“Apakah aku gugurkan saja bayi ini?” Sebuah ide gila tiba-tiba saja muncul di dalam pikiran Rachel.
Brukk. Rachel dikagetkan dengan suara pintu yang tiba-tiba terbuka. Ternyata seseorang di luar sana penyebabnya.
“Rachel!!” Teriakan Sarah sangat menggema di dalam kamar mandi. Perempuan itu hampir kehabisan nafas setelah mendobrak pintu kamar mandi dengan paksa.
Sarah Caroline, sahabat Rachel. Sarah merupakan sahabat Rachel yang menemaninya sejak dari SMP hingga sampai sekarang. Sarah selalu ada ketika Rachel senang maupun susah. Sarah menjadi sosok yang sangat penting baginya. Dalam pandangan Rachel, Sarah melebihi sosok ibu yang seharusnya menjaga, merawat, mendidik dan bahkan menemaninya untuk tumbuh. Sarah lebih dari itu.
“Ketuk pintu dulu kalo mau masuk!” Ucap Rachel dengan memasang wajah kesal sekaligus kaget dengan kehadiran Sarah yang tiba-tiba.
Bagaimana tidak, Rachel yang sedang mencoba mencerna situasi yang sedang terjadi kemudian tiba-tiba Sarah masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Untung saja Rachel sudah membersihkan semua alat tes pack yang tadi berhamburan di lantai dan memasukkannya ke dalam wadah sampah. Tapi masalahnya, alat test kehamilan itu masih berada dalam genggamannya sehingga Rachel harus berusaha mencari cara untuk bisa menyembunyikannya dari Sarah.
“Apa yang sedang kamu lakukan, hah? Apakah kamu baik-baik saja? Kamu sudah menghabiskan waktu selama 2 jam di kamar mandi. Kamu membuatku khawatir setengah mati!” Ucap Sarah dengan deru nafas ngos-ngosan setelah mendobrak pintu kamar mandi secara paksa. Tanpa adanya bantuan alat apapun, Sarah pasti merasa kesakitan dan sudah terlihat Sarah langsung memegang tangan kanannya. Tapi itu bukan hal yang penting, Sarah harus mengecek bagaimana keadaan Rachel sekarang.
Langsung dipeluknya Rachel dalam pelukan Sarah.
“Aku sangat khawatir,” bisik Sarah di dekat telinga Rachel
“Aku kira kamu pingsan di sini,” sambung Sarah
Sarah takut jika sahabatnya terjadi sesuatu hal yang buruk. Dengan air mata yang begitu deras keluar dari matanya dan suara tangisan yang sesenggukan, Sarah langsung memeriksa keadaan Rachel. Dilihatnya satu persatu mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki tak ada yang terlewat dari pandangan Sarah sedikitpun. Dan yang paling terpenting adalah bagian pergelangan tangan jangan sampai ada secuil goresan yang ada pada tangan Rachel.
Rachel yang sejak tadi menyembunyikan kedua tangannya di belakang badannya merasa bahwa Sarah sudah mulai curiga.
“Perlihatkan tanganmu padaku,” perintah Sarah
“Aku baik-baik saja.” Ucap Rachel dengan menelan salivanya secara perlahan. Gugup
“Jika tidak ada apa-apa maka perlihatkan saja tanganmu padaku apa susahnya. Atau kau mencoba menyembunyikan sesuatu dariku?!” Tanya Sarah tegas dengan bola matanya yang hampir keluar. Susah sekali Rachel memperlihatkan tangannya jika tidak ada apa-apa dan jika memang tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Menyadari pertanyaan peringatan dari Sarah, Rachel langsung mempererat tangannya untuk menyembunyikan alat test pack itu di belakang badannya. Sarah yang sangat penasaran dengan kondisi tangan Rachel dan jika saja benar dengan apa yang dicurigainya maka bersiaplah Rachel untuk menerima amarah darinya. Namun sia-sia, Rachel tidak bisa melawan Sarah yang sangat penasaran dengan benda kecil yang sedang disembunyikannya.
“Cepat perlihatkan tanganmu padaku!” Ucap Sarah dengan tangannya berada di pinggang dan dahinya dikerutkan menandakan bahwa sebentar lagi dia akan marah jika keinginannya tidak dituruti. Dan Rachel akhirnya menyerah.
Sarah mengecek pergelangan tangan Rachel dan tidak ada segores pun yang terlihat. Sarah bisa menghembuskan nafas dengan lega.
