Catra dan Gisa sampai di tempat sang anak, dengan Zeca sebagai pembimbing jalan. Dean tersenyum cerah diatas stroller yang sedang dinaikinya.
Gisa risih karena menjadi pusat perhatian dari orang-orang disekitarnya. Namun inisiatif Gisa untuk memakai masker sebelum naik keatas heli tadi, dapat menyelamatkan identitas dan privasinya.
Gisa dan Catra menghampiri sang anak. Tanpa menunggu lama, Catra langsung membawa tubuh mungil sang anak, kedalam pangkuannya.
Dean membalik topi yang tengah dipakainya, sehingga bagian depannya menghadap ke belakang. Setelahnya, dia cium pipi kanan dan kiri dari sang Daddy.
"Telima kasih, Daddy cudah datang!" bisiknya pada telinga Catra.
Catra mengecup pipi sang anak, kemudian membalas bisikan dari anaknya. "Tidak masalah. Apapun Daddy lakukan untuk kamu, Baby!" bisiknya pada telinga Dean.
Dean menatap mata hijau, Catra. Warna mata yang sama persis dengan bola mata yang dimiliki Dean. Dia mengangguk sambil
Terima kasih sudah membaca ❤️❤️ VOTE!!! VOTE!!!
Pagi-pagi sekali, Gisa sudah sibuk dengan peralatan memasaknya. Sebuah celemek berwarna pink, melilit indah pada tubuh rampingnya. Gisa bawa rambut panjangnya yang menjuntai untuk dia gulung keatas membentuk bound. Dengan mahir, Gisa memotong beberapa bahan untuk dia olah menjadi makanan sehat, yang akan dibawa pulang oleh sang bibi. Bi Sera tetap ingin pulang kerumahnya dan menolak untuk tinggal bersama Gisa, di mansion mewah milik suaminya. Pagi ini, porsi memasak Gisa 3 kali lebih banyak dari pada biasanya. Selain memasak untuk Bi Sera, Gisa pun memasak untuk Melisa, ibu dari Fazzura yang saat ini masih dirawat di rumah sakit. Saat bangun pagi tadi, bahkan suaminya masih terlelap dengan tangan yang melilit posesif pada pinggang Gisa. Sebenarnya, Gisa masih ingin bermalas-malasan diatas tempat tidur. Tapi apa daya, kewajibannya untuk menyiapkan sarapan setiap pagi, mau tidak mau membuatnya beranjak dari tempat tidurnya dan mulai berkutat den
Catra dan yang lainnya melanjutkan kembali sarapan mereka. Sementara Abhi sudah melesat pergi entah kemana. "Dad, memang Zeca mau nikah?" tanya Gisa pada suaminya. Gisa sempat terkejut saat suaminya menuturkan kalau asisten pribadinya itu, akan menikah. Gisa hanya khawatir, jika Zeca harus menikah karena sebuah perjodohan. Cukup dia saja yang menikah mendadak karena dipaksa oleh keadaan. Gisa masih beruntung karena menikahi lelaki sebaik Catra. Dia tidak dapat membayang jika lelaki itu bukan suaminya yang sekarang. "Gak," jawabnya acuh. Tangannya terangkat untuk menghapus sudut bibirnya menggunakan serbet yang tersimpan diatas pahanya. Gerakannya anggun dengan tangan yang dia lipat kembali setelahnya. "Hem?" bingung Gisa dengan alis yang berkerut. "Enggak! Itu rencana Tuan Arsenio! Dia hanya ingin memastikan sesuatu saja." lanjut Catra. "Memastikan?" tanya Gisa kembali. Catra sudah menyelesaikan sarapannya. Di menatap a
Abhi berlari diantara kerumunan orang-orang yang memadati Bandara, pagi ini. Matanya meneliti seluruh ruangan yang terjangkau oleh pengelihatannya. Setiap perempuan yang mempunyai perawakan serta model rambut seperti Zeca, Abhi hentikan terlebih dahulu untuk dia pastikan kalau orang tersebut adalah orang yang Abhi cari. Namun nihil, tidak ada Zeca diantara perempuan-perempuan tersebut. Setelah mendengar kabar Zeca akan menikah begitu tiba di Italia, dengan refleks Abhi berlari keluar dari kediaman Catra dan melajukan mobilnya menuju Bandara. Setelah sampai bandara pun Abhi dengan tidak sadarnya terus mencari-cari sosok Zeca yang bahkan kalau bertemu pun dia bingung akan memberi jawaban apa jika Zeca mempertanyakan kedatangannya. Abhi berjalan mendekati Public Information Service.Dia bertanya tentang jadwal penerbangan ke Italia, yang ternyata sudah lepas landas 10 menit yang lalu. "Ckk, Lo telat, Bi!" desis Abhi sambil berjalan
