Share

Mendadak Jadi Tunangan CEO Karena Salah Paham
Mendadak Jadi Tunangan CEO Karena Salah Paham
Penulis: ina zakaria

01. CEO MENYEBALKAN

"Aku akan berhenti," ucap seorang wanita dengan setelan berwarna cokelat dengan rambut bergelombang pendek sebahu. Dia mengepalkan tangan kanannya dengan kuat seolah sedang berorasi.

"Kau sudah mengatakan itu sejak setahun lalu dan tak pernah menjadi nyata," sahut santai seorang wanita di depannya. Wanita berparas cantik dengan bibir merah menggoda. Ada tahi lalat di sudut mata kirinya.

"Aku tak percaya sudah setahun berlalu. Argh, CEO sialan!" Wanita berambut pendek sebahu itu mencengkram kuat kepala dengan kedua tangannya dengan wajah cemberut, menunjukkan betapa kesalnya dia.

Kedua wanita itu adalah karyawan dari dua perusahaan yang berbeda, tetapi dengan posisi yang sama yaitu sebagai seorang sekretaris. Lulus dari akademi yang sama, membuat persahabatan mereka tak lekang oleh waktu. Bedanya, wanita tahi lalat di mata kiri yang sekarang memakai setelan kemeja dan celana panjang, sudah memiliki kekasih, sedangkan wanita yang sedang menggerutu, masih saja jomblo.

Wanita yang sedang menangis karena kesal pada atasannya tersebut bernama Anya. Dia sudah setahun bekerja di perusahaan Harpha Coperation, tetapi tak pernah merasakan nikmatnya bekerja sebagai sekretaris. Atlas, CEO perusahaan, sekaligus atasannya, sudah seperti iblis dari neraka. Setiap hari tak ada hari yang tidak melelahkan bagi Anya. Selain karena harus bekerja di kantor, sebagai sekretaris pribadi, dia juga harus membereskan masalah pribadi sang CEO, yang selalu membuat umurnya semakin memendek.

Sebenarnya, posisi sekretaris pribadi Atlas sebelumnya bukan dirinya. Pada awalnya, Anya adalah seorang karyawan di bagian keuangan dan nyaris diangkat sebagai manager, tetapi dia malah ditunjuk oleh Atlas menjadi sekretaris pribadi pria itu karena sikap cepat dan tanggapnya dalam mengatasi masalah saat salah satu pacar Atlas datang dan mengamuk di perusahaan. Jika tahu akan begini, Anya akan lebih memilih untuk tak melakukan apa pun saat itu. Andai waktu bisa diulang, tetapi itu tidak mungkin bisa, kan? Anya bisa meratapi nasibnya setiap hari.

Atlas Alamsyah adalah CEO lulusan kampus terbaik di Amerika dalam bidang managemen bisnis. Dia merupakan pewaris tunggal dari keluarga Alamsyah yang menguasai hampir seluruh bisnis properti dalam dalam dan luar negeri. Selain itu, dia juga yang mengembangkan perusahaan sampai bisa sebesar ini di usianya yang masih muda. Wajar kalau di usia tiga puluh lima tahun, dia menjadi seorang pria idaman wanita yang ingin dinikahi. Bahkan, fotonya terpajang di banyak cover depan majalah atau berita yang ditulis dalam offline atau online.

Adam Alamsyah memiliki segalanya. Wajahnya tampan, anak dengan sendok emas sejak dilahirkan dan kemampuannya dalam menghasilkan uang sudah tak diragukan, sungguh sempurna, kecuali dalam satu hal yaitu menjalin hubungan. Pacarnya ada banyak dan setiap kali terjadi keributan, dia selalu mengandalkan dan menyusahkan sekretaris pribadinya. Jadi, wajar kalau banyak sekretaris pribadinya yang berhenti atau keluar tanpa kabar karena lebih memilih kabur daripada berhadapan dengan wanita liar hampir setiap hari. Namun, beda cerita dengan Anya. Dia tak bisa berhenti seenaknya.

"Andai bukan karena gajinya yang tinggi, aku sudah akan berhenti tanpa penyesalan. Huhu." Anya mulai menangis dengan perasaan kesal bertumpuk-tumpuk. Bahkan, dia mencengkram gelas minumannya dengan erat. Untungnya, dia bukan wanita dengan kekuatan super, otot tangannya lemah sehingga gelas itu selamat tanpa tergores atau retak.

"Berhentilah mengeluh. Kau akan melukai tanganmu kalau gelasnya pecah nanti." Magdalena, sahabat Anya menasehati. Wanita berwajah oval dengan garis rahang tirus bak pahatan tangan dewa itu, membelai lambut kepala Anya yang meletakkan kepalanya di atas meja.

"Kenapa nasibku buruk?" keluh Anya.

"Kau harus bertahan," hibur Magdalena setengah menyemangati.

