Share

Masakan Pertama

Hazel Erlangga Derrick, putra dari Carlos Derrick seorang pengusaha kaya yang sudah mewariskan hampir seluruh asetnya pada Hazel. Pria berwajah tampan bak pahatan dewa Yunani ini bukanlah orang sembarangan, dia mampu membeli apapun yang menarik perhatian, termasuk Zey, gadis yang diam-diam menarik perhatiannya.

"Kok bisa lo sih?" Zey masih tak percaya, ia hendak tertawa rasanya melihat betapa dunia sedang mempermainkan keadaan hidupnya.

"Kenapa?" Suara serak basah Hazel membuat Zey merinding ngeri. Hazel menatap datar gadis di depannya, "Terkejut? Bukankah kita sudah pernah bertemu sebelumnya."

"Wahh luar biasa." Zey memijit pelipis hampir terhuyung jatuh kalau saja pria tegap yang tadi membawanya masuk tak segera memegang bahunya.

Senyum tipis terbit di bibir menggoda Hazel, "Sekali lagi aku bertanya, berapa hargamu?"

"Lo pikir gue cewek murahan, hah?! Enak banget lo nanya harga segala macem, gue bukan pelacur yang bisa lo beli!" bentak Zey sukses membuat beberapa maid yang sedang bekerja tertegun mendengarnya.

Hazel pun sama kagetnya. Hanya sebentar sebelum wajah datarnya kembali. Dia menatap beberapa maid yang masih setia menunggu responnya, memberi kode agar para pekerjanya menjauh saja, dia tak sudi jadi tontonan.

"Kenapa kamu sekasar ini, hmm? Apa pertanyaanku begitu menyinggung perasaanmu?" Hazel senyum seolah  tak berdosa.

Zey mengurut dada, dalam hati menyumpahi Hazel segera stroke di tempat. Namun, tampaknya sumpah Zey tak dikabulkan, Hazel masih berdiri angkuh penuh wibawa di tempatnya.

Tuhan, Zey ingin melempar sendalnya ke wajah mulus Hazel, sumpah!

"Nama lo siapa?" Zey bertanya tegas.

"Hazel Erla—"

"Tuan Hazel yang terhormat, Anda benar-benar luar biasa sekali. Rumah megah, mobil banyak, penjaga dan pembantu juga banyak, kenapa kurang kerjaan sekali mempermainkan saya seperti ini?" potong Zey frustasi. Gadis itu memegangi kepala yang mulai berdenyut sakit, pertanda tensinya naik.

"Mempermainkanmu? Kapan?" Hazel memiringkan kepala sok polos. Zey menahan diri untuk tak membogem wajah soknya itu.

"Sekarang! Tuan Hazel mempermainkan saya! Anda tau? Pekerjaan adalah hal yang penting bagi saya, ketika saya sampai di sini saya malah disuguhi pertanyaan yang luar biasa. Jika sekenanya Anda tak mau mempekerjakan saya, jangan mengerjai seperti ini!" Zey berang, dia hendak menangis kalau saja tak ingat tempat dan waktu. Tidak, Zey tak boleh dilihat lemah.

Hazel maju dua langkah, menahan diri untuk tak memeluk gadis di depannya. Entahlah, Hazel benci perasaan bersalah yang menyelimuti hatinya saat ini. Mau tak mau Hazel mengangkat tangannya, mengusap kepala ditutupi hijab itu sambil menghela napas berat.

"Dengarkan aku." Hazel memegang bahu Zey tetapi ditepis cepat oleh gadis itu. Hazel berusaha sabar, "Aku tak berniat mempermainkanmu, Nona. Kamu sudah tanda tangan kontrak, di sana juga sudah jelas tertera kalau kamu harus melayani Tuan rumah."

Hazel menangkap respon tegang di wajah Zey, dia mengusap wajah gusar. Bukan melayani dalam segi batin, Zey! Ah, Hazel ingin menjitak Zey rasanya.

"Jangan salah paham. Melayani di sini maksudnya, kamu harus mengerjakan segala macam keinginan Tuan rumah. Tenang, aku paham batasan yang kamu mau meskipun aku sangat ingin melewati batasan itu." Zey menatap tajam, Hazel hanya menggedikkan bahu sambil tersenyum santai.

"Dan satu lagi." Zey yang semula sedang menunduk langsung mendongak cepat, "Dalam satu bulan ke depan kamu harus banyak berlatih."

Dahi Zey mengerut, "Berlatih?"

"Ya, berlatih." Hazel menundukkan kepala, berbisik di telinga Zey, "Berlatih menjadi istri yang baik dan sempurna untuk Hazel Erlangga Derrick."

Mata Zey membeliak sekaligus umpatan keluar bebas dari bibirnya meski lirih, Hazel mendengarnya dan pria itu hanya tersenyum samar.

"Baiklah calon istriku." Hazel menepuk bahu Zey, "Aku ada urusan di kantor. Masaklah sesuatu yang bisa kumakan saat pulang nanti. Ingat, utamakan keselamatanku, jika ada racun di dalamnya, awas saja." Mata Hazel mengedip sebelah kemudian berlalu.

Zey tersenyum licik lalu berujar sengaja dikuatkan agar Hazel dengar, "Tidak mungkin saya lupa memasukkannya, Tuan. Bukankah stok racun masih banyak?"