Gisa dan Danisha masuk kedalam ruangan mereka, setelah Danisha dapat menormalkan kembali ekspresinya dari keterkejutan. Siapa yang tidak terkejut, jika ternyata teman magang yang merupakan juniornya, adalah istri dari pemilik perusahaan tempat dia mencari nafkah. Gisa dan Danisha menempati tempatnya masing-masing. Gisa mulai mengerja kan apa yang menjadi tugasnya. Ini adalah Minggu terakhir Gisa bekerja sebagai anak magang dan tinggal menunggu pemberitahuan tentang diterima atau tidaknya Gisa sebagai karyawan tetap di perusahaan Ganendra Group. Saat mereka semua tengah fokus pada pekerjaannya masing-masing, tiba-tiba ... BRAK ... Seseorang menggebrak meja dengan cukup keras, sehingga mengagetkan semua orang yang ada di ruangan tersebut. Gisa memegang dadanya sambil terjengkat karena kaget. Sementara Danisha dan Milea, latah dengan menyebutkan hal-hal yang menggelikan. "Derina!" bentak Danisha. Ya! Yang menggebrak meja a
"ZEZE!!" bentak Abhi refleks sambil menarik tangan Zeca untuk menjauh dari pria tersebut. Semua orang yang hadir memfokuskan perhatiannya pada Abhi, termasuk Tuan Arsenio. Zeca membulatkan matanya tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Kak Abhi!" pekik Zeca dengan kedua tangan yang terangkat menutup mulutnya. "Baby, dia siapa?" tanya seorang pria yang tadi Zeca cium pipinya. "Baby? Baby, kamu bilang? Ch!" Abhi berdecih sambil tersenyum sumbang. Kedua tangan Abhi terlipat pada pinggang nya. "Abhi!" bentak Zeca. Abhi melebarkan matanya tidak percaya kalau Zeca berani membentaknya demi membela pria tersebut. "Jadi pernikahan ini didasari atas suka sama suka? Bukan karena perjodohan? Begitu?" tanya Abhi menggebu. Zeca mengerutkan keningnya. "Kenapa Kak Abhi marah? Kalau pun saya menikah, apa hubungannya dengan, Kak Abhi?" tanya Zeca bingung. Abhi tertawa sumbang mendengar pertanyaan dari Zeca. Memang benar, kena
Catra selalu pulang larut malam. Abhi yang belum kembali ke tanah air, membuat Catra menyelesaikan segala pekerjaannya seorang diri. Seperti malam ini. Jam sudah menunjukan pukul 9 malam, namun Catra masih berada di dalam ruangannya. Setelan jas nya pun, sudah Catra tanggalkan. Dia berganti pakaian dengan kaos polo shirt navy, yang ada di dalam lemari ruang kerjanya. Catra tengah fokus mengecek laporan dan menandatangani beberapa dokumen penting. Dia juga sudah beberapa kali meregangkan tubuhnya yang lelah. "Abhi! Jangan harap kamu mendapatkan gaji untuk bulan ini!" ancam Catra yang masih fokus pada pekerjaannya. Catra terperanjat kaget, saat tiba-tiba sebuah tangan melingkar pada lehernya. Selain sebuah pelukan, Catra juga dikejutkan dengan kecupan yang mendarat pada pipinya. Catra menyingkirkan tangan tersebut, kemudian memundurkan kursinya. Sebuah senyuman terpatri dari bibir Catra, saat mengetahui siapa orang yang dengan lancang masuk kedalam ruan
Gisa tengah mematut dirinya didepan cermin ruang walk-in closet nya. Malam ini, Gisa mendapat undangan makan malam dari adik iparnya. Kayanna mengundang Gisa dan keluarganya untuk makan malam dirumah utama keluarga Ganendra, sebagai perpisahan sebelum Kayanna berangkat besok siang menuju Singapura untuk satu bulan kedepan. Kayanna berencana mempertemukan Ayumma dengan keluarga besar dari Kaisara, suaminya. "Mommy, masih belum selesai?" tanya suara serak dan berat yang baru saja masuk kedalam ruangan yang sama dengan yang Gisa tempati. Gisa belum siap. Dia masih memakai bathrobe nya, dan hanya bagian wajahnya saja yang sudah siap. Gisa hanya memakai make-up tipis dengan rambut yang dia gerai dan dia ikat bagian atasnya saja. "Kebiasaan banget, ngagetin orang!" gerutu Gisa masih dengan posisi Gisa membelakangi Catra. Gisa tengah memilih pakaian yang akan dikenakannya. Catra maju, kemudian menempelkan tubuhnya untuk memeluk Gisa dari bela
'Wah, lihatlah penampilannya! Seperti akan menghadiri award!' batin Gisa saat melihat penampilan Fazzura yang memakai bodycon dress yang memperlihatkan lekuk tubuh, serta bagian dada yang tercetak jelas. 'Oh, Baby! Mata suci kamu, ternoda gara-gara penampilan Tante kamu yang tidak bisa menyesuaikan tempat. Dia kira ini di luar negeri apa?' batin Gisa bermonolog sendiri. Fazzura berdiri kemudian berjalan menghampiri Catra. Catra sendiri posisinya masih berdiri dengan tangan yang memeluk bahu Gisa. Gisa memanfaatkan kesempatan itu, untuk memanas-manasi Fazzura, dengan melilitkan tangannya secara posesif pada pinggang Catra. Fazzura maju untuk memeluk tubuh Catra, namun Gisa menghalanginya dengan langsung maju dan memeluk tubuh Fazzura sambil cipika cipiki dan memberikan senyum ramah yang dipalsukan nya. 'Sial!' batin Fazzura memaki. Fazzura mencoba kembali, namun saat ini bukan Gisa yang menghalanginya. Melainkan Dean yang berdiri dihadapan Catr