Share

Tidak Berdaya

Keesokan harinya

Rosela belum terbangun. Tapi, ia masih meringkuk di lantai dengan tubuhnya yang menggigil kedinginan. Tapi, sekaligus suhu tubuhnya pun begitu tinggi.

"Ibu, Buuu ...."

Rosela meracau dengan bibirnya yang bergetar. Tenggorokannya begitu kering dan rasanya ingin minum segelas air. Tapi, saat ini ia tidak mempunyai tenaga dan tidak berdaya sama sekali untuk bangun.

Di saat yang sama Vadlan terlihat menggeliat di atas ranjang. Sangat jelas, jika semalam ia mendapatkan tidur yang berkualitas dan juga nyaman.

Berbanding terbalik dengan keadaan Rosela saat ini. Di mana gadis tersebut terus saja memanggil 'ibu' dan kini terdengar ke telinga Vadlan.

"Berisik!" desis Vadlan dengan raut wajah merah padam, menahan amarahnya. Tapi, suara Rosela yang terus mengigau di pagi hari itu benar-benar mengganggunya saat ini.

Vadlan langsung turun dari ranjang, lalu menghampiri istrinya itu. Ia bahkan dengan kakinya menggeser tubuh gadis tersebut agar diam.

"Diam atau--" Ucapan Vadlan mengambang ketika ia menyadari tubuh istrinya itu begitu panas.

Vadlan langsung jongkok dan meraba kening Rosela untuk memastikan apakah dugaannya itu benar atau tidak.

Dan ternyata memang benar sesuai dugaan Vadlan, bahwa Rosela sedang demam tinggi. Meskipun begitu ia saat ini dibuat kesal karena istrinya itu benar-benar merepotkan.

"Kenapa kamu seringkih ini hah?" pekiknya, seraya membawa tubuh Rosela yang begitu panas itu ke atas ranjangnya.

"Ibuuu ...."

Lagi-lagi Rosela mengigau dengan memanggil ibunya.

Di saat yang sama pula, emosi Vadlan rasanya ingin meledak mendengar seseorang yang mengigau di depannya.

Vadlan segera keluar dari kamar tersebut dan memanggil Kamelia serta beberapa pelayan lainnya.

"Kamelia, cepat ke sini," teriaknya sembari mengedarkan pandangannya.

"KAMELIA!" ulang Vadlan dengan suara yang lebih keras dari sebelumnya.

Tampak Kamelia yang masih memakai pakaian tidur itu tergopoh-gopoh menuju ke tempat Vadlan berdiri saat ini.

"Iya, Tuan Muda. Ada apa?" Ia bertanya dengan nada khawatir, pasalnya jika Vadlan sudah berteriak pagi-pagi itu berarti ada masalah besar di mansion tersebut.

"Cepat panggilkan dokter ke sini. Salvia sepertinya demam," terang Vadlan yang terdengar seperti sebuah perintah.

"Iya, Tuan muda. Akan saya lakukan segera," jawab Kamelia, seraya bergegas pergi dari hadapan Vadlan menuju ke telpon rumah, untuk menghubungi dokter pribadi keluarga Atmajaya.

Sementara Vadlan kembali ke kamar untuk melihat keadaan istrinya itu. Ia sama sekali tidak menaruh iba atau kasihan pada istrinya yang sedang sakit saat ini. Tapi, jika dibiarkan terus-menerus sakit seperti sekarang ini, maka nantinya akan merepotkan ia sendiri.

Sambil menunggu dokter datang, Vadlan bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

Tidak sampai satu jam lamanya.

Vadlan sudah selesai dengan kegiatan mandi paginya itu, berganti pakaian dan duduk di sofa panjang sambil membaca buku. Tidak peduli dengan keadaan Rosela karena sebentar lagi akan diobati oleh dokter.

Dan benar saja dokter yang diminta oleh Vadlan sudah tiba dan diantar oleh Kamelia menuju ke kamar tersebut.

"Silahkan masuk dokter, Tuan muda menunggu anda di dalam," ucap Kamelia mempersilahkan untuk masuk.

"Baik, Nona. Terimakasih."

Kamelia masuk ke kamar utama dengan dokter tersebut.

"Tuan muda, dokternya sudah datang," lapornya.

"Suruh dia periksa ada apa dengan istriku. Dia demam semalaman." Vadlan mengatakan hal itu tanpa menoleh kepada Kamelia dan fokus ke lembaran buku yang ada di tangannya.

"Baik, Tuan muda." Kamelia mengiyakan, lalu beralih kepada dokter yang hendak merawat Seruni.

Dokter tersebut pun mengiyakan, lalu bergerak menuju ke sisi ranjang dan memeriksa keadaan Rosela.

"La-lapar, haus, tolong berikan aku minum ...."

