LOGINSeminggu kemudian.
Tepat hari ini momen yang amat sakral akan berlangsung,, akad nikah Dena dan Deva. Beberapa menit yang lalu Deva telah mengumandangkan akad saat ini mereka telah sah menjadi pasangan suami istri. Dena merasa terharu sekaligus tak menyangka bahwasanya kini dirinya telah menjadi seorang istri sekaligus seorang ibu,, peran ganda ya. Dia menikah dapat suami plus dapat anak sekaligus. Ceklek,, Dena mengangkat wajah menatap ke arah pintu saat indra pendengarannya menangkap suara pintu terbuka. "Mami?" Wanita dua anak itu tersenyum lembut air mata menggenang di pelupuk matanya. "Wahh anak Mami cantik sekali" pujinya. Dena tersenyum malu-malu,, "Makasih Mi" Mami Anggun duduk di samping Dena memegang tangan sang putri mengelusnya pelan,, "Saat ini Dena sudah menjadi seorang istri. Mami berharap Dena bisa menjalankan kewajiban Dena dengan sungguh-sungguh jika suatu saat kalian ada masalah selesaikanlah dengan kepala dingin" "Dari Dena kecil Mami selalu berharap Dena akan selalu bahagia disetiap langkah yang Dena ambil begitu juga dengan saat ini Mami mendoakan kebahagiaan Dena" "Ishh Mami jangan nangis Dena jadi ikutan mau nangis entar make up Dena luntur!" ucap Dena setengah bercanda demi mengurangi suasana sendu antara dia dan sang ibu. "Maafkan Mami ya karena memaksa Dena untuk menikah dengan Deva Mami hanya ingin yang terbaik untuk kamu dan menurut Mami Deva orangnya,, dia baik pun dari keluarga baik-baik. Mami sudah mengenal keluarganya Deva jauh saat dulu kami masih muda jadi Mami tau karakter keluarganya seperti apa" ibunda Dena itu segera memeluk anaknya mengelus lembut punggungnya. Lantas Mami Anggun melepaskan pelukan mereka,, "Sekarang waktunya Dena untuk turun" Dengan dituntun sang Mami Dena turun ke lantai satu tempat dilaksanakannya akad nikah. Saat menuruni tangga semua mata terarah padanya. Baru kali ini dirinya merasa segugup ini,, pikir Dena. Dena lihat pria yang telah menjadi suaminya itu duduk di depan sang Papi dengan meja sebagai sekat. Satu kata yang terlintas dibenak Dena saat melihat pria yang beberapa menit lalu telah menjadi suaminya itu,, tampan. Dia akui pria itu memang tampan. Perempuan yang baru menjadi seorang istri itu duduk di sebelah sang suami,, menandatangani berkas-berkas yang dibutuhkan. Dan akhirnya kini mereka telah sah menjadi suami istri secara agama maupun negara. ... "Hah capek banget" desah Dena seraya duduk di ranjang kamar hotel. Mereka baru saja kembali ke kamar hotel setelah melaksanan resepsi. "Jangan langsung duduk di ranjang bersih-bersih dulu!!" perintah Deva. "Ishh nanti saja aku capek banget tau mana bibirku pegal karena harus senyum terus selama beberapa jam" Deva tak berdebat lagi dia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan istrinya itu. Deva pun memasuki kamar mandi,, "Kamu mau ke mana Mas?" "Mandilah saya gak jorok kayak kamu" Dena berdecih kesal menatap memicing ke arah Deva. Secepat kilat raut wajah Dena berubah tersenyum lebar membuat bulu kuduk Deva seketika itu merinding. "Ngapain kamu senyum begitu?" pasti dia tengah memikirkan rencana licik di otaknya,, pikir Deva. Bangkit dari duduknya Dena sontak mendekati Deva memegang tangannya. "Apaan ini?" sebuah tanda tangan besar bersarang di otaknya Deva. Dena mendekatkan badannya menempel pada badan Deva lalu berbisik pelan,, "Mas gimana kalau kita mandi bareng?" "Hmm gimana?" tatapan menggoda dia tampilkan. Hal itu sukses membuat Deva terdiam cukup lama namun akhirnya menjawab dengan jawaban yang sangat tak Dena sangka-sangka,, "Boleh" "Hah?" "Katanya tadi mau mandi bareng? yaudah boleh ayo mandi bareng" sontak Dena menjauhkan