Share

02. Dihindari?

Anya sama sekali tak mengerti dengan catatan yang ditinggalkan oleh Atlas di atas kasurnya tadi pagi. Dia hanya terus merasa kesal karena Atlas pergi tanpa berpamitan dengannya. Padahal dia sudah bersusah payah membawa pria itu di punggungnya sampai kakinya terluka. Memang tidak parah, tetapi tetap saja sakit karena sampai berdarah. Walau sudah diobati, karena lukanya di kaki, Anya terpaksa menggunakan celana panjang untuk menutupi luka itu hari ini.

Celana dan blouse berwarna ungu muda, serta sepatu berhak datar menjadi pilihan pakaian Anya hari ini. Dia juga mengikat rambutnya. Padahal, dia biasanya membiarkan rambut pendek bergelombang miliknya. Akan tetapi, dia tak bisa melakukannya hari ini berkat seseorang yang tak sengaja menarik rambutnya beberapa kali saat mabuk tadi malam. Untuk berjaga-jaga, dia mengikat rambutnya agar Atlas tak bisa lagi melakukan hal yang sama padanya.

Dia tiba cukup pagi di kantor, menuju ke tempat duduknya, yang berada tepat di depan ruangan CEO, dia melihat rekan kerjanya, Melati, duduk di mejanya dengan segelas kopi yang masih hangat.

Mereka saling bertukar senyum begitu bertatapan. Tak ada sapaan pagi yang hangat. Anya tak mau mengganggu Melati yang sedang sibuk mengatur berkas di atas mejanya. Itu masih cukup banyak. Melihat penampilan Melati yang cukup berantakan, terutama di rambut ikalnya yang tak beraturan dan pakaian yang sama seperti kemarin, Anya tahu kalau gadis muda berusia dua puluh tahunan itu, belum meninggalkan kantor sejak kemarin.

Ada dua sekretaris untuk Atlas. Pertama, Anya, sebagai sekretaris pribadi yang mengatur jadwal harian Atlas, menyelesaikan keributan yang disebabkan olehnya dan mencoba untuk mendisiplinkan Atlas agar lebih disiplin dalam pekerjaan. Juga, mengatur agar privasi atau kehidupan pribadinya jangan sampai terekspos ke media. Melati pandai dalam pekerjaan yang berurusan dengan dokumen dan investasi. Instingnya bagus dalam menentukan klien sehingga kadang Atlas meminta pendapatnya saat hendak melakukan investasi. Walau tak semua berhasil, karena Atlas sering melakukan hal sebaliknya meski dilarang.

Sekretaris kedua adalah Melati. Gadis muda yang masih berusia dua puluh empat tahun, seorang genius yang lulus dengan nilai gemilang. Dia memiliki kemampuan yang matang di administrasi, kontrak dan pengaturan dalam investasi. Sayangnya, dia buruk dalam negosiasi dan berinteraksi dengan orang lain, terutama pria. Dia juga memiliki kebiasaan mengumpat sehingga tidak cocok untuk tampil di publik atau ikut meeting. Namun, pekerjaannya yang lain selalu sempurna. Mungkin itu alasan Atlas mempertahankan Melati sebagai sekretarisnya.

Anya juga mengakui keterampilan dan kemampuan Melati di mana dia tak akan bisa sesempurna itu. Jadi, dia sangat setuju ketika orang-orang menyebut mereka sebagai duo yang tak bisa dipisahkan dan saling melengkapi. Kenyataannya, itu adalah benar.

Melati buruk dalam berkomunikasi dengan orang lain memiliki alasan. Dulu dia pernah menjalin hubungan dengan seorang pria saat SMA. Awalnya, pacar Melati bersikap sangat baik, tetapi lama-kelamaan pria itu menjadi sangat posesif dan kasar. Pada akhirnya, itu membuat Melati tidak tahan dan meminta putus. Namun, mantan pacarnya malah memukulnya sampai nyaris mati. Beruntung seorang pejalan kaki memergoki aksi itu dan berteriak minta orang sehingga orang-orang datang membantu. Mereka juga menelpon polisi.