Tiba-tiba saja terdengar suara lirih Rosela dan diiringi suara nyaring dari perutnya yang kosong melompong. Dari semalam tidak ada seorangpun yang memberikannya makanan atau minuman. Mungkin lebih tepatnya karena ia malah melarikan diri sehingga makan malam yang telah disiapkan untuknya pada akhirnya ditarik kembali.

Dokter yang memeriksa Rosela pun menyimpulkan bahwa nona muda yang saat ini demam karena akibat perutnya yang dibiarkan kosong.

"Sebaiknya Nona muda diberikan makanan dulu, Tuan Muda. Saya sudah siapkan obat penurun panasnya," tutur dokter tersebut.

PUK

Tiba-tiba saja Vadlan langsung menutup bukunya dengan keras dan mendengus kesal, akibat mendengar suara lirihan sang istri sebelumnya, juga dengan pernyataan dokter.

"Itu karena perbuatan kamu sendiri, Salvia! Andai kamu semalam tidak membuat ulah mungkin sudah kenyang menikmati makan malam," decaknya menahan kesal.

"Kamelia! Cepat bawakan makanan ke sini. Pastikan menu lengkap," lanjutnya memberikan perintah.

"Baik, Tuan Muda." Kamelia segera bergegas keluar dari kamar tersebut, lalu memerintahkan beberapa pelayan lainnya untuk menyiapkan makanan yang sesuai dengan keinginan Vadlan.

Sementara Rosela saat ini tengah diberikan air minum dan juga dipasangkan selang infus di tangannya agar ada sedikit tenaga untuk makan.

Dua puluh menit kemudian, makanan yang diminta oleh Vadlan sudah siap dan kini berada di atas meja.

"Makan yang benar, aku tidak mau melihat atau mendengar kamu sakit dan membuatku kesusahan!" tegas Vadlan menyorot tajam kepada Rosela.

"I-iya, Tuan. Terima kasih untuk makanannya."

Rosela dengan bibirnya yang terlihat pucat itu turun dari ranjang dengan dibantu oleh dua pelayan wanita lainnya.

Sedangkan Kamelia mengantarkan dokter sebelumnya keluar dari mansion tersebut.

"Kalian boleh keluar sekarang!" titah Vadlan kepada dua pelayan wanita yang membantu Rosela sebelumnya.

Dua pelayan itu keluar dari kamar utama dan hanya menyisakan Vadlan dan Rosela yang tampak tercengang dengan makanan yang ada di depan matanya.

"Tuan, apa ini semuanya untuk saya? Apa saya boleh menghabiskan semua makanan ini?" Ia bertanya dengan antusias.

Vadlan menarik ujung sudut alisnya mendengar Salvia yang ingin menghabiskan makanan yang sebegitu banyaknya di atas meja.

"Terserah! Aku tidak peduli kamu mau habiskan semuanya atau tidak! Yang penting kamu tidak menyisakan remahan makanan di karpet atau di lantai. Lalu satu lagi kamu harus cepat sembuh!" tegasnya yang terdengar begitu serius.

"Iya, Tuan. Kalau begitu selamat makan. Kalau anda mau ikut makan, silahkan--"

"Tidak perlu!" sela Vadlan, sembari memakai kemeja warna putih membalut tubuh atletisnya. Ia harus berangkat bekerja hari itu

"Karena perbuatan kamu semalam. Kamu tidak diperbolehkan kemanapun selain di kamar," tukas Vadlan, seraya keluar dari kamarnya tersebut tanpa mendengar tanggapan dari istrinya itu.

Di saat Vadlan sudah tidak ada dalam pandangannya, Rosela menghela nafasnya panjang. Ia sepertinya mau tidak mau harus membiasakan diri di tempat tersebut. Setidaknya ia masih mempunyai tempat tinggal dan makanan.

Rosela beralih kepada makanan yang ada di depannya saat ini, bahkan air liurnya langsung menetes karena dari penampilannya saja makanan tersebut begitu menggugah selera.

"Selamat makan. Nyam, nyam, nyam ...."

Rosela menikmati makanan pertamanya di tempat tersebut dan itu seperti makanan terlezat yang baru pertama kali dimakannya.

"Mm, ini enak banget ... Hmm, jadi ingat sama ibu di kampung. Apa ibu udah makan atau belum ya? Hmmm, aku berdoa ibu baik-baik saja di sana ... Aamiin."

Di saat Rosela menikmati makanannya di kamar, di sisi lain Vadlan pun tengah menikmati sarapannya di ruang makan bersama Kamelia.

"Tuan muda, ada yang mau saya katakan." Kamelia mengatakannya dengan nada ragu.

"Katakan ada apa?" balas Vadlan dengan suara datar.

Kamelia melipat bibirnya untuk sesaat, sambil salah satu tangan memegangi perutnya.

"Sebenarnya saya ...."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status