Hai, mampir juga yuk di cerita baruku yang berjudul 'Ciuman Tak Terlupakan Sang CEO' ^^
Mariana langsung menghampiri Nate saat melihat suaminya berdiri di foyer. Wajahnya memancarkan ribuan pertanyaan, namun tak satu pun terucap. Hanya sorot matanya yang berbicara—cemas, bingung, dan menunggu.Nate melepaskan sepatunya perlahan, lalu tanpa berkata sepatah kata pun, ia menarik Mariana ke dalam pelukannya. Kepalanya terbenam di lekuk leher istrinya.Mariana membalas pelukan itu dengan lembut. Tangannya mengusap punggung Nate. “Ada apa, Mas?”Nate diam sejenak, lalu menarik napas panjang. Ia kemudian melepaskan pelukan itu perlahan, menatap mata istrinya dengan sorot yang lelah namun serius.“Aku harus cerita sesuatu,” ucapnya pelan.Mariana mengangguk, kemudian menggandeng tangan Nate menuju ruang tengah. Mereka duduk berdampingan, dan Mariana meraih jemari suaminya.“Papa punya anak dengan wanita lain,” ujar Nate.Mariana menatap suaminya tanpa berkedip. “Maaf… apa?” tanyanya terkejut.“Papa punya anak dari wanita lain. Sudah lama. Namanya Daniel. Dia masih mahasiswa, dan
Nate tidak bisa berkata-kata setelah mendengar ucapan ibunya barusan. Ayahnya punya anak dari wanita lain? Lelucon konyol macam apa ini?Namun, melihat air mata yang terus jatuh dari wajah ibunya, suara yang bergetar saat mengucapkannya, Nate tahu ini bukan sekadar lelucon basi. Ini bukan cerita drama murahan. Ini kenyataan pahit yang akhirnya terungkap setelah sekian lama terkubur rapat.Napasnya terasa berat. Ia menatap ibunya dengan campuran keterkejutan dan ketidakpercayaan. “Mama serius?”Arsita mengangguk pelan. “Selama ini Mama percaya pada papamu. Ternyata... Mama salah. Namanya Daniel. Dan dia… dia bilang kalau Arya adalah ayah kandungnya.”Nate berdiri, berjalan gelisah ke arah jendela, lalu kembali menatap ibunya. “Dia bawa bukti? Surat? Hasil tes DNA, misalnya?”“Belum,” jawab Arsita pelan. “Tapi dia tahu banyak hal. Terlalu banyak untuk dianggap kebetulan. Dan dia tidak datang untuk menuntut. Dia hanya butuh bantuan.”“Bantuan apa?” Suara Nate terdengar serak.Arsita mengu
Setelah saling berbagi cinta dan kasih sayang selama berbulan madu, hari ini Mariana dan Nate kembali ke Jakarta. Mereka baru turun dari mobil dengan koper di tangan, masih saling tertawa kecil soal perjalanan mereka. Namun begitu Mariana berjalan ke arah pintu depan, sosok tak terduga sudah menunggunya di sana.Bianca berdiri di teras, wajahnya merah karena emosi.“Akhirnya kamu pulang juga,” sindir Bianca dingin.Mariana refleks berhenti melangkah, dan Nate langsung meraih tangan istrinya.“Kenapa kamu di sini, Bianca?” tanya Mariana.“Bara di penjara!” bentak Bianca tanpa basa-basi, matanya membara. “Kalian puas sekarang? Kalian benar-benar menghancurkan hidup kami!”Mariana menatap adik kandungnya itu. “Nggak ada satu pun dari kami yang menghancurkan hidup siapa pun,” jawab Mariana mantap. “Bara menuai apa yang dia tanam. Dia menggelapkan dana perusahaan dan membahayakan nyawaku. Itu konsekuensinya.”“Omong kosong!” pekik Bianca tak terima. “Puas kamu, hah? Sekarang anakku akan tu
Langit biru terang membentang luas, seakan memayungi laut tenang yang memantulkan warna zamrud. Hari ini cuacanya tampak sempurna untuk menjelajah. Setelah sarapan dan bersiap, Nate dan Mariana menaiki perahu kecil milik resor yang akan membawa mereka menyusuri gugusan pulau karang di sekitar vila.Mariana melangkah naik ke perahu lebih dulu, namun tanpa diduga ia malah terpeleset di bibir perahu yang licin.“Aaa—!” Mariana nyaris jatuh ke laut, namun Nate cepat-cepat menangkap pinggang istirnya itu dan menariknya ke pelukannya.“Hati-hati, Sayang. Mau bulan madu atau rawat inap di rumah sakit?” goda Nate sambil tersenyum.Mariana memukul dada suaminya pelan. “Bukan salahku kalau perahunya licin.”“Makanya, kamu harus selalu dekat-dekat aku. Biar tidak jatuh,” balas Nate, lalu membantu istrinya duduk ke bagian tengah perahu.Angin laut mengibarkan rambut Mariana yang tergerai dengan lembut. Ia duduk bersandar di lengan Nate yang melingkupi bahunya dengan satu tangan, sementara tangan
Dua hari kemudian, Nate mengajak Mariana pergi berbulan madu di Maladewa. Setelah menempuh perjalanan panjang, mereka akhirnya tiba di sebuah resor mewah—tempat mereka bermalam selama di sini.Dermaga kayu membentang ke tengah laut, mengantarkan mereka ke vila-vila di atas air yang menghadap laut biru yang jernih.Begitu pintu vila dibuka, Mariana langsung terpesona. Ruangannya luas dengan jendela besar dari lantai sampai langit-langit.Nate menggenggam tangan Mariana erat. “Aku ingin bulan madu kita kali ini berbeda. Bukan cuma soal mewah, tapi ketenangan dan kebahagiaan,” katanya penuh ketulusan.Mariana menatap laut yang berkilauan di bawah sinar matahari, lalu ke Nate. “Ini... indah banget,” ucapnya sambil tersenyum.Mariana melepaskan tangannya dari genggaman Nate, kemudian melangkah ke teras yang menghadap langsung ke lautan.“Ya ampun…!” seru Mariana takjub, matanya berbinar sementara bibirnya tersungging membentuk senyum lebar. “Rasanya seperti di surga!”Nate yang berdiri di
Hari pernikahan akhirnya tiba. Meski gugup, Nate berhasil mengucapkan ijab kabul dengan lancar dalam satu tarikan napas. Suara hadirin bersahut pelan dengan kalimat sah, diiringi senyum lega dari kedua keluarga yang turut merayakan kebahagiaan itu.Kini, Mariana dan Nate berdiri berdampingan di pelaminan. Senyum keduanya tak pernah surut sejak pagi, dan para tamu undangan naik satu per satu untuk memberikan ucapan selamat.Dulu, Mariana sempat bersikeras agar pernikahan mereka digelar secara privat, cukup dengan keluarga dan orang-orang terdekat. Namun Nate berhasil meyakinkannya.Katanya, “Kita tidak sedang menyembunyikan dosa. Pernikahan ini layak diketahui oleh dunia. Kamu bukan seseorang yang patut disembunyikan, Mariana. Kamu adalah pilihanku.”Ucapan itu terpatri di ingatan Mariana. Dan hari ini, ia berdiri di pelaminan, tak lagi bersembunyi dari sorotan atau bisik-bisik.Tentu saja, pernikahan mereka jadi berita besar di kalangan staf perusahaan—pusat maupun cabang. Tak ada yan