Tunggu, tapi kenapa tangan Rachel terus saja mengepal dengan kuat seperti seolah menyembunyikan sesuatu.
“Benda apa yang ada di dalam genggamanmu?” Ucap Sarah dengan tangan Rachel didekatkan dengan matanya. Menelisik mencari tahu apa isinya
Rachel hanya diam membatu dan tidak menjawab
“Cepat perlihatkan padaku apa yang sedang kamu genggam!” Ketus Sarah. Rachel takut dan akhirnya dibukanya pelan-pelan tangan Rachel.
“Kamu hamil?!” Refleks Sarah setelah melihat alat tes kehamilan yang ada di tangan Rachel.
Rachel hanya mengangguk karena sangat sulit untuk berbicara
“Bagaimana ini bisa terjadi?! Siapa ayah dari bayi ini?! Bukannya kamu tidak berpacaran dengan siapapun?! Kau tidak pernah memperkenalkannya padaku Rachel Amanda Gabriel! Cepat katakan padaku!” Sarah berbicara hanya dengan satu kali hembusan nafas. Wajahnya memerah dan sangat marah sekarang. Serangan pertanyaan bertubi-tubi dari Sarah dan diakhiri dengan menyebut nama Rachel dengan lengkap. Jarang sekali Sarah menyebut nama lengkap Rachel dan jika menyebutnya secara lengkap maka itu menandakan bahwa Sarah sedang marah kepadanya.
Bagaimana Sarah tidak marah, Rachel selalu berkata jujur kepadanya dan sekarang tiba-tiba saja mendengar kabar bahwa Rachel sedang hamil. Gila.
“Aku tidak tahu,” ucap Rachel dengan pasrah
“Ya ampun Rachel bagaimana bisa kau tidak tahu ayah dari bayi ini. Kamu tidak mungkin jelmaan dari Bunda Maria yang tiba-tiba hamil karena mendapatkan mukjizat. Kamu pasti sedang menyembunyikan sesuatu dariku. Cepat katakan!” Ucap Sarah kesal
“Tidak! Yang aku tahu, aku hanya tidur dengan satu pria” ucap Rachel dengan tegas.
“Seorang pria? Siapa dia?”
Pertanyaan itu sangat sulit untuk Rachel jawab karena Rachel juga tidak tahu jawabannya
“Jangan bilang bahwa kau tidur dengan pria itu saat kau tidak pulang seharian waktu itu?” Sarah mencoba mengira dan yakin dengan perkiraannya
"Dan jangan bilang padaku bahwa kau tidur dengan Tama sebelum Tama brengsek itu menyakitimu dan meninggalkanmu?" Sarah masih marah terhadap Tama atas kejadian waktu itu di mana Tama tidak pernah datang
“Tidak! Aku tidur dengan seorang pria yang aku temui di bar setelah aku gagal bertemu dengan Tama,” ucap Rachel
“Sudah kuduga waktu itu kau tidak bisa dihubungi dan ternyata malah tidur dengan seorang pria,” ucap Sarah yang merasa terkhianati oleh sahabatnya karena tidak pernah membicarakan hal ini sebelumnya
“Percuma kita berdebat, yang paling penting sekarang kita harus menemui dokter untuk mengecek keadaanmu dan bayimu” Sarah langsung menggenggam tangan Rachel untuk mengajaknya pergi ke dokter
“Tapi.. apa yang harus aku lakukan dengan bayi ini nanti? Apakah aku harus menggugurkannya?”
