Halo kalian pasti sudah mengenal saya,, Deva Ishan Zibrano. Untuk kali ini biarkan saya bercerita bagaimana kesan pertama saya bertamu dengan Dena,, perempuan yang saat ini menjadi istri saya.
Hari itu di ruanganku,, Ceklek,, "Apa kamu tidak punya sopan santun langsung masuk begitu saja?!" ucapku tajam. "Apa hal itu juga berlaku sama Mama?" mendengar suara wanita kecintaannya itu seketika ia mengangkat wajah dari berkas-berkas di depannya. "Mama?" bangkit dari dudukku mendekati sang Mama menggiring ibundanya itu duduk di sofa yang ada di ruanganku. "Mama ada apa ke sini?" "Memangnya Mama gak boleh ke sini?" "Bukan begitu,," "Ahh sudahlah Mama ke sini cuman mau bilang sesuatu sama kamu" "Mama mau bilang apa kenapa gak telfon Deva saja?" "Tidak Mama mau bicara secara langsung karena ini sangat penting" "Apa Ma?" memang apa yang sangat penting sampai Mamanya itu jauh-jauh nyamper dirinya secara langsung? "Mama sama Papa sudah sepakat untuk menjodohkan kamu dengan anak teman kami" "Apa?!" reflek dirinya berseru. Apa-apaan memang dirinya gak laku sampai harus dijodohkan segala. "Deva gak salah dengar Mama mau menjodohkan Deva?" "Benar kamu gak salah dengar Mama sama Papa memang mau menjodohkan kamu" "Tapi Ma Deva bisa cari istri sendiri gak perlu dijodoh-jodohkan seperti ini" "Memang sekarang saat ini kamu sudah ada calon kalau ada Mama bakal batalkan perjodohan ini" "Ehmm gak ada sih" "Yaudah,," sang Mama yang awalnya tersenyum wajahnya berubah datar,, "Jadi kamu dilarang menolak!!" tegasnya. "Gak ada tapi-tapian pokoknya nanti kita bakal berangkat jam 7 ke rumah teman Mama dan Papa!!" "Kalau begitu Mama pergi dulu" ibundanya itu segera pergi tanpa memberinya kesempatan untuk protes. ... Dan akhirnya dirinya datang ke acara perjodohan itu,, duduk diam di kursi belakang sedangkan kedua orang tuanya duduk di depan. Pikirannya penuh dengan kira-kira seperti apa perempuan yang akan dijodohkan dengannya. Apa dia cantik? baik? atau bagaimana? Mobil yang mereka tumpangi pun berhenti di sebuah rumah. Sepertinya ini rumahnya. Mereka pun turun lalu sang Mama mengetuk pintu rumahnya dan tak lama pintu terbuka menampilkan seorang perempuan cantik,, kulitnya putih. Dirinya sampai menganga melihat perempuan itu saking cantiknya. "Permisi ini rumah Anggun dan Galih bukan?" "Ohh benar Tante ini,,?" "Saya teman mereka" "Ohh Tante teman Mami sama Papi,, silahkan masuk Om dan Tante" "Terima kasih cantik" "Deva ayo jangan bengong aja kamu terpesona ya?" goda Mamanya itu. "Gak apaan sih" gengsi sekali mengakui kalau dirinya memang terpesona dengan kecantikan perempuan itu. Apa dia yang bakal dijodohkan dengan dirinya ya? "Halo Jeng Anggun apa kabar sudah lama ya kita tidak bertemu?" "Baik Jeng kamu sendiri apa kabar? memang sudah lama 5 tahun lalu kayaknya kita terakhir bertemu" "Aku juga baik. Ehh ini anakmu si Dena itu kan?" "Aduhh iya Jeng ini Dena yang dulu suka ngompol itu" "Mi!!" sekuat tenaga ia menahan tawa melihat wajah malu perempuan itu. "Ihh apaan sih memang benar kok dulu kamu itu suka ngompol,, itu fakta!!" "Ya tapi jangan dibongkar di depan banyak orang gini dong malu tau" protes dia. Dia lucu sekali apalagi pas malu-malu begitu,, gemas pengen gigit,, ehhh apa yang dirinya pikirkan ini. "Halah biasanya kamu malu-maluin aja sok-sokan malu sekarang" astaga mereka kocak banget,, rasanya ia tak sanggup menahan tawa lagi. "Ishh Mami mah,," Wajah ngambeknya juga lucu. Rasanya ia ketagihan melihat berbagai ekspresi yang perempuan itu tampilkan. "Ohh iya ini anakmu Deva itukan?" "Benar,," "Halo Tante saya Deva" cepat-cepat dirinya maju