Share

8. Dia Akan Menyukaimu

Jesika termenung diam memandangi tangannya yang memerah. Sesaat dia sempat mengedarkan pandangan, lalu kembali menunduk sambil tersenyum getir. Hidupnya selucu ini ternyata. Membayangkan bagaimana kemarin dia kabur, membuat Jesika hampir setengah gila. Gaun pengantin yang menyentuh tanah, ia angkat untuk memudahkan kedua kakinya berjalan cepat tanpa suara. Para tamu yang Jesika intip dari balik jendela kamarnya, membuat jantung semakin berdegup.

Jesika tidak sengaja mendengar obrolan kedua orang tuanya dan satu adik permpuannya di ruang makan. Mulanya tidak ada yang serius, tapi betapa terkejutnya ketika secara jelas mereka mengatakan kalau seseorang akan menikahi Jesika minggu depan.

Dari balik dinding, Jesika tertegun mematung. Dengan siapa menikah? Pacar saja sudah tidak punya. Ya, satu bulan yang lalu hubungan baru saja berakhir.

“Kenapa tidak turun ke bawah.”

Suara dari belakang menegur, membuat Jesika langsung terkesiap. Jesika memandangi pria itu saksama seperti tengah membandingkan sesuatu.

Aku baik-baik saja di sini. Pria ini mengerikan, tapi dia membiarkanku tetap hidup. Lalu … bagaimana jika aku di sana?

“A-aku belum terbiasa,” jawabnya asal.

Antonio melenggak menuju ruang ganti. Cukup lama pria itu di sana, membuat Jesika yang mendunggu kian merasa gelisah. Banyak hal yang Jesika pikirkan sampai-sampai merasa dirinya sedang dikejar-kejar sesuatu. Rasanya membuat duduk ini tidak nyaman sama sekali.

“Tuan …” panggil Jesika lirih ketika pria berbadan tinggi tegap berisi itu keluar dari ruang ganti. “Boleh aku bertanya?”

Antonio tidak mengeluarkan kata dari dalam mulutnya, tapi sorot matanya mempersilahkan.

“Sampai kapan aku ada di sini?”

“Jadi kamu mau ke luar?”

“Bu-bukan begitu, maksudku …”

“Kamar ini tidak nyaman? Aku bahkan membiarkan kamu tidur ranjang.”

Apa-apaan pria ini? semalam aku tidur di sofa. Jadi dia pikir aku tidur diranjang dengannya?

Jesika menarik nafas sebelum kembali bicara. telapak tangan sudah berkeringat menahan rasa gugup.

“Bukan begitu, tapi kenapa harus aku. Ini hanya karena aku tidak sengaja masuk ke dalam bagasi mobil anda. Apakah tidak berlebihan sampai aku harus menikah dengan anda?”

Senyum miring tergambar di wajah Antonio. Pria itu melangkah maju, lantas mencondongkan badan sampai wajahnya sejajar dengan wajah Jesika.

“Jangan memancingku. Kalau kamu terus bertanya tentang hal itu, sungguh aku akan menjebloskan kamu ke dalam penjara.”

Tatapan penuh ancaman yang membuat Jesika merinding. Bagaimana bibir itu bergerak menuturkan kata, seketika membuat seluruh tubuh Jesika membantu dingin. Tidak ada pilihan, Jesika sadar hal itu sekarang.

“Berdiri dan ayo turun ke bawah,” perintahnya tenang, tapi dengan nada menekan.

Jesika menelan susah salivanya, lalu perlahan mengangkat pantatnya yang begitu berat. Kedua kakinya sampai terasa gemetaran. Semengerikan inikah pria ini? seperti apa kuasanya.

“Besikaplah biasanya saja. Aku tidak mau nenek banyak tanya nanti,” jelasnya tegas.

Jesika mengangguk sambil menutup pintu kamar. Dia menangkup tangan di bawah, berjalan di belakang Antonio. Sampai di tengah anak tangga, Antonio menghentikan langkah kakinya. Wanita di belakang yang tengah melamun seketika menabrak punggung pria di depannya.  Setelah mengaduh, Jesika menarik diri lalu mengusap ujung hidungnya yang mungil.

“Kemari!” tanpa peduli dengan hidung yang menabrak punggungnya, Antonio meraih tangan Jesika. Dia melingkarkan tangan itu pada lengannya lalu kembali berjalan.

Bukankan ini pemandangan yang sangat menarik? Jesika berjalan menuruni tangga, bergandengan dengan pria tampan gagah perkasa. Ya, Jesika akui bagimana pria ini memang nyaris sempurna. Tidak sadar, Jesika sudah mendongak menatap Sebagian wajah pria itu. wajah yang tegas dan begitu tenang. Sebelum pria itu menyadari sedang ditatap, Jesika buru-buru menurunkan pandangan.

