Seorang gadis berusia tujuh belas tahun tampak mengendap-endap keluar dari sebuah rumah mewah, dengan hati-hati dia berjalan di halaman rumah dan melewati pos penjagaan.
Terlihat dua orang petugas keamanan tertidur begitu lelap. 'Yes rencana gue berhasil, selamat tidur.'
Satu jam yang lalu dua cangkir kopi yang Bi Sumi antarkan untuk mereka telah Yasmine campurkan dengan obat tidur, sekarang mereka tampak tertidur begitu pulas.
Seorang laki-laki dengan tubuh penuh tato menghembuskan kepulan asap rokok ke udara, sejenak dia memandang ke sebuah rumah mewah. Senyum pun menghiasi bibirnya takkala seorang wanita cantik memakai dress merah diatas lutut dengan belahan dada rendah mulai mendekat padanya.
"Yuk cabut Nik, keburu ketahuan Opa bisa berabe."
"Siap Tuan Putri, let's go!"
Setengah jam kemudian, mereka sudah sampai di sebuah kelab malam di pinggiran kota Jakarta. Tampak beberapa orang duduk di sofa dengan memegang botol minuman di tangan mereka.
Yasmine lalu menghampiri mereka dan langsung mengambil bong yang ada di meja lalu memasukkan serbuk putih ke dalamnya. Sejenak Yasmine merasa tubuhnya begitu ringan, rasanya seperti melayang, segala permasalahan hidup seketika sirna dari benaknya.
"Yas, loe kan orang kaya kok loe kaya banyak beban hidup sih?"
"Gimana ga banyak beban, hidup gue aja banyak tekanan, gue ga bisa hidup kaya loe loe pada yang bisa bebas kemanapun kalian mau pergi, gue keluar rumah aja ada dua bodyguard yang selalu ada di belakang gue."
"Maklum lah Yas, namanya juga orang kaya hahahaha."
Yasmin hanya mencibir perkataan teman-temannya, dan menghembuskan kepulan asap rokok dadi mulutnya.
"Gue kebelakang dulu ya."
Tubuh Yasmine yang berjalan sempoyongan akhirnya menabrak seorang laki-laki yang baru saja keluar dari dalam toilet.
"Maaf ga sengaja." kata Yasmine, saat dia melihat seseoranga lelaki di depannya detak jantungnya terasa begitu cepat. 'Sial belum pernah gue liat yang kaya gini.'
"It's oke." katanya sambil berlalu.
"Stupid kenapa dia ga tertarik sama gue?biasanya ga ada orang yang berpaling saat mereka baru melihat gue!"
Yasmine akhirnya kembali pada teman-temannya, pertemuan dengan laki-laki itu benar-benar membuat moodnya hilang "Niko gue bete nih, anterin gue pulang dong!"
"Slow Yas kok loe jadi ga asik gitu sih masih sore gini udah minta pulang."
"Udah ah bodo, yang penting gue mau pulang!"
Niko yang masih asyik dengan teman-temannya hanya melihat kepergian Yasmine, alkohol sedang menguasai dirinya jika dia memaksakan untuk mengandarai mobil, dia tidak yakin bisa mengantarkan Yasmine pulang dengan selamat.
Yasmine berjalan keluar dari kelab dengan langkah gontai, netranya mulai sibuk mencari taksi online yang sudah dia pesan. Sebuah mobil berwarna abu-abu pun berhenti di depannya. Tanpa banyak berfikir Yasmine lalu masuk ke dalam mobil tersebut.
Saat baru saja dia menghempaskan tubuhnya ke dalam mobil. Tiba-tiba sebuah pistol kini menempel kepalanya.
Tampak tiga orang laki-laki bertubuh besar sudah ada di dalam mobil tersebut.
"Jangan bergerak, ikuti perintah kami jika kamu masih sayang nyawamu!"
Seorang lelaki tua tengah duduk di sebuah taman sambil meminum secangkir kopi dan membaca surat kabar pagi. Tiba-tiba ponsel miliknya berbunyi, setelah mengangkat ponsel tiba-tiba raut wajahnya berubah.