Ada kesedihan di wajah Magdalena saat ini. Untungnya Anya tak sedang melihat ke arahnya sekarang. Kalau tidak, wanita itu pasti akan mengomel lagi. Anya benci dikasihani atau ditatap dengan sorot mata sedih dengan alasan apa pun. Sebab, hal itu membuatnya merasa tertekan dan menyedihkan.

"Kau tahu, berkat CEO gila itu, aku putus dari kekasih yang sudah kupacari selama dua tahun. Aku juga gagal mendapatkan posisi manager yang sudah lama kuimpikan meski sudah berusaha keras meraihnya lalu aku harus bergulat dengan banyak wanita."

"Berkat CEO iblis itu juga, kau mendapatkan gaji yang setara dengan gaji managernya, kan? Bahkan lebih tinggi. Pekerjaanmu diakui dengan mendapatkan bonus dari CEO pribadinya. Kau bisa datang ke rumahnya sesuka hati di jam berapa pun demi membereskan masalahnya. Juga, setiap hari, kau bisa melihat wajah pahatan dewa itu, kan? Nikmat mana yang kau dustakan coba?"

Anya bangun dan duduk dengan tegak.

"Kau mau menggantikanku?"

"Ogah."

"Hah, terus kenapa dibilang nikmat, sih? CEO itu membuatku darah tinggi hampir setiap hari tauk! Selain tampan dan kaya, kepribadiannya minus semua tauk!"

"Sadarlah! Selain tampan dan kaya, dia keturunan orang kaya, lulusan universitas luar negeri, kinerjanya di perusahaan luar biasa lalu dia juga adalah atasanmu, Anya." Magdalena mencoba membuat Anya menerima kenyataan yang terdengar tak adil tersebut.

Anya mencebikkan bibirnya, kesal karena ucapan Magdalena benar.

"Kau sahabatku bukan, sih? Kenapa berpihak padanya?"

Magdalena tertawa kecil, "Aku hanya memaparkan kenyataan. Kau tahu, aku bekerja sebagai sekretaris di managemen desain perusahaanku. Hampir setiap hari aku mendengar omelan dari kepala departemenku yang berpostur tubuh pendek, gendut dan botak. Ditambah, dia sudah berumur, lima puluh tahunan. Dengan sikap yang buruk pula."

"Kenapa tak berhenti saja?"

"Kau tahu itu tidak mungkin. Aku diterima di perusahaan itu saja sudah merupakan anugerah dari Tuhan. Kemampuanku tak sehebat dirimu. Aku banyak melakukan kesalahan dan bos tua itu selalu memaklumiku. Meski dia marah-marah dan sering mengomel, dia terus mengajariku agar tak mengulang kesalahan yang sama. Jadi, dia seperti sosok ayah tsundere bagiku."

Magdalena bercerita dengan mata berbinar. Sorot matanya menunjukkan seorang anak yang merindukan kasih sayang seorang ayah. Sejak kecil, Magdalena sudah yatim piatu. Dia dititipkan di panti asuhan pada usia lima tahun. Setelah lulus SMA, dia memutuskan untuk bekerja sebagai pelayan. Setahun kemudian, dia mencoba peruntungan dengan mendaftar masuk jalur beasiswa dan diterima. Jadi, dia setahun lebih tua daripada Anya. Namun, mereka memutuskan tak menggunakan bahasa formal satu sama lain karena seangkatan dan bersahabat.

Anya agak kaget ketika ponselnya berdering. Ada telpon masuk. CEO gila yang baru saja dibicarakan menelpon.

"Siapa? Atasanmu?" tebak Magdalena melihat betapa masamnya wajah Anya sekarang.

Anya mengangguk pelan.

"Tidak diangkat?"

Anya terlihat ragu.

"Haruskah aku mengangkatnya?"

"Dia atasanmu."

"Ini sudah jam sebelas malam. Apa yang dia lakukan menelponku jam segini?"

"Kalau begitu, apa yang kita lakukan? Masih nongkrong jam segini di sini?" Magdalena sedikit menyindir karena Anya menyeretnya untuk nongkrong di angkringan.

Anya mengajak ke sana karena hanya tempat itu yang buka dua puluh empat jam. Mereka ngopi bareng karena tak bisa ke diskotik. Keduanya, terutama Anya, harus tetap sadar agar siap sedia saat menerima panggilan dadakan dari Atlas. Suasana di angkringan juga ramai sehingga aman bagi kedua wanita itu untuk di sana. Juga, meski didominasi oleh kaum adam, kaum hawa yang ada di sana tidak hanya mereka berdua.

Anya menghembuskan napas pelan.

"Halo, Bos?"

Anya menerima telpon dari Atlas.

Dia mendengarkan dengan seksama ketika bukan Atlas yang berbicara.

"Aku harus pergi."

Anya langsung memasang jaketnya sambil berdiri, bersiap pergi.

"Ke rumah Atlas?"