Orang tua Melati mengajukan tuntutan dan hubungan yang awalnya manis berakhir di kepolisian. Mantan pacar Melati dijatuhi denda sebesar lima puluh juta dan penjara selama tiga tahun. Sejak kejadian itu Melati sangat menjauh dari pria. Bahkan, dia tak tertarik menjalin hubungan dengan siapa pun. Dia bilang akan hidup menjomblo selamanya.

Walau tidak sampai trauma berinteraksi dengan manusia, Melati sangat buruk dalam melakukannya. Dia sering mengumpat dan mengkritik orang lain. Untungnya, dia memiliki latar belakang yang cukup menjadi dukungan baginya untuk tetap berkuliah dan lulus. Ya, otaknya memang sangat genius. Walau kepribadiannya dinilai minus.

"Pagi, Bu Boss," sapa Melati begitu pekerjaannya selesai.

Anya yang baru saja mengcopy dokumen untuk digunakan rapat pagi ini tersenyum kecil.

Melati memang sering mengolok-olok Anya dengan sebutan bu Boss karena perempuan itu sering terlibat skandal dengan Atlas dalam kategori yang cukup menyebalkan. Anya disebut sebagai beruang Atlas karena di pertemuan pertama mereka, Anya membantu Atlas dari wanita gila yang datang ke kantor dan membuat keributan. Juga, Anya banyak menghabiskan waktu dengan Atlas daripada dirinya meski posisi mereka sama sehingga Melati berlelucon kalau Anya adalah bu Boss atau kadang dia memanggil Anya dengan sebutan Nyonya Atlas.

Pada awalnya, Anya cukup terganggu dengan hal itu. Namun, kini tak lagi. Berkat itu, dia dan Melati menjadi teman dekat sehingga tak ada yang perlu diributkan hanya karena sebutan itu. Walau tentu orang lain tak berpikir demikian. Namun, apa boleh buat, mereka berdua sama-sama tak peduli dengan itu.

"Pagi juga, Melati. Kau lembur lagi?"

Melati mengangguk pelan.

"Aku malas pulang. Ayahku bilang sepupuku A... entah siapa namanya, aku lupa, datang berkunjung dengan paman dan bibiku. Aku tak mau bertemu dengan mereka. Jadi, aku beralasan lembur untuk menolak pertemuan dengan mereka. Lagipula aku tak berbohong. Aku benar-benar lembur."

Melati menunjuk tumpukan berkas dan file di komputernya.

"Bu Boss, kau mau kopiku? Ini masih hangat dan belum kusentuh sama sekali. Sepertinya, aku akan tidur di ruang istirahat saja setelah ini. Jadi, aku tak bisa menggangguk rasa kantukku dengan segelas kafein, kan? Aku sudah tak membutuhkannya."

"Baiklah, terima kasih."

Anya menerima segelas kopi yang Melati tawarkan.

"Oh shit." Melati tiba-tiba mengumpat ketika dia melihat ponselnya. Anya yang baru saja menyeruput kopi buatan Melati menjadi penasaran. Perubahan suasana hati Melati terlihat begitu jelas.

"Ada apa?"

"Bu Boss, apa kamu berantem dengan boss tadi malam?"

"Apa? Tentu saja tidak. Kenapa?"

"Dia mengatakan tak akan ke kantor dan memintaku untuk mengantar berkas yang kukerjakan kemarin langsung ke tempatnya berada. Dia juga meminta file dari pekerjaan yang harusnya masih memiliki deadline dua hari lagi hari ini. Jika bukan berantem denganmu, apa dia baru saja patah hati atau kepalanya terbentur di lantai? Hah, pria brengsek."

Melati sedikit menjambak rambut bagian kirinya. Dia terlihat sangat kesal.

"Haruskah aku menggantikanmu? Aku juga tak bisa diam saja di kantor kalau bossku di luar, kan?" Anya menawarkan diri.