"Kurang ajar, dasar anak kecil sudah berulangkali kuperingatkan tapi tetap saja berani berulah, Bi Sumi...Bi Sumi!!!"
"Ya Tuan."
"Cepat panggilalkan Adrian kemari!!"
"Baik Tuan."
Sesaat kemudian seorang lelaki tampan berusia dua puluh tahun menghampirinya.
"Tuan memanggil saya?"
"Adrian, Yasmine diculik dan sekarang mereka meminta tebusan 10 Miliar!"
"Bagaimana bisa Tuan? Bukankan penjagaan di gerbang begitu ketat?"
"Aku tidak tahu bagaimana cara dia melarikan diri yang jelas dia saat ini ada dalam bahaya, cepat kamu temukan keberadaannya!"
Adrian lalu mengambil ponselnya.
"Tuan lihatlah, Nona Yasmin dini hari tadi mengirimkan sebuah share lokasi, kemungkinan mereka ada di alamat yang Nona Yasmine kirimkan."
"Cepat selidiki dan bebaskan Yasmine secepatnya, bawa Tigor dan orang-orang ku, jika sudah yakin keberadaan mereka telepon polisi, selanjutnya biar aku yang urus!"
"Baik Tuan."
Mata Yasmine perlahan terbuka, dia memandang sekeliling, tampak sebuah ruangan yang begitu kotor, tembok yang usang dan ruangan itu terasa begitu pengap.
"Sial gue ada dimana?"
Sebuah penyesalan hinggap dalam benaknya. 'Mungkin benar kata Opa jika diluar banyak yang menginginkan nyawaku.'
Saat sedang menyesali keadaannya, tiba-tiba sebuah keributan terjadi di luar, Yasmine tidak tahu apa yang telah terjadi, dia hanya mendengar suara-suara orang yang seperti sedang berkelahi, beberapa kali juga terdengar desingan peluru.
Seketika pintu di depannya pun terbuka. Sebuah sosok tampan bertubuh tegap berada di depannya dan menghampirinya.
"Adrian, akhirnya loe berhasil nemuin gue, share lokasi yang gue kirim semalalem berhasil dong."
"Dasar anak nakal, udah ga usah kebanyakan ngomong, kamu sekarang tahu kan dampak kecerobohan dan kebodohan yang sudah kamu lakukan bisa saja membahayakan keselamatan mu!"
"Iya...iya."
"Ayo pulang, kasihan Opa!"
Yasmine lalu mengikuti langkah Adrian. Di depan rumah kosong itu tampak tiga orang preman yang menculiknya masuk ke dalam mobil polisi, bahkan salah satu diantaranya terkena tembakan polisi. Mungkin dia mencoba kabur.
Yasmine lalu mendekat ke arah mereka "Rasain loe, itu akibatnya kalau kalian main-main sama gue!"
Mereka hanya tertunduk mendengar cibirian Yasmin. "Anak nakal ayo pulang, kamu sudah ditunggu Opa di rumah!" kata Adrian sambil menjewer telinga Yasmine.
"Ih galak banget sih jadi cowo, mana ada cewe yang mau sama laki-laki galak kaya loe!"
Namun Adrian hanya terdiam dan terus berjalan ke arah mobil, dengan kesal Yasmine akhirnya mengikutinya.
Satu jam perjalanan akhirnya mereka sampai. Tampak Tuan Wijaya, menunggu di dalam ruang tamu. Tatapannya begitu tajam saat seorang wanita muda masuk ke dalam rumah.
"Puas kamu Yasmine, puas kamu sudah mencelakai dirimu sendir, ini yang kamu inginkan?"
Yasmine hanya terdiam, wajahnya tertunduk. "Lihat ini Adrian, lihat pakaian apa yang dia kenakan? Sangat tidak pantas seorang cucu dari Wijaya Kusuma berpakaian seperti itu!"
"Opaaa." kata Yasmine lirih.
