LOGINAlex menghela napas panjang sebelum menjawab pertanyaan dari Cecicillia. "Masalahnya kedua orang tuaku sudah merasa bahwa sudah cukup bagiku untuk bermain-main dan berkelana dari satu gadis ke gadis yang lainnya. Sudah waktunya untuk berhubungan serius dan berkeluarga."
"Ibuku bahkan terus saja mengoceh, bahwa aku tidak bisa jatuh cinta dua kali seminggu kepada gadis yang berbeda selamanya." Ceicil tidak menjawab meski dalam hadi membenarkan apa yang dikatakan ibu Alex tentang putranya yang playboy. Gadis itu hanya memberikan gesture bahwa dia sedang memperhatikan. Dia mempersilahkan mantan kekasihnya itu untuk melanjutkan cerita. "Dan yang terburuk adalah mereka mengatur perjodohan untukku, dengan calon istri yang menurut mereka sempurna untukku ... Giovany Arrow." "Giovany teman kuliah kita dulu?" Ceicil teringat dengan sosok gadis kutu buku dengan kaca mata tebal dan dandanan yang sangat ketinggalan jaman. Melihat penampilannya, sama sekali tidak akan ada yang menyangka bahwa dia adalah putri dari pengusaha sukses dan pemilik perusahaan Arrow Corps. Alex hanya mengangguk lemah sebagai jawaban. Ceicil pun memanfaatkan kesempatan itu untuk sedikit membesarkan hatinya. "Giovani memiliki segala hal terbaik untukmu, Alex. Dari segi bibit, bebet dan bobot, bahkan restu keluarga juga sudah okey. Untuk masalah penampilan, semua bisa diatur dengan uang ...""Ehm wait, aku pernah bertemu Gio beberapa bulan yang lalu. Dan penampilannya sudah sangat berbeda dari jaman kuliah dulu. Dia sudah menjadi gadis yang cantik dan modis."
Alex terdiam merenungi perkataan Ceicillia yang sangat logis. DIa tahu jika untuk perkara pernikahan bukanlah masalah gampang di kalangan bisnis upper class mereka, terlalu banyak pertimbangan untung dan rugi. Bahkan urusan perasaan bisa menjadi nomer ke sekian untuk dipertimbangkan. Ceicillia memegang sumpit dan mengambil sebuah sring roll udang yang terlihat lezat. Dia menggigitnya sambil menunggu dengan sabar sampai Alex mau berbicara. "Karena itulah aku ke sini Cesi ... Aku tidak suka Giovani, sama sekali." Alex akhirnya membuka suara setelah Ceicil menghabiskan sebuah spring roll dan dimsum. "Rasa suka itu bisa dipupuk, Alex." Ceicil meletakkan sumpit yang dipegangnya untuk kembali ke pembicaraan serius. "Lalu apa hubungannya denganku?" "Karena aku telah memilihmu. Kamu yang sudah aku kenal dengan baik. Kamu yang pernah singgah di dalam hatiku. Rasanya akan lebih mudah untuk bekerjasama denganmu daripada dengan orang yang baru kukenal." "Orang-orang menyebutmu seorang ratu yang gemar mematahkan hati pria, dan aku seorang playboy yang suka bergonta ganti wanita. Mungkin kita berdua akan cocok satu sama lainnya, untuk menikah.""Whaaaat?" "Biar kujelaskan." Alex buru-buru memotong sebelum Ceicil melanjutkan protesnya. "Orang tua kita sudah pernah merencanakannya bukan? Untuk menggabungkan dua perusahaan kita? Yah, meskipun dulu kita berdua mengacaukan wacana perjodohan itu ..." Ceicillia mengganggukkan kepala sebagai persetujuan. Kemudian sekrup di kepala gadis itu mulai berputar karena diinisiasi oleh kata menggabungkan perusahaan. Lalu tentang saham milik keluarga Goldman di perusahaan milik ayahnya yang cukup besar. 'Tunggu-tunggu ... Jika aku bisa mendapatkan saham milik Alex, bukankah nilai sahamku akan cukup besar? Dan rapat dewan mau tak mau akan mendengarkan suaraku?' Jantung Ceicillia berdetak lebih cepat saat dia mencapai sebuah kesimpulan. 'Masalah pelik perusahaan akan segera teratasi dan aku bisa segera kembali ke kehidupanku yang damai di Indonesia!' 