menyalami tangan teman Mama itu sebelum sang Mama ikut-ikutan membuka aibnya. Kan tengsin ada perempuan yang akan dijodohkan dengannya di sini nanti dia ilfil lagi. "Ayo-ayo kita makan dulu!!" Akhirnya mereka pun setelah itu makan dan ia lagi-lagi tak bisa mengalihkan pandangan dari dia. Entah kenapa semua hal yang dia lakukan sangat menarik perhatiannya,, dia lucu,, imut menggemaskan sekali. Asik memandangi Dena yang tengah makan tiba-tiba wanita yang telah melahirkannya itu menyenggol lengannya lalu berbisik pelan,, "Jangan dilihatin terus" godanya. "Apaan sih Ma aku gak lagi lihatin dia ya" elakku. "Okay lah" ia tau Mamanya tak percaya dengan yang ia ucapkan. Makan malam pun telah usai semua makanan dan piring-piring bekas makan mereka pun sudah dibawa semua ke dapur. Ia jadi deg-degan karena sebentar lagi pembahasan mengenai perjodohan ini akan dikatakan. Kira-kira dia bakal menerima perjodohan ini atau tidak ya? "Emm begini Nak Dena maksud kedatangan kami ke sini adalah untuk membahas perjodohan kalian" "Perjodohan? maksud Tante perjodohan siapa?" dia tidak tau? "Kamu sama anak Tante, Deva" "Apa?" Dena menoleh ke ibunya yang tengah duduk di sebelahnya menatap tak percaya pada beliau. "Bagaimana Nak Dena kamu setujukan menikah dengan anak kami Deva?" Perempuan itu terus diam masih dengan ekspresi bengong,, pasti dia gak bakalan setuju. Entah kenapa hatinya sedih memikirkan kemungkinan itu. Ibu perempuan itu terus mendesaknya untuk menjawab tapi dia tetap diam masih dengan ekspresi yang sama,, bengong. Sudahlah mungkin dirinya memang tak berjodoh dengan perempuan ini. Dia akhirnya membuka mulut baru satu kalimat perempuan itu ucapkan ibundanya malah sudah memotong ucapannya dan menerima perjodohan ini. Ia sedih,, bukan karena perjodohan ini akan terlaksana tapi karena ia tahu dia menerima perjodohan ini dengan terpaksa. Ini bukan dari ketersediannya sendiri.Untuk kedua kalinya Elora datang ke rumah Deva dan Dena tanpa sepengetahuan pria itu tentunya."Lohh Elora kenapa ada di sini? mau ketemu suami saya tapi Mas Deva lagi gak ada, lagi ada di kantor" "Gak kok saya ke sini mau bertemu dengan kamu" "Bertemu saya? ada apa? mau ngomongin bisnis? hahaha, kan gak mungkin saya gak ngerti masalah begituan" "Boleh kita berbicara di dalam saja?" wajah Elora tetap serius tak terpengaruh oleh candaan Dena."Ohh boleh,, ayo silakan masuk" Dena pun akhirnya tak lagi bercanda melihat wajah serius Elora.Dena pun berjalan masuk diikuti Elora di belakangnya, "Silakan duduk dulu biar saya ambilkan minum" "Iya,," Tak berapa lama Dena kembali dengan teh di tangannya menaruhnya di atas meja, "Silakan diminum dulu tehnya" "Iya terima kasih,," Elora mengambil cangkir teh tersebut menyeruputnya sedikit.Lantas Dena duduk di sofa tepat di depan Elora, menunggu Elora selesai meminum teh buatannya.Melihat Elora kembali menaruh cangkir tehnya baru Dena mem
Mobil sedan hitam Deva berhenti di depan lobby perusahaan. Deva turun dari mobil setelah Yono sang asisten pribadi membukakan pintu mobil untuknya.Deva berjalan lebih dulu diikuti Yono di belakangnya, "Pak siang ini anda ada meeting dengan Bu Atika" beritahu Yono.Seketika Deva menghentikan langkahnya, "Atika?" gumamnya pelan, amat pelan sampai hanya dia sendiri yang bisa mendengarnya."Sekedar info saja siapa tau anda tidak mau bertemu dengan beliau"Hmm sungguh pengertian sekali ya Yono ini. Deva membalikkan badan sembari mengerutkan kening, "Kok Atika?" "Begini Pak,, Pak Riyan telfon saya beliau bilang gak bisa menghadiri meeting dengan Bapak karena sedang ada di luar kota karena tiba-tiba ada keperluan mendadak. Tapi, sebagai gantinya Bu Atikah lah yang akan menggantikan beliau" "Kenapa dia gak bilang sendiri kepada saya?" "Untuk masalah itu saya tidak tahu-menahu Pak" "Baiklah, tolong bilang sama Neny untuk menggantikan saya meeting dengan Atika" "Baik Pak" ucap Yono sem
