Share

AIDEN SHOSAN

“Kenapa terus menyebut nama Tuan Besar Aiden? Memangnya apa yang harus kulakukan dengan Tuan Besar itu?” Evelyn berucap sambil menguap, “Ah, ternyata aku tidak hanya bermimpi,” Evelyn menggerutu ketika menyadari kalau tadi ia bermimpi tentang Evelyn si Nyonya Besar.

Hanya sebentar saja Evelyn menoleh pada Maya yang ada di sampingnya, “Kau dengan wanita itu sama saja, Maya… Biarkan aku tidur, aku mengantuk. Ini waktunya tidur siang, bukan?” sambungnya malas dan kembali menyandarkan kepalanya di sandaran kursi tempatnya duduk dan tidur sejak tadi.

Maya yang mendengar ucapan aneh majikannya langsung kebingungan. Maya tidak berani menjawab ucapan Evelyn yang ingin tidur.

Namun, suara teriakan pria yang mengabarkan kedatangan Aiden di depan sana langsung membuat Evelyn terperanjat.

“Nyonya Besar, Tuan Besar sudah datang!” pemberitahuan tentang kedatangan Aiden langsung membuat Evelyn berdiri seketika dan menoleh pada Maya.

“Kenapa kau tidak memberitahuku kalau Tuan Besar datang? Astaga, aku bahkan belum menyiapkan hati dan aktingku!” ucapan menggerutu dari Evelyn semakin membuat Maya bungkam dan menunduk, meskipun ia ingin menjawab kalau sejak tadi ia sudah berulang kali membangunkan Evelyn.

‘Huft… aku harus menyiapkan diri!’ Evelyn mulai bersiap.

“Maya, apa penampilanku sudah baik untuk menghadap suamiku?” pertanyaan Evelyn yang ini pun juga membuat Maya bingung.

‘Nyonya tidak pernah menanyakan pendapat tentang penampilannya di depan Tuan Besar, bukan? Ini aneh. Tapi kuharap mereka tidak bertengkar lagi,’ Maya bergumam dalam hati.

“Y-ya, Nyonya. Anda sudah sempurna. Ayo, kita ke depan, Tuan Besar sudah menungu anda,” ajak Maya yang tidak ingin lagi memperlambat langkah Evelyn untuk bertemu dengan sang Tuan Besar.

Maya berjalan lebih dulu untuk menyibak tirai pembatas ruangan menuju ruangan tengah aula yang seperti rumah pribadi milik majikannya.

Saat tirai tersingkap, Emily yang menggunakan tubuh Evelyn terdiam memandang sosok tampan dan gagah, yang tengah duduk di depan meja yang di atasnya sudah tersaji banyak hidangan untuk menyambutnya.

‘Wah, inikah Tuan Aiden Shosan itu? Pria ini tampan sekali, Tuhan. Jika seperti ini, bagaimana aku bisa bertahan, ya ampun!’ Emily bergumam takjub dan seketika terpesona, bibir mungilnya bahkan membuka saat melihat wajah suami Evelyn yang membuatnya terpana pada pandangan pertama.

‘Aiden Shosan, putera kedua Tuan Royce Shosan dan Nyonya Annalise Moore Shosan. Aiden diangkat menjadi Tuan Besar setelah kakaknya—Aaron Shosan, meninggal sebelum pelimpahan hak waris menjadi Tuan Besar Keluarga Shosan, menggantikan sang ayah,’

‘Penobatan Aiden menjadi Tuan Besar saat itulah yang menjadi awal munculnya gunung es yang membatasi cinta Aiden dan Evelyn. Tidak di masa lalu ataupun masa depan, tidak ada wanita yang sudi cinta suaminya dibagi dengan wanita lain, tapi Aiden malah harus berbagi pada lima istrinya sekaligus. Tentu saja hidupmu seperti di neraka, Evelyn,’

‘Tapi tetap saja ini gila! Bagaimana mungkin ada pria setampan dan segagah ini di sini? Kukira pemimpin keluarga di rumah ini adalah pria yang gendut, jelek, dan hanya gila wanita. Ternyata dia sesempurna ini, astaga...’ Emily menggelengkan kepalanya berulang berharap ia tidak goyah karena silau dengan ketampanan sempurna suami Evelyn itu.

Tarikan dari gaun bagian bawah miliknya membuat Evelyn melirik ke bawah, tepat pada Maya yang saat ini membungkuk memberi perhormatan tertinggi pada Aiden.

“Nyonya Besar, kau harus memberi salam pada Tuan Besar,” Maya berbisik sangat pelan tapi Evelyn mengerti apa yang dibisikkan Maya padanya. Evelyn mengangguk dan langsung ikut melakukan apa yang Maya lakukan saat ini.

“Semoga Tuan Besar panjang umur dan selalu sehat!” Evelyn memberikan sapaan penghormatan, “Tolong maafkan sikapku yang lancang kali ini, Tuan Besar,” sambungnya berucap meluruskan sikapnya yang mungkin saja tidak sopan dan terlihat oleh Aiden.

“Hmm, kenapa sapaanmu berlebihan seperti itu padaku? Sejak kapan Nyonya Besar Evelyn memperhatikan kesopanan di depanku?” Aiden sedikit bingung dengan sikap Evelyn, “Pelayan, apa kalian sudah memberikan obat dengan baik pada Nyonya Besar kalian? Sepertinya dia masih belum sehat sepenuhnya!” sambung Aiden berbiara pada pelayan Evelyn, termasuk Maya.

‘Eh? Apa yang salah?’ Evelyn juga bingung.

“Nyonya Besar, bangunlah. Anda tidak perlu menundukkan tubuh sepertiku. Anda cukup menundukkan kepala sedikit saja pada Tuan Besar,” Maya kembali berbisik.

