manis dan masih terlalu manis dan masih banyak lagi keluhan suaminya tentang pelayanannya pagi ini. Leona tetap dengan sabar meladeni kesengajaan suaminya itu, Leona tau jika Abhygael sengaja mengerjainya agar dia kapok. Tapi tidak, bukan Leona namanya jika tidak membalas semua penghinaan ini. Terakhir saat suaminya memintanya mengganti teh lagi, diambilnya satu sendok garam, lalu diaduknya dalam cangkir teh itu dan disuguhkannya kepada Abhygael dengan senyum manis yang sengaja dibuat-buat.

"Kurasa ini suguhan terakhir, aku yakin ini sesuai dengan seleramu."

Tanpa menaruh rasa curiga, Abhygael menenggaknya dan...

"Hue,,,cih ...kau...kau!" Abhygael berlari ke arah wastafel dan memuntahkan seluruh teh yang sempat tertelan olehnya. 

Kilatan kemarahan nampak dari matanya yang menatap liar ke arah Leona yang duduk dengan santai tanpa rasa bersalah sedikitpun, bibi Sulutia segera bergegas mencoba meredakan kemarahan Abhygael.

"Maafkan bibi tuan, bibi yang salah, itu bukan ulah nyonya," Sultia sengaja membela Leona setelah melihat toples yang berisi garam berada di atas meja dapur.

Abhygael mengabaikan bibi Sultia yang hendak mencegahnya, anak ini harus diberi pelajaran biar tahu rasa. Abhygael segera mencekal lengan Leona. Saking kuatnya cekalan itu membuat Leona meringis, dia segera berdiri dan menatap garang suaminya. Abhygael mendorongnya sampai membentur didnding. Leona tak terima diperlakukan kasar seperti itu, diapun berontak, matanya melotot. Abhygael menatapnya. Ternyata isterinya memiliki mata yang sangat indah, dia sesaat tertegun dan melepaskan cengkeraman tangannya.

"Mengapa kau melakukan itu padaku ?" Suara Abhygael sedikit tercekat.

Leona merenggangkan pergelangan tangannya yang terasa sakit. "Bukankah kau yang memulai lebih dulu ? aku sudah berusaha melakukan yang terbaik namun kau terus mempersulit diriku." 

Suara serak Leona membuat Abhygael gerah. Shift ! suara menggairahkan itu lagi, jantungnya berdesir tatakala mendengar suara itu, tubuh bagian bawahnya meremang, rahangnya mengatup bukan karena marah tapi berusaha menahan gejolak yang muncul tiba-tiba.

"Diam ! Aku tidak menyuruhmu bicara !" Abhygael segera menyambar kunci mobil yang ditaruhnya di atas meja makan. Dia harus menghindari isteri buruk rupa ini, jika tidak dia bisa kebablasan. Dia sudah bertekad untuk tidak akan pernah menyentuh isterinya itu. Jika hasrat itu muncul dia akan melampiaskannya seorang diri di kamar mandi. Terhadap Selenapun dia tak akan melakukannya, hubungan mereka selama ini hanya sebatas berpelukan dan berciuman mesra.

Seakan ada yang terlupa, Abhygael kembali masuk ke ruang makan lagi dan mengancam isterinya. "Sebagai hukuman untukmu, mulai saat ini kau dilarang keluar rumah tanpa seijinku. Titik !"

Leona hanya bisa memandang suaminya dengan penuh tanda tanya. Aneh, sejak menikah dengan Abhygael dia tak pernah sekalipun keluar rumah. Yang sering dilakukan Leona diluar rumah itupun di atas balkon adalah menjemur pakaian yang dicucinya. itu saja.

Sepanjang jalan menuju kediaman Selena, Abhyagel tak henti hentinya mengumpat Leona. Terngiang pembelaan isterinya itu, benar juga. Dia sengaja mengerjai Leona agar kelelahan dan memilih untuk berpisah dengannya, namun tak sekalipun dia mendengar keluh kesah Leona, bahkan dia sering bertelepon mesra dengan Selena namun tak sekalipun terlihat kilatan kecemburuan dari wajah isterinya. Suara serak Leona sangat memabukkan, hanya dengan membayangkan kembali suara itu membuat celananya terasa sangat ketat. Sial... ! Dia sudah tidak tahan lagi. Apakah dia harus melampiaskannya pada Selena ?.. ah bagaimana caranya ? Selama ini dia sangat menjaga kehormatan kekasih hatinya itu, dia tidak tahu jika Selena saat ini tidak perawan lagi.

Selena sering menghabiskan waktunya bersama salah satu pesaing bisnis keluarga Pratama,  yang memilikih tubuh yang kokoh dan tampan pula. Jika Selena tidak bisa menyalurkan hasratnya dengan Abhygael maka dia harus mencari Rafael. Itu terus dilakukannya tanpa sepengetahuan Abhygael. Abhygael terlalu mempercayainya, bahkan laki-laki itu telah menjanjikan sebuah rumah mewah dan mobil Rolls-Royce yang diimpikannya selama ini. Penghasilannya sebagai model tak cukup untuk memenuhi semua kebutuhannya. 

Saat ini Selena sedang menanti kedatangan Abhygael yang akan menjemputnya menemui nenek Melinda di Rumah Sakit, ini merupakan peluang terbaik yang tak bisa dia sia-siakan. Dengan keahliannya dia akan berusaha memikat hati sang nenek agar merestui hubungan mereka. Dia tidak akan menyangka jika pertemuannya nanti akan menjadi rasa malu dan rasa sedih yang teramat menyakitkan untuknya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status