Pagi hari."Sebenarnya kapan kamu bisa membuat Deva dan istrinya bercerai? Mama sudah gak sabar mau Deva menjadi menantu Mama lagi" tiba-tiba Mama Atika itu berucap saat Atika baru sampai di lantai bawah."Ma Tika mau ngomong sesuatu sama Mama,,""Kenapa? ahh sudahlah Mama gak mau dengar apapun pokoknya kamu harus bisa membuat dia bercerai dari istrinya itu dan menjadikan dia menantu Mama lagi. Mama hanya mau dia yang menjadi menantu Mama bukan orang lain apalagi mantan pacar kamu yang mokondo itu!" "Tapi Ma,," "Gak ada tapi-tapian. Mama harap kamu segera mewujudkan harapan Mama itu!" "Iya Ma," Atika lantas menoleh ke Sherly yang sedari tadi menatap dia tajam, menaikkan kedua bahunya.Sherly langsung melengos begitu saja membuat Atika menghela nafas kasar.Sialan kenapa gue jadi terjebak diantara posisi yang sulit begini sih,, umpatnya."Baiklah kalau begitu Mama mau siap-siap pergi arisan dulu kamu harus segera bergerak cepat!""Baik Ma,," Melihat keberadaan sang Mama yang tak la
"Ma aku pulang!" seru seorang wanita sembari menggeret koper memasuki rumah. "Ngapain lo pulang merusak pemandangan aja" sahutan ketus seseorang dari ruang keluarga. "Lo gak suka lihat gue balik?" "Iyalah," "Kalau begitu buang saja mata lo biar gak bisa lihat gue" "Lo,," "Apa?" "Ada apa sih ini Atika, Sherly, kenapa ribut-ribut?" "Dia duluan Ma" yahh begitulah mereka selalu seperti tom and jerry kalau bertemu, selalu ribut. "Sudahlah kalian jangan ribut terus pusing Mama dengarnya! Atika kamu baru pulang nak, bagaimana lancar kerjaannya?" "La-lancar Ma,," ekspresi Atika terlihat aneh, seperti ketakutan dan dia bahkan tak berani menatap mata sang Mama. "Baiklah kamu istirahat sana gihh jangan lupa mandi!" "Ba-baik Ma,," gegas Atika menaiki tangga, menggeret koper bersamanya. Pintu kamar dia tutup sontak Atika menyandarkan punggungnya di pintu menghela nafas lega. Kalian percaya kalau dia keluar kota karena pekerjaan? tentu saja itu bohong. Dia keluar
Elora mengendarai mobilnya tak tentu arah, tak ada tujuan. Yang jelas dia tak ingin pulang ke rumah.Sampai akhirnya Elora melihat suatu taman. Banyak pohon tumbuh di sana membuat pemandangannya begitu asri, bunga warna-warni dan ada juga permainan bagi anak kecil.Lantas dia membelokkan setir memilih singgah di taman tersebut. Turun dari mobil Elora langsung berjalan mencari bagian sudut yang tak terjamah oleh orang. Duduk di sebuah bangku panjang, muat untuk sekitar 3 orang dewasa. Tamannya lumayan ramai, banyak keluarga kecil yang berkumpul dan bermain bersama di taman itu.Matanya berkaca-kaca melihat para orang tua dan anak-anak mereka tengah bermain, "Tanpa sadar aku baru saja hampir merusak keluarga kecil orang lain, aku baru saja hampir merusak kebahagian sebuah keluarga" "Aku wanita jahat" diapun menangis di bangku itu. Hatinya begitu merasa bersalah karena menyukai pria beristri. Pasti istrinya sakit hati kalau tau aku menyukai suaminya. Tanpa sadar aku menyakiti wanita l