"Tidak, boss bilang dia aku tak boleh digantikan. Dia bahkan mengancam akan memecatku bila aku menyuruhmu."

Melati menunjukkan pesan Atlas padanya membuat Anya menaikkan sebelah alisnya. Jujur, itu membuatnya kesal. Setelah pulang tanpa berterima kasih, tak muncul di kantor, sekarang dia juga dibuat tak bisa menemui Atlas. Padahal, ada banyak hal yang harusnya diselesaikan pagi ini. Hah, Anya menjadi sangat kesal.

"Bu boss, kamu terlihat lebih seram daripada aku sekarang," tegur Melati membuat Anya segera sadar dan mencoba memperbaiki ekspresinya.

"Bagaimana?"

"Ya, kurasa itu lebih baik meskipun tak sebagus senyum iklan pasta gigi."

Anya tergelak pelan. Lelucon yang sulit ditolak. Apalagi baginya yang selera humornya anjlok.

"Tenanglah bu boss. Kurasa boss sedang tidak mood saja. Aku pergi dulu. Nanti akan aku hubungi lagi."

Anya hanya mengangguk.

Melati mengambil tasnya lalu pergi. Dia tak berdandan atau semacamnya. Itu adalah hal yang lumrah. Bagaimanapun Atlas hanya membutuhkan otak dan kemampuannya. Hal seperti penampilan adalah nomer kesekian. Walau kadang hal itu mengkhawatirkan, tapi apa boleh buat. Atlas sendiri yang memilih orang-orang yang bekerja di dekatnya. Jadi, tak ada yang perlu diperdebatkan karena apa yang Atlas katakan adalah sesuatu yang mutlak.

Atlas mungkin bukan kekasih yang baik bagi para kekasihnya, tapi dia tetaplah seorang boss dan pemimpin yang tak bisa diabaikan. Pesona dan auranya sebagai pemimpin perusahaan sangat luar biasa. Walau dia terkadang terkesan seperti guru killer di sekolah yang ditakuti oleh para murid, dia memiliki aura lembut kadang-kadang.

Anya menghela napas panjang lalu fokus ke komputernya. Sepertinya yang Melati katakan tadi. Mungkin Atlas sedang tidak mood sehingga dia melakukan hal ini. Namun, tiga hari berikutnya, Atlas masih tak muncul di kantor. Pria itu bahkan tak pulang ke rumahnya. Segala usaha Anya untuk menemuinya ditolak dan diblokir. Bahkan, ponsel Atlas tak bisa dihubungi.

Atlas terkesan menghindari Anya. Walau enggan mengakuinya, tapi itulah yang sebenarnya terjadi. Tidak ada kesalahpahaman, Atlas sama sekali tak mau menemuinya. Tadi, dia meminta bantuan Melati untuk mengetahui lokasi terkini dari Atlas, tetapi saat dia sampai di sana, Atlas telah menghilang.

Anya tak mau mengutuk Atlas, tapi bossnya sama sekali tak tahu batas lelucon dan bukan. Berkat sikap itu, di kantor beredar rumor kalau dirinya akan segera dipecat dan boss akan membuka lamaran kerja baru untuk posisi sekretaris pribadi. Berkat itu, banyak orang mencoba memantaskan diri atau mengajukan keponakan atau kerabatnya untuk menggantikan Anya.

"Sialan. Apa ini yang didisebut sebagai tanggungjawab? Memecatku karena aku menggotongmu ke rumahmu saat kamu mabuk?" Anya mengepalkan tangan kuat-kuat. Dia kesal kuadrat.

Dia bertekad kuat, apa pun dan bagaimanapun caranya, dia harus menghentikan sikap kekanak-kanakan Atlas dan menyingkirkan rumor konyol yang sekarang beredar. Dia tak ingin kehilangan pekerjaan ini. Apalagi untuk berada di posisi ini, dia sampai kehilangan pekerjaan impiannya sebagai manager.

"Aku harus bertemu dan bicara dengannya secepatnya," gumamnya dengan semangat menyala.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status