Keyakinan Abas berubah saat melihat kembali wajah Kinara yang begitu sembab. Sejak dulu ia tak pernah bisa melihat mantan kekasihnya itu menangis. Dengan bujukan Alfian juga, akhirnya ia menghampiri Kinara dan ibunya.Melihat kehadiran Abas dalam pemakaman sang ayah, Kinara langsung memeluk Abas dengan erat. Selain ia butuh tempat mengadu, ia pun sudah sangat merindukannya.“Bas, Papa,” ujarnya dengan isak tangis.Abas kikuk dengan keadaan yang sedang ia alami. Di satu sisi ia merasa iba, tapi di sisi lain dirinya merasa bersalah pada Anisa di rumah. Perlahan Abas melepaskan pelukan mantan kekasihnya itu. Pelan ia mulai bicara pada Kinara kalau dia turut berduka cita dan meminta maaf baru sekarang bisa bertemu dengannya.“Kamu yang sabar dan kuat.” “Terima kasih, Bas.” Selesai pemakaman Abas pun langsung beranjak ke mobil. Kinar kembali mengejarnya sampai ke parkir mobil. “Bas, aku mau bicara,” ujar Kinara. “Ki, semua sudah tak ada yang harus di bicarakan. Aku datang k
Kinar tersenyum mendengar apa yang di usulkan sang ibu. Mungkin ia bisa melamar di kantor sang mantan kekasih. Apalagi jika dirinya bisa bersama dengan Abas yang mungkin bisa ia luluhkan kembali hatinya.Bu Zani pun kembali tersenyum, lalu membuka web yang kebetulan perusahaan Abas sedang mencari karyawan di divisi keuangan. Sebuah keberuntungan karena Kinar adalah lulusan sarjana ekonomi. “Mama mau ke luar dulu. Jangan lupa kamu kirim CV, kali saja bisa langsung di hubungi.”“Baik, Ma.”Bu Zani pun ke luar dari kamar Kinar. Ia berharap sekali jika sang anak bisa kembali merajut cinta dengan Abas. Lumayan karena kini suaminya sudah tidak ada jadi tidak ada penghasilan. Memang sejak dulu ia sangat materialistis.Sementara, Kinar langsung mengirimkan CV pada perusahaan Abas. Hal yang ia ingat terakhir kali adalah sebuah kejutan yang Abas berikan. Sebuah keputusan untuk berpisah dan memutuskan untuk tidak bersama. Kinar menarik napas panjang, harapannya kembali tubuh. Kesedihan k
Pertanyaan sang suami membuat Anisa tertawa, bagaimana bisa Wisnu datang saat mantan istrinya menikah lagi. Itu sama saja membuat hati semakin panas dan tak tenang.“Aku sudah mengundang kok, tapi dia enggak datang ya sudah. Itu pilihan, Bas.”Bijak pikiran Anisa, ia tak merasa marah saat mantan suaminya tak datang. Lagi pula baginya cukup melihat karma dan penderita yang ia alami. Dirinya kini berbahagia dan sudah melupakan semua aksi untuk rujuk ia tak akan mau. Mereka pun kembali menyalami beberapa tamu yang sengaja ingin mengucapkan selamat pada keduanya. Dari kejauhan, Bu Asih dan Amira pun menikmati kebahagiaan yang terpancar dari kedua mempelai.Butuh waktu cukup lama untuk menyatukan mereka karena banyak hal yang membuat keduanya berpikir untuk bersatu. Terutama Anisa yang masih trauma. Bahkan, Amira pun mengingat beberapa waktu lalu saat sang anak datang ke pemakaman sang mantan kekasih. Ia sangat takut hal itu memengaruhi pikiran dan hati Abas. Untung saja semua kecemas
Anisa mengangguk pasrah saat Abas sudah berada di atas tubuhnya dengan tangan yang bergerilya di seluruh tubuh. Sentuhan lembut pun mulai terasa hingga berpagut bibir. Keduanya begitu menikmati malam pertama. Anisa tak membayangkan bersatu dengan Abas yang bari saja ia kenal dan di jodohkan dengannya. Malam pengantin mereka terjadi atas dasar cinta yang sudah tertanam dalam beberapa bulan mereka dekat.Abas jatuh di samping Anisa dengan keringat membasahi tubuh. Ia pun memiringkan tubuh melihat wajah sang istri yang juga sama-sama kelelahan. Ia pun mencium kening Anisa dan di sambut senyum tipis olehnya.“Mau aku bantu bersihkan badan?” “Aku bisa sendiri, takutnya nanti malah minta lagi,” ujar Anisa. “Jangan tersenyum seperti itu, kamu terlalu manis, Bas.”Setelah mengatakan hal itu, Anis langsung masuk kamar mandi. Ia membasuh tubuh dan tidak membayangkan jika akan melakukannya secepat itu.Abas pun mengambil celana dan kaos sembari menunggu Anisa. Ia pun menyeduh teh hangat