Weekend."Ini Mas teh di minum dulu" ucap Dena sembari meletakkan secangkir teh di hadapan sang suami yang tengah fokus pada berkas-berkasnya."Terima kasih ya" pria itu mengambil teh yang dibawakan sang istri menyeruput sedikit lalu kembali meletakkan di atas meja."Kamu lagi banyak kerjaan ya Mas sampai weekend juga harus kerja, yahh walaupun kerjanya di rumah sih?" "Iya bentar lagi ada proyek baru jadi banyak banget kerjaan, maaf ya" Dena berjalan mendekati sofa di ruang kerja sang suami duduk di atasnya, "Ngapain juga minta maaf" gumamnya."Kalau kamu mau keluar bersama Darren gapapa, pakai kartu kredit aku, belanja apapun yang kamu dan Darren mau" "Gak mau ahh. Kamunya kerja capek-capek masa aku belanja terus" "Iya gak masalah orang aku kerja kan memang buat kalian berdua" "Gak mau ahh,," setelah itu Dena terdiam sejenak, lanjut berkata,, "Mas kalau capek istirahat dulu saja jangan dipaksakan nanti sakit" "Iya Mas ngerti" Lalu Dena berdiri, "Kalau begitu aku ke bawah dul
Kamar Deva dan Dena.Dena duduk di kursi rias, mengaplikasikan skincare di wajah. Deva sendiri duduk di ranjang memainkan ponsel. "Tadi seru banget ya kan Mas?" tanya tanya Dena, melihat ke arah yang suami dari kaca."Iya,," setuju pria itu.Padahal tadi kan dia hanya melihat anak dan istrinya main saja, tak ikut main. Tapi demi tak membuat sang istri marah dia hanya bisa setuju. Apakah sekarang Deva sudah menjadi suami-suami takut istri? "Kapan-kapan kita ke pasar malam lagi ya Mas?" "Iya,, atur saja" Dena bangun dari kursi meja riasnya jalan menuju ranjang, "Aku bahagia banget apalagi saat melihat wajah bahagia Darren" ucapnya sembari menaiki ranjang. Spontan deva menurunkan ponselnya menatap penuh makna kepada Dena, "Terima kasih sudah sangat menyayangi Darren"Dena tertawa kecil, "Dia kan anak aku juga Mas sejak aku menikah sama kamu" "Ternyata Mama nggak salah pilih" "Hah?" "Kamu wanita baik. Pasti berat harus menikah dengan seorang duda. Bukan hanya menjadi seorang ist
Di sebuah restoran steak.Di salah satu meja sebuah restoran keluarga kecil Deva duduk, Dena dan Darren sebelahan sementara Deva duduk di depan Dena.Pelayan datang membawakan pesanan mereka yaitu 3 steak sesuai jumlah anggota keluarga.Mata Dena dan Darren berbinar-binar menatap steak mereka. Sungguh,, jika gak tau orang pasti mengira mereka adalah anak dan ibu kandung, sama persis ekspresi wajahnya.Dena mulai memotong steak selesai dia ingin memberikannya pada Darren. Deva,, pria itu juga ingin memberikan steak yang telah dia potong ke Dena."Ini,," ucap Dena dan Deva berbarengan."Lohh,," sontak kedua pasangan suami istri itu saling pandang, sama-sama saling membeku.Beberapa detik,, Dena kembali melanjutkan kegiatan awalnya, mengganti steak Darren dengan punyanya. Kemudian dia mengambil steak yang berada di tangan sang suami, mengganti dengan steak Darren yang belum dipotong."Makasih yang Mas hehehe" Dengan canggung Deva pun mulai kembali memotong steak yang awalnya milik Dar
Ceklek,,"Lohh Dena kok gak ada di kamar dia kemana?" ucap Deva bingung. Dia baru pulang kerja bergegas ke kamar karena berpikir bahwa sang istri ada di kamar tapi ternyata kamarnya kosong.Lantas kembali dia tutup pintu kamarnya."Dia kemana sih? apa jangan-jangan ada di kamar Darren?" kontan Deva melangkahkan kaki menuju kamar sang putra semata wayang, langsung dibukanya pintu di depannya tanpa mengetuk terlebih dahulu."Kamu ada di sini rupanya" dan benar saja tebakannya. Dena berada di kamar sang putra.Entah mereka tengah ngapain posisinya Dena tengah memangku Darren.Kemudian pria dengan satu anak itu masuk ke dalam kamar sang putra, "Kalian lagi ngapain? lagi main ya? kok Papa gak diajak?"Bukannya menjawab Dena malah berbisik kepada Darren.Setelah itu, "Gak mau Papa bau belum mandi" "Apa?" dia tercengang."Kamu bilang Papa bau? nakal ya kamu, sini biar Papa gelitikin kamu" Darren mulai tertawa, meliuk-liukkan badannya, kegelian karena digelitikin."A-ampun Pa, a-ampun Mama