Share

Bab 5. Satu Atap

Author: Yoona Nusa
last update Last Updated: 2023-10-05 16:04:49

"Kalau kau tak suka, kau boleh pergi dari sini!".

Deg.

Ucapan yang keluar dari mulut mas Hendi sungguh melukai perasaanku yang masih sah sebagai istrinya. Setelah seminggu tak pulang ke rumah, malah menyuruh aku pergi dari rumah ini.

"Mas...". Gumamku pelan.

Mas Hendi malah mengacuhkan panggilanku dan malah sibuk membawa barang-barang Laksmi. Kini mereka bertiga, mas Hendi, Laksmi dan ibu masuk ke dalam rumah meninggalkan aku dan Airin di luar rumah.

"Laksmi, ini kamarmu". Tunjuk ibu mas Hendi pada ruangan yang kemarin baru saja selesai aku bersihkan.

"Makasih ya bu". Ucap Laksmi dengan suaranya yang lembut.

"Ayo, Laksmi". Ajak mas Hendi menggamit lengan istri barunya itu.

Aku yang seperti obat nyamuk di sini hanya diam melihat adegan demi adegan yang mereka lakukan. Mereka sudah tak menganggap keberadaan aku di sini.

"Apa benar mas, kau menginginkan aku pergi dari sini setelah kau menemukan wanita yang lebih muda dan kaya dariku?". Kataku pelan.

"Bunda, bunda, tante itu siapa?". Airin yang menjawab pertanyaan yang sebenarnya kutujukan kepada mas Hendi.

Aku menoleh ke arah bawah melihat wajah mungil Airin. Seketika hatiku terenyuh, sadar dengan keadaan kami berdua yang sekarang tak diinginkan.

"Bukan siapa-siapa, nak. Ayo kita masuk!". Kataku seraya menggendong Airin.

Tak kuperdulikan lagi kehebohan ibu mas Hendi menyambut Laksmi, aku segera masuk ke kamar membawa Airin. Kupandangi kamar peraduan kami yang kini tinggal kenangan, nyatanya mas Hendi sudah punya tempat peraduan yang lain.

Mataku mulai berembun, sudah sekuat tenaga untuk aku tahan agar tidak menetes. Ternyata pengorbanan yang aku lakukan selama ini tak ada artinya bagi mas Hendi beserta ibunya.

"Lis, kamu cuciin dong baju adik ipar kamu nih". Ucap ibu mas Hendi waktu itu.

Masih teringat jelas di kepalaku, mereka menganggap aku hanya pembantu di rumah ini. Dila adik satu-satunya mas Hendi pun tak kalah sama. Sebelum dia tinggal di asrama, akulah yang mencucikan bajunya setiap hari.

Aku tak pernah mengeluh, ku anggap sebagai baktiku kepada keluarga mas Hendi. Berharap hati ibu mertuaku luluh atas kehadiranku di rumah ini yang dari awal tak disetujuinya hanya karena aku bukanlah keturunan dari orang kelas atas.

"Lis, sebelum berangkat kerja nanti siapkan dulu ya barang-barang yang akan di bawa Dila ke asrama". Ucap ibu mas Hendi kala itu.

Aku yang sudah bersiap berangkat kerja berusaha menolak dengan halus karena takut terlambat, "Ibu, Lisna kan mau berangkat kerja, apa tidak bisa Dila siapkan sendiri".

"Kamu sudah berani melawan ibu ya, kalau selama ini ibu diam saja melihat pernikahan kalian, jangan salahkan ibu jika bertindak suatu saat nanti". Ucap ibu memberikan aku ultimatum.

"Bukan begitu, bu. Nanti Lisna terlambat".Kataku kesal karena melihat Dila yang hanya sibuk menscroll benda pipihnya dan tak berbuat apa-apa.

"Kamu kira, Dila juga tidak akan terlambat ke asrama?". Balas ibu sengit.

Aku yang serasa mati kesal tidak bisa berbuat apa-apa. Entah apa salahnya ibu mas Hendi menyuruh anaknya si Dila yang sendiri mempersiapkan segala kebutuhannya. Toh, dia hanya ongkang-ongkang kaki saat ini.

"Baik, bu". Kataku pelan dan kini mulai mempersiapkan barang-barang Dila.

Kejadian demi kejadian berputar ulang lagi di pikiranku. Sebegitu rendahnya aku di mata kalian sehingga dengan begitu tanpa perasaan kalian memperlakukan aku seperti ini.

Kini aku kembali memeluk tubuh mungil Airin. Hanya dialah kekuatanku saat ini, sebagai penyemangat untuk aku menjalani kehidupan yang fana ini.

"Airin... Airin..."