Sampai kembali di ruang makan yang begitu luas dan mewah. Meja kayu panjang yang mengkilap di kelilingi sekitar delapan kursi, sarapan pagi yang tersedia di atasnya, membuat si miskin akan terkagum-kagum. Para pelayan yang sibuk dengan tugas masing-masing, bisa di bayangkan pemilik rumah ini memang memiliki kekayaan yang berlimpah.

Nenek belum terlihat. Jesika hanya melihat dua orang yang duduk di sana sambil mengobrol kecil. Saat melihat Jesika mendekat sambil menggandeng tangan Antonio, ada tatapan risih di sana.

“Sepertinya kalian menikmati malam pertama kalian.”

Belum sempat sampai sampi di meja makan, seorang Wanita berambut putih besuara. Mereka semua menoleh. Ditatapnya lebih dulu Wanita itu itu, lalu perlahan dua orang yang sudah duduk beralih menatap Antonio dan Jesika.

“Kemari, Sayang!” Megan merebut tangan Jesika dari Antonio. Antonio tidak bereaksi selain menyusul ikut duduk.

Kenapa nenek langsung menyukai gadis itu?

Mereka sudah duduk, lalu menunggu pelayan menyiapkan hidangan sarapan.

Megan sudah senyum-senyum sedari tadi ketika menatap Jesika. Jesika yang tidak mengerti, tentunya hanya ikut tersenyum kikuk.

“Hei, jadi bagaimana dia melakukannya? Dia tidak kasar padamu, kan?” Nenek menyikut lengan Jesika.

Jesika merendahkan tengkuknya, lalu melirik mereka bergantian dan berakhir pada Antonio. Tatapan pria itu membuat Jesika menelan berat salivanya.

“Apa maksud nenek?” tanya Jesika lirih.

Sekali lagi Megan menyikut lengan Jesika masih sambil senyum-senyum. Jesika masih belum mengerti sampai kemudian merasa tercekat saat Antonio mengatakan sesuatu.

“Itu urusan kita berdua, Nek. Memangnya harus ditanyakan terang-terangan ya?”

“Kamu ini!” decak Megan. “Nenek juga ingin tahu. Siapa tahu nenek akan segera punya cucu, kan.”

Rasanya ada sesuatu yang nyangkut ditenggorokan, membuat Jesika serasa tersedak. Jadi ini membicarakan tentang malam pertama? Oh, memalukan sekali! Wajah Jesika sudah menunduk.

“Bu, jangan menyudutkan Antonio begitu,” Agatha ikut bicara. “Lagian pernikahan mereka hanya—”

“Aku lapar, aku tidak ingin mengobrol sekarang,” potong Antonio dengan cepat. Ada ekspresi kesal pada wajah Wanita paruh baya di hadapannya itu.

Selesai sarapan, Megan mengajak Jesika pergi ke teras belakang. Ada sebuah taman dengan kolam ikan, kursi panjang dengan meja dari batang pohon, lalu di sisi lain—tepatnya di dekat teras belakang—ada sebuah kolam renang yang luas.

Harus berapa kali Jesika mengagumi tempat ini? sebuah istana yang sama sekali tidak pernah Jesika bayangkan akan menempatinya. Rumah lamanya, tentu hanya satu titik kecil jika dibandingkan.

Mereka duduk di debuah gazebo yang di lengkapi dengan bantal bersegi. Mereka duduk memandangi ikan koi yang berukuran sedang.

“Boleh nenek tanya sesuatu.”

Jantung Jesika seperti mau berhenti saat ini juga. Sebelum ikut nenek ke sini, Antonio sudah memberi sebuah peringatan untuk jangan terlalu banyak bicara dengan nenek. Maksudnya, jangan menjawab sembarangan ketika ditanya. Jawab saja sebagaimana semestinya orang orang yang sudah mengenal lama.

"Ta-tanya apa, Nek?”

Megan sedikit bergeser mundur, lalu bersandar pada tiang gazebo yang dihiasi dengan kain putih menjuntai.

“Apa kamu bisa mencintai Antonio?”

“Ha?” refleks mulut Jesika ternganga. Dengan cepat bibir itu kembali mengatup, “Maaf …” lirihnya kemudian.

“Nenek cukup lega kerena Antonio tidak jadi menikah dengan Selena.”

Siapa Selena? Apa dia kekasih Antonio yang kabur?

“Sepertinya kamu gadis baik-baik.”

Jesika meringis kikuk. Dia menggaruk tengkuknya yang mendadak terasa gatal. Ini pertama kalinya Jesika mendapat sebuah pujian, padahal orang tersebut sama sekali belum tahu siapa dirinya. Bukankah berlebihan?

“Antonio pasti akan menyukai kamu.”

Kata terakhir yang nenek ucapkan seketika mendarat sempurna di kepala Jesika. Kalimat itu terus terbayang-bayang, sampai tidak sadar kakinya sudah melangkah sampai di depan pintu kamar.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status