"Opa maafkan Yasmine, Yasmine tidak sengaja, dan tidak tahu hal seperti ini bisa terjadi."
Raut wajah Tuan Wijaya yang begitu marah kini seketika mulai meredup mendengar kata-kata cucu kesayangannya. Begitulah Tuan Wijaya, meskipun dikenal sebagai seorang pebisnis yang handal dan sangat disegani, hatinya sebenarnya begitu lembut. Apalagi yang dihadapi adalah cucu satu-satunya. Dia tampak tidak berdaya, yang dia miliki adalah dirinya, karena orang tuanya telah meninggal akibat kecelakaan lima belas tahun silam.
"Sekarang kamu masuk ke dalam kamar, beristirahatlah dan bersihkan tubuhmu, lihat penampilanmu begitu berantakan!"
"Terimakasih banyak Opa, Yasmine ke kamar dulu ya."
"Tapi ingat Yasmine, sekali lagi berbuat kesalahan Opa tidak akan pernah lagi menolongmu!"
"Siap Opa." jawabnya sambil tersenyum, lalu pandangannya beralih pada sosok Adrian, Yasmine lalu mengedipkan salah satu matanya pada Adrian lalu beranjak ke kamar.
Janur kuning telah melengkung di depan sebuah gedung megah yang telah berhiaskan dekorasi mewah nan cantik dipenuhi berbagai bunga warna-warni. Dendang lagu-lagu khas pernikahan pun berkumandang. Yasmine tampak masuk ke sebuah ruangan dengan begitu terburu-buru."Mba, udah selesai belum? Sebentar lagi udah mau ijab qabul nih." kata Yasmine pada seorang MUA."Udah Mba Yasmine, tenang saja. Mba Mel udah cantik banget nih bagai bidadari."Yasmine lalu menghampiri Melati yang masih duduk sambil sesekali terlihat membetulkan kebaya yang dikenakannya. "Mba ini bagian perut bisa ga dilonggarin dikit."kata Melati."Yah Mel, kamu sih udah tau mau nikah malah ga bisa kontrol makanan, jadi begah kan? Udah cakep gitu masih aja ngurusin perut." gerutu Yasmine"Hahahaha kok jadi kamu yang sewot Yas." kata Melati.'Yas, perutku seperti ini bukan karena makanan, tapi karena ada janin dalam kandunganku.' kata Melati dalam hati.
"Sayang, sejak kapan kamu ada di dapur? Aku pikir kamu masih ada di kantor." kata Yasmine saat Adrian mendekat pada mereka."Ya, aku sengaja pulang lebih awal Yas, karena aku tahu Melati akan pulang dengan calon suaminya. Aku juga ingin berkenalan dengan calon suami Melati." kata Adrian sambil melirik Melati. Melihat lirikan Bram, Melati lalu mengalihkan pandangannya pada Bram.Bram lalu ikut memandang ke arah Melati, dan Melati pun mengangguk."Adrian, kenalkan Bram, calon suami Melati."Bram lalu mengulurkan tangannya, Adrian lalu membalas jabat tangan dari Bram. Adrian mencengkeram telapak tangan Bram dengan begitu keras, sedangkan Bram menatap Adrian dengan tatapan yang tajam."Heiiii, kenapa kalian berjabat tangan begitu lama?" kata Yasmine."Maaf, rasanya saya seperti sudah pernah melihat anda Tuan Bram." kata Adrian berbasa-basi."Mungkinkah sebelumnya kita pernah bertemu Adrian?""Ah, mun