Suara ibu mas Hendi membuat aku menguraikan pelukanku kepada Airin. Kini, ibu mas Hendi sudah berada di depan pintu kamarku.

"Airin, sini yuk ikut Nenek". Ajak ibu mas Hendi kepada anakku.

"Mau kemana, bu?". Tanyaku heran tak biasanya ibu mas Hendi mengajak Airin.

"Ibu ajak Airin sebentar saja kamu sudah pelit seperti ini". Balas ibu kesal.

"Bukan seperti itu, bu". Balasku cepat.

"Lalu apa? Sudah, ibu ajak sebentar Airin. Kamu gak perlu sewot". Ujar ibu lagi tak suka.

"Bunda, Airin ikut nenek Sari dulu, ya". Suara imut keluar dari mulut Airin.

"Eh, iya". Kataku tak percaya Airin menghentikan perdebatan kata antara aku dan neneknya.

"Ayo, sini sama nenek". Kata ibu mas Hendi begitu lembut.

Aku yang penasaran mengintip dari balik kain hordeng pintu kamarku. Ibu mas Hendi sebenarnya mau membawa Airin kemana.

"Ini anaknya mas Hendi, Airin namanya". Ibu memperkenalkan Airin kepada Laksmi.

Entah kenapa seperti ada raut tak suka di wajah Laksmi saat melihat Airin, seperti itulah pemikiranku saat melihat reaksi Laksmi barusan.

"Eh, ini yang namanya Airin, kamu cantik banget ya". Balas Laksmi dengan suara yang dilembut-lembutkan.

Ternyata ibu mas Hendi membawa Airin untuk diperkenalkan kepada Laksmi, tapi untuk apa? Apakah mereka juga akan mengambil Airin dariku? Tidak... Itu tidak akan pernah terjadi.

Aku menggeleng pelan saat memikirkan jika itu terjadi. Sungguh aku akan memperjuangkan Airin sampai titik darah penghabisan. Atas dasar apa mereka ingin mengambil Airin dariku.

"Ayah, tante ini siapa?".

Kudengar Airin menanyakan siapa Laksmi kepada ayahnya. Aku menatap intens kepada mas Hendi, jawaban apa yang akan dikeluarkan oleh mas Hendi untuk pertanyaan anaknya itu.

"Airin, kamu bisa memanggilnya

dengan mama Laksmi".

Degh..

Jantungku berpacu cepat saat ini, kenapa jawaban mas Hendi seperti itu. Apakah benar dugaanku bahwa Airin akan mereka ambil dan aku akan mereka tendang segera dari rumah ini.

Tak tahan terus menonton apa yang telah mereka lakukan, aku pun memberanikan keluar kamar, dan berkata, "Airin, kemari sayang, ikut sama bunda".

Airin segera turun dari pangkuan mas Hendi dan berjalan ke arahku. Aku melihat mas Hendi sepertinya kesal akan sikapku barusan, sungguh aku tak perduli.

"Airin, kamu bisa masuk ke kamar bunda dulu. Nanti bunda ke sana sebentar lagi, ya". Kataku lembut kepada Airin.

"Iya, bunda". Airin pun segera berlari ke kamar.

Aku sengaja menyuruh Airin masuk ke dalam kamar agar tidak melihat pertikaian di antara kami orang dewasa di ruangan ini. Aku tak mau mentalnya terganggu karena urusan orang tuanya saat ini.

"Lisna, kamu apa-apaan sih? Airin sedang mengenal Laksmi sebagai mamanya". Mas Hendi bicara blak-blakan tanpa memikirkan aku.

"Apa mas? memperkenalkan? buat apa mas? Perlu kamu ketahui hanya ada satu mas. Hanya aku bundanya di dunia ini, tak akan ada yang lain". Kataku dengan penuh penekanan.

"Kamu, Lis...".

Setelah mas Hendi mengatakan itu, aku melihat tangan mas Hendi mengayun di udara dan mendarat di pipiku. Rasa panas menjalar di wajahku kini, sungguh aku tak percaya mas Hendi sudah main tangan sekarang.

"Mas... ". Ucapku seraya memegang pipi kananku.

"Kau jangan keterlaluan, Lis. Sudah cukup tingkahmu hari ini". Kata mas Hendi penuh keegoisan.

Aku yang menunggu kata maaf dan perkataan bahwa ia tak sengaja saat menamparku ternyata hanyalah harapanku saja. Mas Hendi malah menganggap aku yang bersalah pada situasi ini.

"Hanya karena perempuan yang baru kau nikahi selama beberapa hari, kau tega menamparku. mas?". Tanyaku dengan mata yang sudah berembun kembali.