“Begitukah? Oh, baiklah!” ketika Maya mengangguk seketika Evelyn menegakkan tubuhnya untuk memperbaiki kekeliruan dan sikapnya. Kini ia menatap sikap Aiden yang tetap tenang menyesap teh di tangannya.

‘Astaga, aku belum tahu tentang ini. Aku juga melupakan kalau Evelyn tidak akur dengan suaminya. Kalau saja Tuan Besar tampan ini tidak bicara ketus seperti tadi, mungkin saja aku tidak akan pernah tahu kalau hubungan mereka dingin,’

‘Tapi Evelyn menginginkan cerita hidupnya berakhir bahagia. Jadi aku memang harus mencairkan hubungan yang membeku ini. Kau bisa melakukannya, Emily! Lagipula siapa yang akan menolak suami tampan dan sempurna seperti ini, hahaha!’

Meskipun Emily mengerti kalau hubungan Evelyn dan Aiden tidak harmonis, dan tidak mungkin ia mengubah sikap Evelyn yang dingin menjadi ceria seketika pada Aiden. Tapi Emily adalah gadis yang berijwa muda, ia memang terlihat terpesona pada sosok Aiden karena baginya pria dengan ketampanan sempurna itu hanya ada pada komik dan pendeskripsian secara berlebihan di novel romansa, tidak di dunia nyata.

Namun, ketika melihat ketampanan yang sempurna itu ada tepat di hadapannya, membuatnya kagum luar biasa. Naluri wanita yang ingin memiliki kekasih tampan langsung muncul dengan konyolnya.

‘Hei, Evelyn. Tolong jangan cemburu padaku jika aku bisa mengambil hati suamimu, ya! Bukankah ini yang kau inginkan dariku? Kau ingin hidup Evelyn Hollan Shosan berakhir bahagia bersama putera dan suamimu, kan? Kau ingin menjauhkan para istri muda gatal itu dari suamimu, kan? Jadi, tolong bantu aku merebut hatinya!’

‘Maaf, jika aku terkesan murahan. Tapi kau juga harus mengganti waktuku yang tidak bisa melihat pria tampan di komik online langgananku, dan biarkan saja aku menikmati ketampanan sempurna suamimu ini. Ini kuanggap impas, hehe!’

Emily terus tersenyum dalam hati seakan bicara dengan roh Evelyn yang mungkin saja memperhatikannya.

‘Baiklah, Tuan Besar Aiden Shosan. Bersiaplah mengubah sikap dinginmu pada istrimu sendiri!’ sambungnya bertekat bulat.

Emily mulai berjalan mendekat dan berdiri dengan kepala yang sedikit tertunduk pada Aiden.

“Mohon maafkan ketidaksopananku selama ini, Tuan Besar. Sikapku yang tadi bukanlah berlebihan. Aku yang sudah mengalami tidur panjang selama beberapa saat setelah kecelakaan sudah menyadari kesalahanku. Mungkin saja sakit yang kualami adalah hukumanku dari Tuhan,”

“Tuhan menghukumku karena bersikap kasar dan tidak patuh padamu sebagai suamiku. Jika bisa, tolong terima permohonan maafku, Tuan Besar,”

Evelyn kembali memberi penghormatan dengan membungkuk setengah badan pada Aiden. Bukan hanya Aiden yang terperangah, tapi Maya dan para pelayan yang ada di dekat sana ikut terkejut dengan sikap Evelyn.

Evelyn mengangkat wajahnya lagi dan tersenyum pada Aiden yang memandangnya dengan tatapan bertanya.

“Tuan Besar, suamiku yang tampan seperti sinar bulan yang bersinar dengan tenang… Aku merindukanmu. Tolong maafkan aku,” ucapan Evelyn kali ini pun tidak kalah mengagetkan semuanya.

Di pandangan Evelyn kali ini jelas terlihat wajah memerah dan mata yang berkaca dari Aiden.

‘Kena kau, aku mendapatkanmu, Aiden! Maafkan aku yang telah menurunkan harga dirimu, Evelyn, tapi inilah langkah awal untuk mencairkan hubungan kalian yang sedingin gunung es. Harus ada yang dikorbankan agar semuanya lebih baik,'

‘Di waktu di mana aku hidup, meminta maaf bukanlah satu hal yang rendah dan mengartikan kalau kita bersalah. Meskipun di mata orang kita sedang mengakui kesalahan, tapi itu tidak membuatmu rendah dan malah akan membuat semuanya membaik. Lihat saja, suamimu akan kembali memperhatikanmu!’ senyuman tulus yang cantik ia tunjukkan pada Aiden, saat di benak dan hatinya terus bicara seolah Evelyn yang menjadi lawan bicaranya.

“Ehem, Evelyn. Kau sepertinya memang belum sepenuhnya sehat. Bagaimana bisa kau menyebutkan kalimat seperti ini padaku di depan banyak orang?” Aiden sedikit mengeluhkan sikap istriya, tapi wajahnya yang memalu menegaskan kalau dia menyukai ucapan Evelyn padanya.

“Baiklah, duduklah di sini bersamaku. Aku datang ke sini karena ingin memastikan keadaanmu. Ibu bilang kalau kondisi kesehatanmu sudah lebih baik, dan kau juga sudah bisa melakukan pertemuan dengan para saudaramu,”

“Maafkan aku yang belum sempat menjengukmu sejak kau mulai sakit. Banyak sekali pekerjaan yang harus kulakukan sendiri,”

Tatapan bola mata berwarna coklat keemasan itu terus memandangi wajah Evelyn dengan banyak ekspresi, seperti bingung, sedih, bahagia, dan ingin bertanya, 'Benarkah dia adalah Evelyn?'

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status