Share

Mendadak Gila Karena Mertua
Mendadak Gila Karena Mertua
Author: Fitria Salim

Tekanan Dari Mertua

"Sari! Gila kamu, ya?!" bentak Lian pada sang istri yang baru saja meletakkan bayinya yang baru berusia empat hari itu di dalam bak mandi berisi air dingin.

Lian lantas mengambil bayi yang menangis keras itu. Mungkin saja air sudah sedikit masuk ke dalam hidung si bayi karena ia terlihat sedikit kesulitan bernapas.

"Kenapa, Mas? Aku cuma mau memandikan Gavin saja, kok," jawab Sari dengan nada datar, begitu juga dengan raut wajahnya yang terlihat tak menyesali apa yang sudah ia lakukan terhadap anaknya.

"Ya, tapi gak dilepas gitu aja di dalam bak. Kamu mau bunuh dia?"

Lian segera mengambil handuk dan membungkus tubuh sang anak dan dibawanya ke dalam kamar. Beruntung, Lian sudah bisa mengurus bayi karena dulu, saat mereka baru memiliki anak pertama, Lian juga ikut andil dalam merawat dan mengasuh bayinya.

Dengan cekatan, Lian membalurkan minyak telon ke badan Gavin. Bayi itu sudah tidak menangis lagi. Dengan pengalamannya, ia berhasil memakaikan pakaian pada bayi mungil itu. Setelah diberikan susu formula, bayi Gavin mulai tertidur dan Lian menaruhnya di atas kasur mereka.

Dengan perasaan yang tak keruan, Lian kembali menemui Sari yang mungkin masih berada di belakang rumah, tempat biasa mereka memandikan anak-anaknya.

"Apa yang kamu pikirkan, Sari? Gavin itu masih bayi, bagaimana bisa kamu menaruhnya begitu saja di dalam bak berisi air."

"Aku tidak bisa memandikannya dengan bersih, Mas. Ibu bilang, mending mandi sendiri dari pada dimandikan ibu yang gak becus seperti aku. Jadi, aku membiarkan Gavin agar mandi sendiri."

Degh

Saat Sari menyebut kata 'Ibu', pikiran Lian kembali pada hari kemarin saat ibunya datang bersama dengan para tetangga.

"Sari, ini anakmu, kok, masih kotor begini? Lihat, tuh! Masih banyak kaya lemaknya gitu di badan anak kamu," cecar bu Tri --ibu mertua Sari.

"Ini namanya Vernix Caseosa, Bu. Kata dokter, ini normal, kok. Itu terbentuk sejak dalam kandungan, Bu. Nanti juga hilang dengan sendirinya, kok," jawab Sari lembut.

"Itu karena kamu bandel kalau dibilangi. Udah dibilang, kalau hamil itu, jangan makan sembarangan. Dulu, Ibu waktu hamil itu banyak pantangannya dan Ibu pasti nurut. Gak kaya kamu, ngeyelan!"

Sari hanya tersenyum kecut mendengar ucapan sang ibu mertua. Sebenarnya ia cukup malu, sebab, di sana tak hanya ada mereka berdua. Tapi, ada beberapa tetangga juga yang ikut bu Tri menjenguk Sari setelah pulang melahirkan sesar di rumah sakit.

"Tapi bener, lho, Bu Tri. Anak saya juga pas ngelahirin, anaknya ya persis kaya anaknya Sari ini. Banyak lemaknya, padahal, anak saya dijaga banget makannya. Kata dokter ya itu, pernik-pernik apa gitu namanya." Salah satu tetangga yang bernama bu Maria menimpali, membuat bu Tri mencebikkan bibirnya.

"Ya, kalau memang kotor dari lahir, sudah jadi tugas ibunya buat bersihin.  Kalau gini, bisa dilihat kalau si Sari ini orangnya jorok. Gak bisa dia bersihin anak sendiri. Kalau gitu, mending anaknya mandi sendiri."

Ucapan bu Sari masih terngiang-ngiang di kepala Sari. Bahkan, sampai rombongan itu sudah pulang. Sari yang baru saja melahirkan secara sesar tentu sangat kesulitan dalam merawat bayinya. Belum lagi anak pertamanya yang masih berusia empat tahun. Ibu mertuanya, meskipun tinggal berdekatan, tak pernah sama sekali membantu Sari dalam mengurus anak-anaknya.

Sari yang dalam keadaan lelah, masih dibuat kewalahan saat bayinya tak mau menyusu padanya. Meskipun air susunya keluar, tapi tak begitu deras. Dan puting payudaranya yang datar, membuat bayinya tak bisa menyusu dengan baik. Terpaksa, di hari kedua bayi itu lahir, Sari memberinya susu formula selama masa ia memperbaiki bentuk putingnya.

"Mas, bisa minta tolong buatkan susu buat Gavin? Perutku rasanya sakit sekali, Mas," pinta Sari pada Lian yang baru saja pulang dari bekerja di salah satu pabrik sebagai penjaga keamanan.

"Aku capek, Sari. Tadi harus bantuin orang-orang buat angkatin barang. Besok aku juga harus masuk shift pagi. Kamu bikin sendiri aja, lah. Itu, susunya juga di atas meja dekat kamu."

Tanpa membersihkan diri terlebih dahulu, Lian langsung tertidur dengan kaos oblong dan celana yang tadi dipakai bekerja. Sari meringis menahan rasa nyeri di perut bagian bawahnya yang terdapat luka sehabis operasi. Dengan gerakan pelan, Sari berusaha bangun untuk membuatkan Gavin susu.

****

"Sari! Sari! Astaga, di mana anak itu? Bisa-bisanya anaknya nangis dibiarin sendirian."

Karena rumah bu Tri yang bersebelahan dengan rumah Sari, ia jadi bisa mendengar tangisan Gavin dari rumahnya. Meski melihat sang cucu yang menangis, tak ada niatan bu Tri untuk menggendong atau sekadar menenangkannya.

"Gavin, maafin Ibu ya, Nak. Ibu habis dari WC," ucap Sari penuh sesal saat melihat anaknya menangis sampai wajahnya memerah.

"Dasar ibu gak becus! Kalau punya anak bayi itu dijaga. Mau berak ya diajak. Jangan main tinggal aja. Dasar, gak berguna!"

"Bu, kondisiku gak sama seperti orang yang melahirkan normal. Jangankan untuk mengajak Gavin ke kamar mandi, sendirian saja aku kesusahan, Bu."

"Alasan! Kamu itu memang gak becus, Sari. Udah ngelahirinnya pake acara operasi, gak mau nyusuin anak, gak bisa bersihin anak, ini malah pake ninggalin anak sendirian. Kalau anakmu kenapa-kenapa, baru tahu rasa."

Setelah mengatakan hal itu, bu Tri segera meninggalkan cucu dan menantunya tanpa rasa peduli. Kali ini pun, Sari tak bisa membendung tangisnya lagi. Dari kemarin, suara-suara aneh pun seperti terdengar tengah berbisik di telinganya.

"Gavin, maafin Ibu, ya. Kalau Gavin gak suka dirawat sama Ibu, Gavin boleh pergi dari sini."

Langkah Sari mulai membawanya ke kebun bagian belakang rumah. Gavin sudah tenang dalam gendongannya. Tapi, bayi itu kembali menangis saat tubuhnya terasa melayang di udara.

"Astaghfirullahaladzim!"

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status