"Kalau kau tak suka, sudah ku bilang kita bisa sudahi pernikahan ini dan kau bisa pergi dari sini". Ucap mas Hendi tanpa rasa bersalah.

Aku semakin geram saat melihat Laksmi yang merasa menang dalam situasi ini. Sikap mas Hendi pun sudah keterlaluan padaku, aku pun langsung gelap mata.

Aku berjalan ke arah Laksmi dan menamparnya membalas tamparan mas Hendi kepadaku.

"Kau rasakan itu wanita tak tahu diri". Kataku dengan rasa senang.

Mas Hendi pun langsung menarik tubuhku untuk menjauh dari Laksmi.

"Apa yang kau lakukan, Lisna?". Tanya mas Hendi penuh emosi.

"Biar dia tahu mas, bagaimana rasa sakit karena ditampar olehmu". Jawabku tegas.

"Kau sudah gila, Lis". Kata mas Hendi berapi-api.

"Apa mas? Aku sudah gila? Bukan aku yang gila mas tapi kamu. Kamu yang sudah mempermainkan pernikahan kita". Balasku dengan berapi-api pula.

"Kau...". Tangan mas Hendi kembali berayun di udara.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mendadak Kaya Usai Ditalak Suami Miskin   Bab 21. Pendengar

    "Stop, pak Bayu". Sampai dengan kalimat terakhir yang diucapkan oleh pak Bayu, membuat Lisna tidak kuat lagi untuk mendengar kalimat berikutnya. "Baiklah, jika kamu sudah siap, aku akan kembali melanjutkan. Itu teserah kamu, aku sebelumnya sudah mengingatkan". Ucap pak Bayu tanpa rasa bersalah. Hanya hening yang terasa di ruangan besar bercat putih bernuansa gaya klasik tersebut. Lisna masih mencerna kata-kata yang baru saja ia dengar. Satu pertanyaan didalam pikirannya, apakah ayah dan ibunya begitu menderita saat kehilangan aku, anaknya yang nyatanya masih hidup hingga detik ini. Selang beberapa menit kemudian, Lisna malah mengajukan pertanyaan kepada pak Bayu. Ia malah memilih untuk bertanya daripada meminta kembali jalan cerita tersebut untuk dilanjutkan. "Apakah kedua orang tuaku masih hidup? ".Pak Bayu menghela nafas saat mendengar pertanyaan dari Lisna. Sedangkan, di pihak Lisna ia mengerutkan dahinya, apakah maksud dari helaan nafas pak bayu? Apakah sekarang kedua orang

  • Mendadak Kaya Usai Ditalak Suami Miskin   Bab 20. Beraksi

    "Kamu awasi terus, laporkan padaku jika ada sesuatu yang mencurigakan, apapun itu". Sebuah perintah baru saja ia keluarkan untuk Hendi, laki-laki yang secara hukum dan agama masih sah menjadi suami seorang wanita yang bernama Lisna. Ia sengaja melakukan hal tersebut karena mengetahui bahwa Lisna sudah keluar angkat kaki dari rumah suaminya itu. Dan itu artinya kesepakatan ia dan Lisna sudah mulai berjalan mulai sekarang. Aksi pun harus segera ia laksanakan sesuai keinginannya."Baik, Tuan". Setelah mengatakan kesanggupannya untuk mematuhi titah atasannya, salah satu bawahan Bayu segera meninggalkan dirinya. Bawahan tersebut merupakan salah satu andalan Bayu dan dengan sigap melakukan pekerjaan yang sudah ia kuasai selama ini. Tak akan ada kecacatan, begitulah hal yang harus terjadi.Tok... Tok.... Selang beberapa menit kemudian, suara ketukan terdengar di ruang kerja Bayu. Bayu menerka siapa yang datang kepadanya di waktu seperti ini, apakah Lisna? Ternyata ia sudah tak sabar ingi

  • Mendadak Kaya Usai Ditalak Suami Miskin   Bab 19. Mengakhiri atau Mengawali

    ""Mas kita perlu bicara? ". Ucapku saat tahu mas Hendi tiba dirumah. Aku memang sudah menunggunya sedari tadi. Aku beruntung, mas Hendi pulang tidak terlalu malam hari ini sehingga aku tak perlu terlalu lama untuk menunggu mas Hendi dengan bosan disini. Satu lagi keberuntungan padaku, saat ini Laksmi sedang berada di kamarnya, sehingga aku tak perlu berdebat jika saja dia merasa aku akan merebut mas Hendi. "Mau bicara apa? Besok saja, mas capek". Ungkap mas Hendi tanpa sedikit pun melihat ke arahku. Aku menghela nafas pelan agar bisa tetap sabar menghadapi tingkah mas Hendi saat ini. "Biar Lisna bawakan mas". Tawarku saat melihat mas Hendi kepayahan untuk memegang tas kerjanya seraya ia ingin melepas dasinya. Entah apa yang terjadi dengan mas Hendi sekarang, ia tampak tak beraturan. Bukannya menjawab mas Hendi terdiam terpaku. Kini wajahnya ia perlihatkan di depan wajahku. Beberapa detik kemudian, keluar juga jawabannya yang malah mengoyak hati ini. "Tidak usah". Akhirnya tangank