badannya. "Hahaha a-aku tadi cuman bercanda kok. Ma-mas Deva mandi dulu saja" secepat kilat Dena ngibrit keluar dari kamar. Deva geleng-geleng kepala sambil tersenyum tipis melihatnya. ... Sedangkan di luar kamar Dena amat deg-degan,, rasanya jantungnya mau copot saat ini. "Dena kamu salah bercanda dengan orang serius" memukul pelan kepalanya merutuki kebodohannya. Hah memang ada-ada saja si Dena pakai segala mau becandain Deva segala. Tetiba sebuah suara terdengar dari sebelah kanannya,, "Dena kamu kok di luar Sayang kenapa gak masuk kamar?" "Ahh,, Mama?" "Iya kenapa Deva bully kamu? biar Mama marahin dia" "Ehh gak kok mana ada Mas Deva bully Dena" kalau saja Dena tak cepat mencegahnya Mama Kumala mungkin sudah masuk ke dalam kamar. "Terus kenapa kamu di luar Sayang?" "Gak apa kok Ma itu.. Ohh Mama sendiri kenapa ada di sini terus ini Darren kenapa kok matanya sembab,, habis nangis?" Dan yahh sedari tadi memang Mama Kumala bersama dengan Darren,, bocah kecil itu belai tuntun. "Emmhh gini,," "Kenapa Ma?" "Darren menangis minta tidur sama Papanya dia gak biasanya kok begini mungkin lagi mau dimanja saja" Darren mau tidur bersama? kebetulan sekali jadi Mas Deva gak akan berani melakukan apapun padanya. Dia selamat malam ini. Kalian tau sendiri kan setelah menikah ada yang namanya malam pertama dan kalian pasti tau apa yang terjadi malam itu. Jujur dia belum siap jadi ini adalah kesempatan emas yang tak boleh dilewatkan. "Mau tidur bersama ya?" Dena berusaha menyembunyikan kebahagiaannya bersikap biasa-biasa saja. "Kamu gak perlu khawatir biar Mama bawa Darren berkeliling siapa tau nanti dia lupa sama permintaannya itu" Kalau begitu kesempatan emangnya bakal hilang dong. Tidak dia harus mencegahnya. "Ohh gak usah Ma!" seru Dena. "Hah kenapa?" "Gapapa biar Darren malam ini tidur sama kita saja" "Memang gak akan ganggu kalian?" "Gak dong Ma" "Yaudah Darren Mama serahkan sama kamu ya,, maaf jadi ganggu kalian seharusnya kalian kan malam ini,," "Ma!!" potong Dena cepat. "Hahaha ada Darren" "Oh iya-iya benar. Yaudah Mama balik ke kamar dulu" Mama Kumala pun menyerahkan tangan Darren ke tangan Dena. "Ayo Darren kamu mau ketemu Papa kan?" Darren mengangguk-angguk. Mereka pun mulai masuk ke dalam kamar bersamaan dengan itu Deva keluar dari kamar mandi. "Lohh kok ada Darren?" "Papa" Darren langsung berlari mendekati Deva dan langsung digendong oleh pria itu. "Darren kok ada di sini?" "Dia tidur di sini" "Tapi kan,," "Kenapa Mas gak mau tidur sama anak Mas sendiri" "Bukan begitu,," "Yaudah gak ada masalah kan kalau begitu aku mandi dulu" dengan hati yang bahagia Dena memasuki kamar mandi dengan bersenandung kecil. Gak jadi malam pertama,,Satu tahun kemudian. Deva, Dena dan si kecil Darren berhenti melangkah saat tiba di depan sebuah makam bertuliskan Atika. "Darren kasih bunganya sama Mama Atika!" perintah Dena pada Darren yang tengah membawa sekuntum bunga mawar di tangan. Darren menurut dia meletakkan bunga tersebut di atas makam Mama kandungnya, menyandar pada baru nisannya. Kemudian Dena juga menaburkan bunga serta air di atas makam wanita itu dan terakhir mereka berdoa bersama. Mbak sudah satu tahun berlalu dan aku masih menepati janjiku untuk menjaga anak kamu. Kamu yang tenang ya di sana, ucap Dena dalam hati. "Kalian ada di sini?" spontan ketiga orang itu menoleh mendengar suara yang sangat mereka kenali. "Sherly, kamu datang juga?" "Iya, sekarang hari peringatan 1 tahun kepergian Kak Atika" menjawab pertanyaan Dena. "Mas,," sapa Sherly pada Deva. Deva mengangguk sebagai balasan sapaan Sherly. "Hai ponakan Tante" giliran Sherly menyapa keponakannya itu. "Halo Tante," balas Darren. ..