Bu Asih dan Amira kaget saat Abas dan Anisa sudah pulang. Mereka berdua berpikir kalau keduanya akan pulang seminggu atau beberapa hari lagi karena sedang berbulan madu. Namun, ternyata mereka pun di hari ke tiga sudah kembali ke rumah. Anisa langsung merapikan beberapa baju dan mengambil makanan untuk Abas yang langsung membuka kerjaan di laptop miliknya. Lagi, Amira menggelengkan kepala melihat tingkah sang anak juga menantunya. “Kalian itu bagaimana sih, harusnya berbulan madu atau liburan. Kok sekarang masih sibuk dengan laptop masing-masing.” Amira sedikit mengomel.“Ma, kita banyak pekerjaan yang harus di kerjakan cepat. Benar, enggak Sayang,” ucap Abas. “Iya, Tan.”“Kok Tante, Mama dong, sekarang kan kamu anak saya juga.”Amira memeluk Anisa lalu mengelus pundak sang menantu. Harapannya kini terwujud untuk melindungi anak dari kakaknya menjalankan amanah sang ayah untuk menikahkan Anisa dengan orang yang tepat. Bu Asih menghampiri kebersamaan mereka. Ia tak mau ketin
Perkara Wisnu saja membuat Abas cemburu. Anisa tidak suka dengan hal itu, ia mencoba memahaminya dengan pelan. Namun, Abas malah membuatnya jengkal. Benar dugaannya, Pak Hartawan datang bersama sang istri. Begitu juga dengan Wisnu yang juga datang bersama dengan Nina, istri barunya. Wisnu dengan sengaja mengajak Nina walau sebenarnya Bu Atik tidak mau mengajak menantunya yang kampungan itu. Sesuai pikirannya, Anisa datang bersama dengan Abas dan bertemu dengannya yang mengajak sang istri. Anisa pun sudah biasa dengan tatapan mantan ibu mertuanya. Namun, kali ini pandangannya beralih pada istri baru Wisnu.Bukan cemburu, hanya saja ia sedikit tersenyum karena mengingat cara mereka menikah dan cara mendapatkan Wisnu lewat memisahkan Sinta dengannya. Sungguh karma untuk Sinta, tapi sepetinya Anisa tak melihat penyesalan di diri Wisnu malah dengan bangga mengajaknya. “Aduh pengantin baru, sudah hamil belum?” tanya Bu Atik menyindir.“Ibu Atik tidak pernah hamil atau pura-pur
Wajar memang jika Pak Hartawan bangkit sangat cepat karena memang ini semua salah Wisnu bukan ayahnya. Mereka pun tak akan meninggalkan Pak Hartawan hanya karena ulah sang anak. Anis menarik napas panjang saat tak sengaja netranya berserobok dengan Wisnu.Anisa langsung membuang muka dan tak mau bertatapan dengan mantan suaminya itu. Sama halnya dengan Wisnu, ia merasa masih sangat cemburu saat Anisa bersama Abas. Tak ingin hal itu semakin menjadi, Wisnu kembali fokus untuk berbincang dengan beberapa kliennya. Bu Atik tak tenang dengan kehadiran Nina, entah kenapa sang anak malah membawa istrinya yang kampungan itu ke makam malam ini. Sudah ia katakan pada sang anak untuk tidak mengajak Nina, tapi malah mengajaknya dengan alasan ia tak mau kalah dari Anisa. Bu Atik tidak lama pulang bersama sang suami. Juga Wisnu yang mengikuti sang ayah. Ada telepon dari Windy, dia berada di rumah sakit. Mereka semua cemas dan langsung menuju rumah sakit. Anisa melihat mereka semua pergi. Ia m
Pagi-pagi sekali, Anisa sudah bangun dan menyiapkan sarapan untuk dirinya dan juga suami. Hari ini adalah hari pertama Abas masuk kantor setelah mereka berbulan madu. Abas sendiri masih berada di kamar, laki-laki itu sedang bersiap-siap. Tidak menunggu lama, Abas sudah keluar dan menghampiri Anisa yang sedang sibuk di meja makan. Abas tersenyum saat melihat sang istri tengah sibuk menatap sarapan di meja makan.“Selamat pagi,” sapa Abas yang langsung dijawab oleh Anisa. “Duduk, Mas. Kita sarapan,” ajak Anisa. Abas mengangguk, lalu keduanya duduk berhadapan dan memulai acara sarapan mereka. Setelah selesai, Abas segera pamit untuk pergi ke kantor karena hari ini Anisa belum bisa masuk.Hari pertama masuk ke kantor, tidak serta merta membuat Abas tenang. Bahkan sudah banyak pekerjaan yang menunggu dirinya di sana. Sesampainya di ruangan, Abas segera duduk di kursi kerjanya dan mengerjakan tugas-tugas. Di sela kegiatan mengerjakan tugasnya, Abas tiba-tiba terin