Hazel berbalik ingin protes tapi Zey sudah berlari ke dalam mencari keberadaan pria yang menawari pekerjaan menyebalkan ini padanya.

"Hey kamu." Hazel memanggil wanita paruh baya yang baru masuk membawa bahan makanan, "Awasi anak baru itu, jangan sampai terluka."

"Baik Tuan." Dia menunduk hormat kemudian berlalu ke dapur, mencari anak baru yang dimaksud tuannya.

Sedangkan di dalam sana. Zey tengah merenungi nasib di pojok dapur, mengingat-ingat apakah ia pernah melewati pengemis tanpa menunduk sopan, atau tak sengaja menginjak kaki induk kucing yang sedang mencari makan. Seingatnya tak pernah, lantas kenapa nasib buruk mampir padanya hari ini, ahh, bukan hari ini saja, hari selanjutnya juga pasti begini.

"Apeees!" Zey menggigit jari sambil menghentakkan kedua kakinya ingin menangis sekaligus menjerit.

"Awas aja lo ya! Gue masukin sianida biar cepet mampus!"

"Etapi nanti kalau gue kena pidana gimana?"

"Aaa bodo amat! Dia yang mulai duluan!"

"Tapi kalau gue di penjara yang ngurus Ibu siapa?"

"Arghhh Hazel Erlablabla sialan!" 

Seperti orang gila. Zey menjerit sendiri di pojok dapur. Tak menghiraukan orang-orang yang menatapnya heran apalagi dia tengah menyumpahi tuan rumah. Memang Zey, kurang ajarnya sudah kelewat batas.

"Nona, ada apa?" tanya salah satu maid.

Zey menatap sebentar, "Gapapa."

Dia menunduk diam di pojokan, menjadi saksi bisu di antara hiruk pikuk dapur. Zey merutuki nasib tapi tak bisa menyalahkan takdir. Dia terlanjur masuk ke dalam jebakan Hazel. Yah, sudahlah.

"Nona, ada pesan dari Tuan Hazel." Seorang pria berbadan kekar agak pendek datang menyerahkan benda pipih pada Zey.

'Jangan menyumpahiku, Sayang. Aku dengar semuanya.' 

Zey memijit pelipis, matanya langsung tertuju ke kamera CCTV yang sudah nangkring dari tadi di pojokan sana.

'Aku kembali tiga jam lagi, see you. Oh, ya jangan lupa masakkan makanan untukku. Bye Sayang.'

'Sayang jendulnya,' umpat Zey dalam hati.

Wanita paruh baya mendekati Zey, "Ayo Non saya tunjukkan menu siang ini."

Zey menatap sinis ke arah kamera CCTV, memeletkan lidah sambil memasang wajah masam membuat pria yang tengah menonton dirinya di layar laptop terbahak nyaring.

"Ah gadis ini membuatku gila saja," ujar Hazel menyandarkan punggung ke kursi kebesarannya, memutar-mutar tempat duduknya sambil tersenyum geli layaknya remaja yang sedang kasmaran.

"Aku tak sabar ingin pulang ke rumah dan mengganggunya lagi." Hazel menyembunyikan wajah gelinya ke meja, dia benar-benar gila rasanya.

***

"Apa yang kau masak ini?" Hazel melirik makanannya curiga.

"White rice with sweet fermented of soybeans with palm sugar jaggery completed with topping local cuisines." Zey tersenyum samar melihat raut heran Hazel.

"Tinggal bilang nasi putih pake kecap aja susah banget."

"Biar gaul gitu."  Zey berkilah.

Hazel menggeleng heran, "Kalau rasanya gak enak kamu dapat hukuman." 

"Kek anak SD aja dihukum."

Beberapa maid yang ada di sana menatap ngeri. Baru kali ini ada pembantu yang berani menyahuti ucapan majikan. Memang Zey tak ada takut-takutnya.

"Gimana rasanya?" Hazel memicingkan mata.

"Gak enak."

"Jujur banget ya ampun."

"Kamu masaknya yang bener bisa? Aku gak makan siang loh gara-gara ingetnya kamu masak di rumah." Hazel memasang wajah murung membuat Zey diam-diam iba juga. Anak siapa sih dia? Pandai betul mengatur ekspresi.

"Mbok, makanan yang tadi udah?" 

Wanita paruh baya di sebelah Zey mengangguk, "Saya ambil dulu, Non." Zey mengangguk.

"Apa liat-liat?" Hazel langsung mencari objek lain saat terpergok melirik Zey.

Tak lama beberapa maid datang menghidangkan makanan utama. Zey menata piring serapi mungkin, menekan ego dan bekerja sebaik mungkin mengingat nominal angka yang akan ia terima di awal bulan nanti. Mata duitan? Yah terserahlah yang penting halal.

"Gimana?" Alis Zey naik turun menunggu respon Hazel.

"Hmmm, enak." Tak menunggu waktu lama Hazel langsung melahap makanannya bahkan nambah beberapa kali. Kalau dilihat, yang dihidangkan Zey hanya masakan rumahan biasa tetapi nafsu makan Hazel langsung naik.

"Tidak salah aku memilih kamu jadi—"

"Pembantu?" potong Zey.

"Calon istri."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status