"Mel, kamu kenapa?"Namun Melati hanya terdiam. "Nak Bram, apa sebaiknya kita bawa Melati ke rumah sakit saja?""Iya Bu, kita bawa Melati ke rumah sakit saja."Mereka bertiga lalu membawa Melati ke rumah sakit terdekat. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya dokter yang menangani Melati pun keluar dari ruangan. Dia lalu berbincang-bincamg dengan Bram. Setelah selesai berbicara dengan dokter, Bram lalu mendekati orang tua Melati."Nak Bram, apa yang dokter tadi katakan?""Tidak ada yang perlu dikhawatirkan Pak, Bu, Melati hanya kelelahan dan sedikit stres, nanti jika sudah siuman, Melati bisa langsung diperbolehkan pulang.""Alhamdulilah.""Lebih baik Bapak dan Ibu pulang saja dulu dan siapkan makan malam untuk Melati, kita harus membahagiakan Melati agar tidak stres. Saya sudah pesankan taxi untuk Bapak dan Ibu.""Baik Nak Bram, terimakasih."Bram lalu mengantar Bapak dan Ibu Melati
Adrian menunggu Yasmine dengan penuh kebimbangan. 'Melati, semudah itukah kau melupakan aku?' gumam Adrian."Adrian." Sebuah tepukan dari Yasmine membuyarkan lamunannya. "Kamu kenapa sayang? Kok tiba-tiba diem gitu?""Gapapa cuma cape.""Kamu memang tadi terlalu bersemangat Adrian." kata Yasmine sambil tersenyum."Yas, gimana tadi Melati.""Oh Melati, dia mau nikah sama siapa ya aku lupa namanya, Oh iya Bram, namanya Bram.""Kok mendadak banget sih Yas, emang mereka udah saling mengenal?""Kata Opa sih Melati bilang mereka sudah pacaran sejak di Jakarta, tapi baru ngomong ke Opa tadi pagi, ya kamu tau sendiri kan kalau Melati itu pemalu.""Terus kenapa bisa secepat ini Yas?""Si Bram katanya di desak sama orang tuanya buat buru-buru nikah, soalnya mereka kan kuliah bareng takut sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.""Oh." jawab Adrian singkat, berbagai macam pikiran m
"Apa Mas?""Menikahlah denganku Mel!""Menikah?""Ya, anggap saja ini sebuah kompromi Mel, bukan pernikahan.""Sungguh aku tak mengerti Mas.""Mel, bukankah kau membutuhkan suami untuk menjadi Ayah dari anakmu?"Melati hanya terdiam mendengar kata-kata Bram. "Mel, aku juga membutuhkan istri Mel, keluargaku begitu menuntutku untuk kembali menikah.""Kembali menikah? Jadi Mas Bram sudah pernah menikah?""Ya Mel, aku dan mantan istriku, Reina bertemu saat kuliah dan kami berpacaran. Lalu kami memutuskan untuk menikah, namun sebuah kecelakaan pesawat telah membunuh istriku, Reina saat di dalam perjalanan pulang ke Indonesia. Aku begitu terpukul dan hidupku jatuh pada titik terendah selama dua tahun terkahir ini Mel. Aku selalu dituntut Mami untuk membuka lembaran baru dalam hidupku, namun semua terasa begitu sulit karena aku sangat mencintai Reina. Itulah sebabnya aku kembali ke sini.""Ma
Bram llau mengangkat panggilan dari orang tuanya dengan malas.[Iya Mam.][Gimana Bram?][Mami, Bram kan baru saja sampai di sini kemarin, jangan tanyakan itu dulu deh Mam.][Bram, kamu juga harus ngertiin Mami dong.][Iya, iya, udah dulu ya. Bram mau kuliah dulu.][Bram, Mami kan belum selesai ngomong, Bram.]Bram lalu mematikan teleponnya dan masuk ke dalam kampus.Jam menunjukkan pukul 12.30 waktu Moulbourne, Melati tampak keluar dari ruang kuliah dengan sedikit lemas. Tiba-tiba kepalanya terasa sedikit pusing, dia lalu menyandarkan tubuhnya pada tembok."Mel.""Eh, Mas Bram.""Kamu kenapa Mel?""Gapapa Mas, cuma sedikit pusing.""Kamu lapar ya?"Melati hanya diam, lalu mengangguk dengan malu-malu. "Hahahaha, orang hamil itu memang mudah lapar Mel, aku tahu itu karena kakak perempuanku hampir satu jam sekali makan sa