Dena sampai di lobby kantor Deva, dia langsung menuju lift dan masuk ke sana. Tombol lantai paling atas dia tekan, yahh dia akan ke sana tepatnya dia akan ke rooftop perusahaan suaminya. Untuk urusan apa? entahlah, tadi saat tengah asik nonton televisi ada sebuah panggilan masuk, nomornya tak dia ketahui. Takut bahwa itu telfon penting dia pun mengangkatnya dan ternyata yang telfon adalah Atika, mantan istri suaminya. Dia menyuruhnya untuk ke rooftop perusahaan pria itu katanya sih ada yang ingin dia bicarakan, penting entahlah seberapa penting yang dia maksudkan. Jadi di sinilah dia,,, "Ada apa?" tanyaku begitu sampai di belakang mantan istri suaminya itu. Atika yang semula membelakangi Dena membalikkan badan lalu tersenyum tipis. Kenapa dia tersenyum,,? bertanya-tanya dalam hati. "Dena,," Atika melangkahkan kaki lebih mendekat ke arah Dena. Dena sontak mundur bukan karena takut melainkan jaga-jaga saja, dia juga tak percaya dengan wanita itu. Siapa tau dia tiba-tib
Keluarga kecil Dena dan Deva tengah menjalankan sarapan bersama seperti pagi-pagi biasanya, namun kali ini ada yang beda karena suasana di meja makan begitu sunyi, ketiganya kompak diam, menutup mulut rapat-rapat.Deva tak terbiasa dengan ini, merasa aneh karena istrinya sepanjang sarapan terus saja diam seribu bahasa.Usai sarapan bersama Dena tetap melakukan kebiasaannya, mengantarkan anak dan suami ke depan.Deva telah membantu Darren untuk duduk di kursi samping kemudi namun setelah itu dia tak langsung masuk ke dalam mobil melainkan menghampiri Dena.Dia tak bisa terus-terusan dalam suasana seperti ini dengan Dena, mereka harus bicara."Kamu baik-baik saja?" tanya Deva."Hah?" ujar Dena tak mengerti, wajahnya terlihat bingung."Dari kemarin kamu diam, kamu baik-baik saja, kan?" mengulang pertanyaannya lagi."Aku gapapa" sembari menggeleng pelan.Katanya kalau perempuan bilang gapapa artinya malah kebalikannya, entah benar atau tidak,, pikir Deva."Kalau ada masalah cerita sama a
"Dena kenapa gak langsung masuk, kenapa berdiri di sini?" Dena tersentak dari lamunannya. Dia menatap sang suami dalam diam. Tadi dia gak salah lihatkan penampilan Atika berantakan apalagi yang membuatnya begitu salah fokus adalah lipstiknya belepotan, mereka habis ngapain di dalam ruangan cuman berdua? Pikiran Dena tak luput dari segala pikiran-pikiran negatif. Yahh, bagaimana bisa berpikir positif setelah melihat hal seperti itu."Dena,,?" Deva memegang lembut lengan Dena, "Kenapa? kenapa diam saja?" "O-ohh gapapa,," menggelengkan kepala pelan.Dari jarak sedekat ini Dena bisa mencium bau parfum perempuan yang menguar dari baju suaminya dan bau parfum itu familiar, sama seperti bau parfum Atika."Kayaknya aku harus pergi sekarang tiba-tiba teringat ada urusan, aku pergi dulu Mas" tanpa menunggu jawaban sang suami Dena membalikkan badan dan pergi begitu saja."Ehh,," terlambat, Dena keburu jauh."Dia kenapa?" gumam Deva bingung sendiri.Kembali ke Dena, dalam lift wanita itu ter
Dengan langkah lebar Atika berjalan menuju ruangan kerja Deva di perusahaan. Terlihat raut wajahnya seperti menahan tangis, entah apa yang membuatnya menjadi seperti itu.Brak,,Suara kencang terdengar tatkala Atika membuka dan membanting pintu ruangan Deva dengan kencang.Seketika Deva yang berada di dalam ruangan terkejut bukan main mendengar suara keras barusan. Dia sontak mendongakkan kepala, alisnya mengerut melihat mantan istrinya berdiri di ambang pintu, "Atika kamu apa-apaan sih?" dengan suara tegas dia bertanya.Tanpa mengatakan sepatah katapun Atika kembali melangkahkan kaki mendekati meja kerja Deva dan langsung memeluk tubuh atletis pria itu."Atika kamu apa-apaan sih lepasin, ngapain peluk-peluk gini?" Deva berusaha mendorong namun pelukan Atika begitu kuat."Mas,," suara Atika bergetar disusul bahunya ikut bergetar naik-turun, rupanya dia tengah menangis.Kenapa dia tiba-tiba menangis?? bertanya-tanya sendiri dalam hati."Atika lepas dulu takut ada yang melihat, nanti
PLAK,,"BERLUTUT!!" bentak seorang wanita paruh baya kepada wanita di depannya yang berstatus sebagai anak."Ma,,""Berlutut Atika!!" bentaknya lagi memotong ucapan Tika.Tika menurut dia langsung berlutut sesuai perintah sang Mama.Mama Tiwi berjalan mendekati soga lalu duduk di sana, menumpangkan kaki kanan ke kaki kiri, "Kenapa sampai sekarang kamu belum juga juga bisa rujuk dengan Deva?" "Ma Deva sudah punya istri jadi gak mungkin aku rujuk dengan dia" "Kenapa memangnya kalau Deva sudah punya istri seharunya kamu itu lebih penting dari istrinya karena kamu sudah memberikan dia anak, memberikan dia pewaris" Tiwi menghela nafas panjang dan kasar, tangannya mengepal.Bagaimana dia harus memberikan pengertian pada Mamanya kalau memang dia dan Mas Deva tak mungkin bisa rujuk kembali, kenapa Mamanya sangat ngotot menyuruhnya kembali pada pria itu sih? Dia tersiksa, dia tak mencintainya,,"Mama gak mau tau kamu harus bisa kembali rujuk dengan Deva, Mama hanya mau dia yang menjadi me