"Tidak. Dia ada di diskotik sekarang. Kata manager di sana, Atlas mabuk berat dan membuat keribuatan dengan salah satu pelayan di sana. Karena kontakku ada di panggilan darurat ponselnya, mereka menghubungiku." Anya menjelaskan secara singkat.

"Hati-hati di jalan. Kau tak mengantuk atau semacamnya, kan? Haruskah aku temani kau ke sana?"

"Tidak usah. Kau akan menjadi target selanjutnya kalau sampai dia melihatmu. Kau tak sadar betapa cantiknya dirimu, hah?"

Magdalena tersenyum kecil, "Aku tahu kalau aku cantik, tapi bosku tak akan melirikku. Aku miskin."

Anya mengerucutkan bibirnya, "Itu tak penting."

"Penting bagi kaum sendok emas. Kau tak tahu itu?"

"Tidak."

"Baiklah hati-hati di jalan."

Anya mengangguk pelan lantas pergi.

Dia langsung mengemudikan mobilnya, mobil dinas tepatnya. Atlas memberikan fasilitas mobil padanya sebagai transportasi untuk hal-hal mendesak seperti sekarang. Ini namanya demi loyalitas pekerjaan.

Anya tiba di diskotik di mana Atlas berada dalam dua puluh menit. Dia langsung menemui manager tempat itu, meminta maaf pada mereka, termasuk pelayan yang terlibat. Tak lupa dia membayar ganti rugi dan kompensasi serta meminta rekaman cctv agar dihapus dan memastikan tak ada foto atau video yang beredar. Dengan uang, semua masalah terselesaikan. Meski tentu saja Anya harus meminta maaf dengan tulus pada pihak terkait agar tak terjadi masalah ke depannya.

Anya membayar semua itu dengan uang Atlas. Selain memberinya mobil, Atlas juga menyerahkan kartu hitam miliknya pada Anya untuk digunakan pada keadaan seperti sekarang. Walau tentu saja, harus selalu ada laporan tentang ke mana uang itu mengalir. Atlas memang pandai mencari uang, tetapi dia sepertinya juga berbakat menghabiskannya dalam waktu singkat. Meski uangnya sepertinya tak akan habis mengingat keuntungan usaha, saham perusahaan dan kekayaan keluarganya sangat banyak.

Setelah membereskan masalah, Anya lantas membawa Atlas ke dalam mobil. Sialnya, mobilnya mengalami kerusakan sebelum sampai di tempat Atlas. Karena mencari bantuan cukup sulit, dia memutuskan untuk membawa Atlas ke rumahnya. Untungnya, mobilnya mogok di jalan dekat rumahnya, hanya berjarak lima ratus meter. Entah apakah ini suatu kebetulan atau bukan.

Anya membawa Atlas dengan memapahnya. Namun pria itu terlalu mabuk sehingga dia memutuskan untuk membawa pria itu di punggungnya. Anya bukanlah wanita kuat. Fisiknya biasa saja. Dia hanya terbiasa bekerja keras sehingga membawa Atlas meski cukup kesulitan, dia berhasil melakukannya.

Gubrak.

"Sakit..."

Atlat meneluh sakit ketika tubuhnya terjatuh karena Anya sudah tak kuat untuk membawanya. Dengan keringat dan napas nyaris habis, Anya mengistirahatkan dirinya.

Atlas merintih kesakitan, tetapi terlalu mabuk untuk sadar apa yang terjadi. Dia hanya terus mengeluh dengan mulutnya. Anya yang ikut terjatuh melihat kakinya terluka dan sedikit berdarah.

"CEO sialan. Harusnya kutinggal saja dia," gerutunya kesal. Namun, dia tak bisa melakukannya. Tanggungjawab sebagai seorang karyawan dan sekretaris pribadi mencegahnya melakukan hal tersebut.

Dia memapah Atlat lagi. Karena terjatuh, pria itu sudah sedikit bisa membawa badannya sendiri meski masih sempoyongan.

Anya langsung melemparkan Atlas ke tempat tidurnya begitu sampai di rumahnya.

"Panas," keluh Atlas sembari membuka pakaiannya dan membuangnya sembarangan.

"Dasar CEO menyebalkan," gerutu Anya lagi lantas mencoba menyelimuti Atlas dengan benar karena tak berpakaian.

Saat itu, Atlas tak sengaja menarik Anya hingga berbaring di sampingnya, membuat Anya harus menyingkirkan tubuh Atlas dengan kekuatan tangan dan kaki mungilnya. Setelahnya dia segera pergi tidur di sofa.

Keesokan harinya, Anya bangun dan segera mandi. Dia berniat untuk membelikan sarapan sebelum membangunkan Atlas, tetapi rencananya tak berjalan sesuai rencana. Saat dia keluar dari kamar mandi dengan pakaian kerjanya, Atlas sudah menghilang dengan meninggalkan sebuah catatan kecil.

"Aku akan bertanggungjawab, katamu? Hah, CEO menyebalkan." Anya mendengkus lalu menyobek kecil-kecil kertas yang ditinggalkan atasannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status