Sarah dan Rachel sudah tiba di sebuah Klinik Kehamilan Sehat. Gedung berwarna cream dengan ditambahkan garis berwarna emas dengan interior yang berwarna senada memberikan kesan mewah itu dipenuhi oleh orang-orang yang berlalu-lalang keluar masuk ruangan untuk memeriksa kesehatan kehamilan mereka. Terlihat raut wajah orang-orang di klinik ini memasang raut wajah bahagia dengan kondisi mereka yang sebentar lagi akan menjadi seorang ibu dan ayah.Setiap wanita hamil didampingi oleh pasangannya masing-masing. Dan sepertinya dari semua wanita hamil yang datang ke klinik di hari ini hanya Rachel sajalah yang diantar oleh sahabatnya. Tak bisa dipungkiri rasa sakit melihat orang-orang yang bahagia dengan kehamilannya itu muncul dalam diri Rachel. Kehamilan ini hanyalah kehamilan yang tak pernah terbayangkan dan tidak pernah direncanakan oleh Rachel. Bagaimana bisa Rachel merasa bahagia dengan kehamilannya ini. Setelah melakukan pendaftaran, Rachel dan Sarah duduk di kursi yang di sebelahnya
“Pria itu…” Rachel berbicara dengan cukup lama. Memperhatikan setiap bentuk tubuhnya. Entah kenapa terlihat sangat mirip dengan pria yang pernah menidurinya malam itu. “Iya pria itu menurutku memiliki postur tubuh yang bagus. Tidak seperti tubuh Arkan yang masih terlihat lembek hahaha” Sarah tertawa mengajak Arkan untuk bercanda “Bagaimana pun juga bentuk tubuhku kamu pasti menyukainya,” balas ejekan Arkan pada Sarah. Tidak bisa dipungkiri Sarah memang tidak bisa mengelaknya. Bagaimana pun juga Sarah lah yang paling mencintai Arkan. Sarah yang paling pertama menyukai Arkan dan bahkan Sarah lah yang pertama menyatakan perasaan cinta kepada Arkan. “Kamu harus memperhatikan tubuhmu. Kamu harus banyak berolahraga supaya di lenganmu ada otot dan perutmu menjadi six pack,” ucap Sarah meledek “Bagaimana bisa aku berolahraga, aku masih sibuk dengan kerjaanku. Tiap hari aku berlari kesana kemari mengejar berita.” Arkan memegang perutnya yang mulai bergelambir karena tidak memperhatikan pol
“Oh Clary, apakah kamu baik-baik saja? Siapa pria itu? Apakah dia yang menghamilimu juga?” Ucap Rachel yang sekilas menatap pria yang dimaksud Arkan yang mendengarkan perkataan Rachel langsung mengernyitkan dahinya. Apakah dia pria yang sudah menghamili Rachel? Batin Arkan Clary tertawa mendengar ucapan dari Rachel yang tidak masuk akal baginya. Bagaimana bisa paman kesayangannya ini menghamili Clary. Itu tidak mungkin “Apa yang dimaksud Ibu bahwa pamanku itu telah menghamiliku? Tidak mungkin pamanku berbuat sejauh itu, Bu Guru. Dia adalah pamanku namanya…” Ucapan Clary terhenti karena melihat Arkan langsung berdiri dan segera menghampiri Andreas. Blamm! Arkan langsung memukul Andreas tepat di wajahnya. Pukulan itu sangat keras tapi tetap membuat Andreas masih berdiri dengan kokoh. Andreas membalas pukulan dari Arkan dan membuat Arkan terpental jatuh ke lantai. Situasi di ruangan itu menjadi panik. Sarah, Rachel dan Clary langsung berlari untuk menghentikan perkelahian. Tidak
Rachel berjalan memasuki ruangan dokter untuk memeriksakan kehamilannya. Tubuhnya mengejang dan suhu tubuhnya terasa panas dan dingin secara bersamaan. Telapak tangannya berkeringat. Gugup. Haruskah Rachel masuk ke ruangan pemeriksaan ini? Ingin sekali rasanya Rachel langsung berlari keluar dan pergi entah kemana seorang diri. Namun, di luar masih ada 4 orang yang pasti akan langsung menahannya. Akhirnya Rachel menguatkan dirinya untuk masuk. Saat pertama kali masuk, terlihat papan nama meja dari akrilik ‘dr. Clarissa Olivia, SpOG’ dan beberapa poster yang dipajangkan pada dinding yang berisikan tentang masa-masa kehamilan. Di kursi terlihat seorang dokter wanita berusia sekitar 40 tahunan dengan rambutnya yang terurai memberikan kesan muda pada wajahnya. Dokter cantik itu sedang menuliskan nama pasien di sebuah kertas. Tertulis nama ‘Rachel Amanda’ pada kertas itu. Dokter yang menyadari kehadiran Rachel segera menyuruh Rachel untuk duduk di kursi yang biasa pasien gunakan saat ber