  • Mendadak Kaya Usai Ditalak Suami Miskin   Bab 19. Sepakat

    Mulai dari sekarang, aku akan hitung mundur. Jika kamu tidak mau bantuanku, kamu hanya harus diam saja". Jelas Pak Bayu. "Jika saya setuju?". Tanyaku meminta penjelasan, aku takut akan salah mengartikan ucapan yang dibicarakan pak Bayu barusan. "Ya, kamu tinggal bilang "Iya". Oke, aku akan menghitung mundur, Satu... Dua....."."Tunggu sebentar pak Bayu... ". Ucapku cepat. "Ti... "."Iya". Kataku lagi dengan cepat. Pak Bayu memang tidak main-main, dia memaksaku untuk membuat keputusan tanpa berpikir terlebih dahulu. Tadi saja dia tak bergeming saat aku memohon untuk memintanya menunggu sebentar. "Iya, aku setuju. Kini aku ingin meminta bantuan yang pak Bayu tawarkan kemarin". Sambungku lagi. "Baiklah. Aku sudah menyangka kamu bukanlah orang bodoh yang menyia-nyiakan kesempatan berharga seperti ini". "Dengan satu syarat". Ucapku mengajukan persyaratan dalam kesepakatan kami berdua. "Syarat, apa itu?". Tanya pak Bayu dengan dahi yang mengkerut. Mungkin dia tak akan menyangka bahw

  • Mendadak Kaya Usai Ditalak Suami Miskin   Bab 18. Menemui pak Bayu

    "Kamu harus segera berani melepaskannya, Lis. Yakinkan dirimu, untuk apa mempertahankan hubungan menyakitkan seperti ini"."Apa aku harus berpisah dengan mas Hendi, itu maksudmu Win? ". Tanyaku memperjelas pernyataan Wiwin. "Iya Lisna, apalagi".Aku menghela nafas memikirkan perkataan Wiwin. "Kenapa, apa yang membuatmu tidak berani. Apakah kamu masih mencintai suamimu itu?. "Aku belum berani memutuskan, Win". Ucapku pelan. "Baiklah terserah padamu. Aku hanya tak ingin jika kamu tersakiti terus prilaku mas Hendi yang seperti ini". "Terima kasih atas saranmu. Sudahlah tidak usah kita bicarakan tentang rumah tanggaku". Kataku malas. Kalau membicarakan mengenai mas Hendi aku semakin lelah. Tak ingin saja mengulang lagi ingatanku tentang pengkhianatan lelaki yang katanya akan mencintaiku seumur hidupnya. "Baiklah, nanti kita mengobrol lagi. Aku ke ruanganku dulu ya". Ucap Wiwin mengakhiri obrolan kami pagi ini. "Iya kerjalah yang rajin. Jangan makan gaji buta saja karena bergosip".

  • Mendadak Kaya Usai Ditalak Suami Miskin   Bab 17. Mencari Cara

    "Kenapa ini semua terjadi kepadaku? ". Ucapku dengan putus asa. Aku berdiri di depan jendela kamarku, memandang jalan yang ada di luar rumah. Kamarku memang berada di bagian depan rumah ini. Jendela pun terletak di depan menghadap matahari terbit. Jalan hidupku sungguh berliku sekali, kebahagiaan yang pernah aku rasakan saat menikah dengan mas Hendi. Namun, kebahagiaan yang diberikan olehnya justru dicabut juga oleh mas Hendi. "Apa benar yang dikatakan oleh pak Bayu jika aku merupakan anak pak Handoko dan ibu Siska?". "Lalu untuk apa pak Bayu memberitahukan itu kepadaku?"."Terus jika aku anak mereka, apa ada yang berubah dalam hidupku?"."Kalau aku memang mempunyai orang tua, kenapa mereka membuangku dan menaruhku di sebuah panti asuhan?"."Apakah mereka tidak menginginkan aku? "."Jadi siapa aku sebenarnya? ".Bertubi-tubi pertanyaan aku layangkan untuk diriku sendiri. Entah tiba-tiba aku memikirkan apa yang dikatakan oleh pak Bayu sewaktu aku berada di rumahnya. Aku menjadi sa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status