"Kau...". Tangan mas Hendi kembali berayun di udara.
Aku menundukkan sedikit wajahku ke arah bawah sebagai refleks untuk menerima tamparan tangan mas Hendi. Namun, tangan kekar mas Hendi tak kunjung menyentuh pipi ini. Aku dongakkan wajahku untuk melihat apa yang terjadi."Sudahlah sayang, masa di hari pertama aku masuk ke rumah ini sudah ada kejadian mengenaskan dengan kakak maduku".Suara manja dari Laksmi pun terdengar di telingaku. Ternyata, Laksmi yang berusaha untuk mencegah mas Hendi melayangkan tangannya."Kau dengar itu Lisna? Istriku ini masih saja membelamu yang sudah tega menyakitinya". Ucap mas Hendi masih terbawa emosi."Istri kamu mas, terus aku siapa mas, apa aku juga bukan istrimu?". Tanyaku dengan nyalang.Jangan harap karena Laksmi mencoba mencegah tamparan mas Hendi untukku, aku akan berusaha berbaik hati padanya. Aku yakin ini hanya sebagai tipu muslihat dia untuk memikat hati ibu mertuaku.Lihat saja, baru satu perlakuan tersebut, mas Hendi malah langsung membandingkan aku dengan istri barunya."Benar kata mas Hendi, kenapa kau sibuk sekali disini. Kau urusi saja dirimu sendiri". Ucap ibu seolah mengusirku dari ruang tamu ini.Benar seperti pemikiranku, ibu mas Hendi pun dengan terbuka membela Laksmi. Bertambah lagi nilai kebaikan yang diterima oleh maduku itu. Kini semua membela Laksmi, wanita yang baru saja masuk ke dalam rumah yang sudah bertahun ku tinggali bersama mereka."Mas...". Aku mencoba mengiba jawaban atas pertanyaanku yang tadi aku ucapkan."Kau sungguh merepotkan, Lisna. Bukannya suami datang disambut, kau malah membuat keributan seperti ini". Ucap mas Hendi berusaha mengalihkan pembicaraan."Kalau kau tak pulang membawa wanita ini, tak mungkin aku akan membuat keributan seperti ini, mas". Jawabku penuh emosi."Sudahlah, kami mau istirahat. Kau pergilah, siapkan makanan untuk kami". Perintah mas Hendi tanpa perasaan.Mendengar perintah dari mas Hendi, hatiku semakin trenyuh. Begitu pedih perlakuanmu padaku, mas. Tega sekali setelah dimadu olehmu, kini aku yang harus melayani istri mudamu.Kini, aku terdiam mematung seorang diri di ruang tamu. Mas Hendi dan Laksmi sudah masuk ke dalam kamar yang telah aku siapkan. Begitupun ibu mas Hendi sudah beristirahat di kamarnya."Begitu teganya kalian memperlakukan aku seperti ini". Aku berkata sendiri.Terdengar suara tawa mesra antara mas Hendi dan Laksmi, namun beberapa saat kemudian berubah ke suara yang menyayat hatiku. Mereka kini sedang memadu kasih, disini, di rumah ini dan di kamar yang aku siapkan untuk suamiku dengan perempuan lain.Air hangat menetes di kedua pipiku, sungguh aku tak bisa mendengar suara desahan perempuan itu masuk ke telingaku. Kemarin aku hanya bisa membayangkannya namun kini aku malah mendengarnya sendiri.Suamiku benar-benar sudah berbahagia dan menikmati kehidupan barunya dengan Laksmi."Tega kalian semua". Ucapku lagi.Belum satu hari mas Hendi dan Laksmi sudah memanasi aku dengan melakukan hal tersebut saat ini. Apa tidak ada waktu lain lagi, mas? Apakah kamu ingin menunjukkan bahwa kamu lebih memilih dia daripada aku.Aku bangkit menengakkan tubuhku yang sudah tak berdaya. Kulangkahkan kakiku ke kamar, hanya Airin sebagai penyemangat hidupku saat ini.