Andreas berhasil menarik keluar Rachel menjauh dari jangkauan Sarah dan Arkan. Lalu membawanya pergi ke suatu tempat. Saat berada di dalam mobil, suasananya hening tanpa suara. Hanya terdengar suara deruan nafas yang beradu dengan suara kemacetan jalan. Keduanya fokus memalingkan wajah satu sama lain. Belum ada yang berani untuk memulai sebuah percakapan. Baik Rachel maupun Andreas, keduanya sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.Tidak jauh dari klinik kehamilan tadi, Rachel dan Andreas sudah tiba di sebuah cafe yang bernama Elysian Elegance. Sebuah tempat yang menggabungkan antara keanggunan dan keaslian alam. Tempat ini memancarkan aura elegan yang diimbangi dengan elemen alam yang menenangkan. Desain interior yang bernuansa elegan ditandai dengan furnitur berwarna netral, sentuhan emas mewah, dan pencahayaan yang lembut, menciptakan ruang yang hangat dan indah. Tempat ini sempurna untuk dikunjungi oleh dua insan yang sedang jatuh cinta. Andreas melangkah dan memilih meja palin
“Jahat sekali kau membuatku menunggu selama seharian!” Rachel memukul dada bidang Andreas dengan tangan kecilnya dan tak lama Rachel langsung memeluk tubuh Andreas dan membenamkan wajahnya meskipun tubuhnya hanya mampu menggapai sampai area dada. “Kamu jauh lebih jahat karena meninggalkanku waktu itu. Aku sangat terpuruk dan hidupku seolah hancur. Kamu bisa ambil semuanya dariku asalkan jangan pergi lagi meninggalkanku!” lirih Andreas kemudian menempelkan ujung bibirnya di kening Rachel dan meninggalkan kecupan manis di sana. Tangannya bergerak untuk meraih badan kecil Rachel dan membalas pelukan dari Rachel. Di tengah banyaknya orang yang sedang sibuk menari, di bawah kerlap-kerlip lampu disco yang menyamarkan penglihatan dan suara dentuman musik yang sangat keras. Rachel dan Andreas tidak peduli dengan itu semua, keduanya hanyut dalam hangatnya pelukan. Nyaman. Butuh waktu lama untuk keduanya berada dalam posisi saling berpelukan, sampai akhirnya Andreas melepaskan pelukan dan be
Rachel terbangun dari malam yang dirasa paling buruk sepanjang hidupnya. Tubuhnya terasa remuk dan hancur. Tubuhnya merasakan perih karna paksaan dan terkaan dari Andreas terhadapnya semalam.Rachel mengingat dengan jelas kejadian semalam. Dirinya sudah sepenuhnya sadar. Setiap detik kejadian dan setiap perlakuan kasar Andreas tadi malam masih membekas di pikiran Rachel. Tubuhnya mulai kaku. Dadanya bergemuruh. Dan tanpa permisi, air matanya tiba-tiba keluar begitu saja tanpa bisa dibendung.Andai tadi malam Rachel tidak mampir dulu ke bar. Andai saja tadi malam Rachel langsung memutuskan untuk pulang. Andai saja saat rencananya untuk melakukan makan malam di restoran dengan Tama sesuai dengan rencana. Andai saja Tama benar-benar datang kemarin. Maka kejadian ini tidak akan pernah terjadi.Semua penyesalan ini terlintas di benak Rachel. Rachel benci dirinya sendiri. Rachel benci kepada Tama. Dan Rachel benci dengan pria yang masih tertidur lelap di sampingnya ini.Dilihatnya dengan se
Tik tik tik tik Suara tetesan air keran terdengar memenuhi seisi ruangan kamar mandi yang berukuran sekitar 1,5 x 2,5 meter dengan dinding berwarna putih dan cream itu. Rachel sedang memperhatikan wajahnya dengan lekat pada sebuah cermin berbentuk bundar yang diletakkan pas di atas sebuah wastafel. Wajahnya ini tanpa ekspresi dan tatapannya kosong. Wajahnya pucat bagai raga yang sudah mati. Terlihat riasan make up masih tertanam di dalam wajahnya, apalagi lipstiknya yang sudah menyebar tak karuan melewati batas garis di bibir. Rambutnya apalagi, mana sempat untuk dirapikan. Bahkan tubuhnya saja masih mengenakan pakaian jas lengkap dan belum dilepaskan satu pun. “Astaga! Semalam aku lupa membersihkan wajahku. Mungkin karena pikiranku akhir-akhir ini sedang kacau,” ucap Rachel “Dan tidak mungkin hanya sekali tidur aku bisa langsung hamil, iya kan?” ucap Rachel berbicara pada dirinya sendiri sambil melihat bayangan dirinya pada cermin. Meyakinkan diri. Pertanyaan itulah yang selalu d