-----"Lisna....". Teriakan ibu Sari terdengar lantang dari kamarku.Ternyata aku ketiduran karena lelahnya hati dan pikiranku tadi. Aku melihat Airin sudah tidak ada lagi di kamar, apa ia sedang bermain bersama ayahnya?. Tanyaku dalam hati."Iya, bu". Jawabku seraya beranjak dari kasur.Aku berhenti sejenak di depan kaca kamarku saat mau keluar kamar. Nampak jelas lingkaran hitam dan mata sembab di wajahku. Mungkin karena aku terlalu banyak menangis."Aku harus cuci muka dulu". Kataku pelan.Belum sempat aku mencuci muka, teriakan ibu mas Hendi mengagetkan aku yang hendak masuk ke kamar mandi."Lisna, kamu kemana sih?". Teriak ibu Sari lagi."Iya bu". Kataku dengan tergopoh-gopoh berjalan memutar ke arah dapur."Mana makanannya, kok belum siap. Kita mau makan malam". Tanya ibu mas Hendi padaku.Aku melongo karena tidak ada satupun menu makanan yang tersedia di meja makan. Aku juga lupa untuk memasak makan malam karena ketiduran."Lah kan ada Laksmi, bu. Kenapa masih harus aku yang menyiapkan makanan malam ini". Kataku berusaha tak ingin lagi terintimidasi."Laksmi kan baru datang, ya pasti capeklah". Kata ibu mertuaku mencari alasan."Capek darimana, bu? Kalau tidak capek tidak mungkin ia sudah membuat anak setelah sampai di rumah ini". Kataku dengan ketus.Enak saja, maduku itu mau menjadi tuan putri disini. Emangnya setelah menikah hanya mau indehoy saja, tidak mau mengurus kewajiban dia yang lain."Ya wajarlah, kan masih pengantin baru". Kata ibu merasa tak bersalah.Rasanya kepalaku ingin meledak saat ini. Mertuaku sungguh membela menantu keduanya itu."Kalau begitu biarkan pengantin baru itu melayani ibu dengan memasak, apa ibu tidak mau mencicipi masakan pengantin baru?". Tanyaku memutarkan pendapatnya."Kamu ya, Lisna. Sudah berani mempermainkan kata-kata dengan ibu?". Ucap ibu mulai kesal."Maaf bu, bukan begitu. Aku kan dulu seperti itu, saat baru saja menikah dengan mas Hendi, ibu bilang mau mencicipi masakan pengantin baru". Kataku mencoba mengingatkan kala itu.Hatiku senang bukan main saat mertuaku, ibu dari mas Hendi berkata seperti itu padaku. Aku malah terus melakukannya dengan senang hati dan ikhlas sampai sekarang sebelum mas Hendi menduakan aku.Bukan hanya masakan pengantin baru yang aku sajikan kepada ibu mas Hendi atas bukti baktiku sebagai menantunya. Pekerjaan rumah yang lain pun semua aku kerjakan tanpa pamrih, itu semua kulakukan hanya untuk kepuasan ibu mertuaku."Tapi sekarang berbeda Lisna, kan sudah ada kamu, ya kamu saja kenapa harus si Laksmi". Balas ibu masih saja membela menantu barunya."Apakah karena Laksmi dari keluarga kaya raya, sehingga ibu tak mau menyuruhnya memasak?". Kataku mencoba menahan sabar."Apa kamu bilang?". Kata ibu mulai bersuara keras."Kalau ibu, mas Hendi dan menantu baru ibu itu mau makan, silahkan suruh si Laksmi yang kaya raya itu untuk memasak". Balasku seraya pergi meninggalkan ibu di meja makan dengan muka yang merah padam."Kamu Lisna, dasar menantu tidak tahu diri".Suara ibu sungguh sakit terdengar di telingaku dan menyayat-yayat hatiku saat ini. Namun, aku sudah tak perduli lagi. Apa artinya baktiku selama ini jika balasannya adalah sebuah madu dari suamiku.Dipandang sebelah mata oleh mertuaku sendiri dan dibandingkan dengan wanita lain hanya karena aku tidak mempunyai uang. Jangan lupakan asal usulku yang tidak jelas, entah dilahirkan dari keluarga yang seperti apa."Ada apa ini bu, kok teriak-teriak?"."Kamu Lisna, dasar menantu tidak tahu diri". Suara ibu sungguh sakit terdengar di telingaku dan menyayat-yayat hatiku saat ini. Namun, aku sudah tak perduli lagi. Apa artinya baktiku selama ini jika balasannya adalah sebuah madu dari suamiku.Dipandang sebelah mata oleh mertuaku sendiri dan dibandingkan dengan wanita lain hanya karena aku tidak mempunyai uang. Jangan lupakan asal usulku yang tidak jelas, entah dilahirkan dari keluarga yang seperti apa."Ada apa ini bu, kok teriak-teriak?". Mas Hendi akhirnya keluar dari kamar dan menuju ke dapur.Aku yang melihat mas Hendi buru-buru keluar kamar hanya meliriknya dengan ekor mataku. Kemudian dengan melenggang kangkung, aku pun pergi meninggalkan mereka. "Istri kamu itu sudah tidak mau memasak dan menyiapkan makanan untuk makan malam kita". Ucap ibu kepada anaknya itu."Apa?". Balas mas Hendi seraya tangannya membuka tudung saji yang berada di atas meja.Mata mas Hendi membulat sempurna karena melihat tidak ada apapun di dalam tudung
Mulai hari ini, semuanya akan berubah. Aku tak mau lagi jika kalian memanfaatkan aku demi kepentingan kalian sendiri. Aku akan berjuang mas untuk mendapatkan tempatku kembali. Aku ingin kalian menyesali keputusan kalian telah membawakan madu itu di rumah kita."Lisna....". Kini, aku mendengar suara mas Hendi yang meneriakkan namaku."Bunda, ayah memanggil". Kini, Airin ikut bersuara karena ayahnya yang memanggil. Ia seolah ingin menghentikan bundanya untuk kembali berjalan mundur pulang ke rumah."Tidak, Airin. Kita akan terlambat jika kembali pulang". Kataku mencoba membujuk Airin."Bukankah hari ini Airin akan mulai bersekolah?". Lanjutku berbicara karena melihat Airin yang cemberut memajukan sedikit bibirnya ke depan."Iya bunda". Kata putri kecilku sepertinya ia menurut kali ini."Oke, mari kita berangkat ke sekolah". Ucapku riang sambil mengayunkan ringan tangan kanan Airin.Suara panggilan dari mas Hendi tak aku perdulikan. Seiring langkah kami yang menjauh begitu pula suara m
"Airin, bunda bekerja dulu ya, kamu tinggal bersama ibu guru Soraya. Nanti bunda jemput lagi setelah kamu pulang sekolah". Ucapku lembut memberikan pemahaman kepada Airin."Iya, bunda". Akhirnya aku bisa bernafas lega, ternyata airin mengerti dengan apa yang aku inginkan. Aku bisa meninggalkannya dengan tanpa rasa khawatir."Memang suamimu tak bisa menjemputnya, Lisna?"."Tidak, Soraya. Nanti aku ceritakan tentang pernikahanku". Ucapku berjanji agar tidak lagi mengulur waktu. Aku sungguh sudah sangat terlambat untuk ke kantor."Baiklah, hati-hati di jalan, Lisna. Tetap semangat!". Ucapan dari Soraya kujawab dengan isyarat anggukan dari kepalaku. Mungkin Soraya tahu apa sebenarnya maksud dari ucapanku barusan. Aku yakin dia pasti mengerti bahwa keadaan rumah tanggaku sedang tidak baik-baik saja.Aku tahu dari ekspresi wajahnya yang awalnya kaget namun mencoba menormalkan kembali mimik wajahnya. Mungkin dengan alasan untuk menyemangati aku bahwa semua tak usah dipikirkan sampai lelah
Malam ini mas Hendi tak lagi menyentuh lantai kamar ini. Entah masih dianggapnya aku ini istrinya atau tidak, aku tidak perduli. Aku juga sudah muak melihat dia bermesraan dengan laksmi. Aku tak sengaja keluar kamar dan bertemu mereka di ruang tengah lagi asyik bercumbu mesra. "Kalau tidak ditonton televisinya, dimatiin saja. Boros listrik". Ucapku kesal saat melihat mereka berdua. Aku pun dengan melenggang kangkung ke dapur untuk mengambil air minum. Airin suka haus di tengah malam saat tidurnya. Aku lupa menyiapkannya sebelum pergi tidur barusan. Dan kini aku harus mengambilnya sebelum tengah malam nanti Airin memintanya. Aku juga memang sengaja tidak keluar kamar setelah mandi dan memandikan Airin setelah pulang bekerja. Untung saja sebelum pulang, aku dan Airin makan diluar. Alasannya karena ingin membiarkan saja si Laksmi itu memasak untuk mertuanya tersayang, ibu dari mas Hendi suami yang telah ia rebut dariku. "Kalau mau bermesraan sana di kamar jangan disini". Aku menegu
"Apa yang terjadi? ". Aku membuka mataku dan melihat sekelilingku. "Aww... ". Teriakku refleks seraya memegang kepalaku yang tiba-tiba berdenyut, ada sedikit rasa sakit yang kurasakan saat ini. Setelah rasa sakit yang kurasa sedikit mereda, kualihkan pandanganku di ruangan ini. Kini aku berada di sebuah kamar mewah dan indah. Lalu, aku sadar sekarang aku sedang berada di sebuah ranjang berukuran king size yang empuk. Kilasan ingatan berputar di memoriku mengenai kejadian tadi malam. Aku mengingat bahwa ada tiga pemuda yang sedang menggodaku dan ingin berprilaku tidak baik padaku. "Kamu tidak akan bisa lari lagi dari kami, sayang"."Ayo, bawa wanita ini! " "Aku duluan, nanti kalian setelahku".Aku mendengar suara-suara nakal mereka saat ini. Aku tak mampu lagi membuka mataku karena jelas tubuhku tak kuat melawan obat tidur yang sudah aku telan tanpa sadar. Namun, sebelum kesadaranku benar-benar hilang, aku merasakan tubuhku ditarik paksa seseorang. Detik kemudian aku mendengarkan
"Apakah dia? Dan kini aku ada dirumahnya? ".Lantas aku pun dengan perlahan mengubah pandanganku dari wanita yang daritadi diam tak menjawab ke seseorang yang sudah memberitahuku. Dia bilang aku ada dirumahnya, tapi ini rumah siapa? batinku. "A-apa?". Aku melongo melihat seorang lelaki yang tak asing dan kini sudah berdiri tegap didepanku. Aku menelan salivaku dengan kasar, entah apa yang sedang aku alami sekarang ini. Kini bos baruku, pak Bayu, ada dihadapanku. "Aku ada dirumah pak Bayu? "."Iya, kamu ada dirumah saya".Kalimat berulang yang diucapkan pak Bayu menegaskan kepadaku bahwa benar kini aku sedang dirumahnya, tapi mengapa? Apa yang sebenarnya terjadi? Bukankah seingatku hanya ada tiga pemuda yang ingin menggodaku?. "Minumlah obatnya terlebih dahulu, kamu tidak perlu khawatir. Itu bukan racun". Tunjuk pak Bayu yang mengarah ada sebutir pil yang dipegang oleh wanita tadi. "Berikan kepadanya, bi Inem! ". Perintah pak Bayu kepada wanita yang kini baru kutahu namanya adalah
"Kamu tidak tahu, tetapi saya tahu semuanya"."Apalagi maksud pak Bayu, jangan bertele-tele! ". Ucapku dengan tegas. "Kamu adalah putri dari pak Handoko"."Siapa dia? ". "Kamu adalah putri tunggal, anak satu-satunya dari pak Handoko dan ibu Siska pendiri perusahaan mebel di kota Yogyakarta"."Cerita konyol apa yang sedang pak Bayu katakan kepada saya. Saya yatim piatu dan dibesarkan di sebuah panti asuhan. Pak Bayu jangan mengada-ngada"."Aku tidak bohong. Terserah kamu percaya atau tidak"."Saya tidak perduli saya anak pak Handoko atau ibu Siska yang sedang anda bicarakan. Tidak penting lagi untuk sekarang". Ucapku dengan tegas. "Penting jika kamu ingin balas dendam".Aku pasti sudah gila karena minum obat tidur yang tak sengaja masuk ke dalam tubuhku. Ditambah berita konyol dari pak. bayu barusan membuatku semakin menjadi gila jika terus berada disini. Aku harus pulang, begitulah pemikiranku yang tepat untuk kondisi saat ini. "Terima kasih atas informasinya pak Bayu, saya pamit
"Terus.. mas Hendi tadi ngapain didepan pintu kamar Lisna? "Deg. Aku seperti mati kutu, tertangkap basah oleh Laksmi. "Kata ibu, Lisna tidak pulang makanya mas mau cek benar atau tidak". Ucapku begitu saja. "Apaan sih mas kok kayak gitu, mas Hendi masih peduli ya sama istri jelek mas itu". Apalagi ini, kenapa pula aku harus tertangkap basah oleh Laksmi saat sedang berada di depan pintu kamarku dulu. Aku saja tak menyangka jika tadi aku bertingkah konyol, masih mengkhawatirkan Lisna. "Mas tidak perduli, cuma ibu tadi bilang gak ada yang masak jika tidak ada si Lisna". Ucapku berusaha menutupi kesalahanku. "Iya nih si Lisna, dia gak pulang terus gak mau masak, kan jadinya Laksmi makan masakan ibu". Ucap Laksmi tanpa bersalah. "Kamu dong yang masak, kok ibu sih". Jawabku mencoba mengalihkan topik pembicaraan. "Iih mas ini... Laksmi kan tidak bisa memasak, bagaimana mau masak nanti masakannya tidak enak. Mas Hendi pasti tidak mau mencicipinya". "Pasti bakalan mas cicipi kok, jadi