'Tapi untuk menikah ini? ... Aaaarrrgh, aku masih mencintai kehidupan bebasku sebagai wanita single!' 'Dan aku tidak terlalu menyukai Alex kan? No, he just ... No.' Ceicil menggigit bibir bawahnya, masih bimbang dalam permainan di dalam pikirannya sendiri. 'Aku masih tidak yakin ... Alex Goldman adalah pria yang baik, tapi untuk menjadi seorang suami?' "So, apa jawabanmu Miss Ceicillia Jane Tang?" Alex bertanya dengan tidak sabar. Berharap Ceicillia dapat segera memberikan kepastian untuknya. Detik jarum jam di dapur apartemen Ceicilla terasa sangat lambat berjalan bagi Alex saat ini. Demi menantikan sebuah jawaban dari gadis cantik di hadapannya, yang terlihat sedang bimbang. "Aku tidak berharap kamu akan mencitai aku, Cesi ..." Alex memperhalus nada bicaranya, berganti dengan nada permohonan dan tidak berdaya untuk meminta pertolongan. "Hanya, tolong selamatkan aku dari perjodohan dengan Giovany Arrow, Please." "Jadi kita hanya berpura-pura di depan publik?" Ceicillia mulai tertarik dengan tawaran Alex. "Ya. Kita berdua akan tetap memiliki kehidupan seperti semula. Kamu masih memiliki segala kebebasan seperti sebelum menikah. Dan begitu pula denganku." Untuk alasan yang tidak jelas, Ceicil sedikit merasa kesal dengan keadaan yang digambarkan oleh Alex. 'Kalau situainya begitu lalu untuk apa menikah?' Ceicillia memejamkan matanya sejenak sebelum membuat sebuah pernyataan tegas. "Entahlah ... Aku hanya belum siap untuk menikah." "Yah aku tahu ... Aku tahu bahwa kamu sedang bersinar dan berdiri di puncak kesuksesan saat ini." Kali ini Alex memilih untuk mengalah, tidak memaksakan keinginannya lagi kepada Ceicillia. Dia tahu benar bahwa mantan kekasihnya itu adalah gadis independent dengan segala kekuatan, tipe gadis yang tidak akan bisa untuk dikekang dan diatur oleh siapapun juga. Ceicillia memilih untuk diam, dan Alex pun ikut terdiam. Keduanya saling memandang dalam diam, sesekali menyumpit makanan China di hadapan mereka. Mengisi perut sekalian untuk memperbaiki suasana hati dan menata gejolak di dalam dada masing-masing akibat pembicaraan tanpa ujung mereka. "Katakan harganya, Cesi ... Berapa yang kamu minta agar bersedia menolongku?" Alex akhirnya memulai kembali pembicaraan setelah suasana membaik dan makanan di island telah tandas."I'm not for sale, Alex!" Ceicillia merasa tersinggung dengan perkataan Alex kali ini, tak mengira pria itu akan membicarakan tentang 'harga' dengannya. "Aku tidak bermaksud membelimu, My dear Cesi ..." Senyuman licik terkembang di bibir dan sorot mata Alex menjadi berapi-api saat melanjutkan. "Tapi aku tahu benar, bahwa kamu tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapatkan sesuatu dari situasi ini." Alex meletakkan kedua tangannya di island dan mencondongkan tubuh lebih dekat ke arah Ceicil. Pria itu memperhatikan gelagat sang gadis dengan tanpa berkedip untuk menantikan jawaban.Kurang dari 24 jam kemudian, Alex Goldman telah mengamankan kesepakatan itu. Dengan modal Goldman Holding, dewan direksi Ciputra Group di Jakarta bahkan tidak berani menolak. Mereka dengan senang hati menerima tawaran takeover fantastis itu. Kini, Alex bukan hanya penanam modal, tetapi pemilik dan pengambil keputusan tunggal untuk proyek resor mewah di Labuan Bajo. Langkah pertamanya adalah mengaktifkan hak veto barunya. "Ganti nama proyek. Aku tidak peduli apa nama sebelumnya. Nama resor itu sekarang adalah Solis Bay," perintah Alex kepada Tony, yang kaget karena bosnya kembali ke mode 'agresif' dalam sekejap mata. Solis. Matahari. Nama yang digunakan Ceicillia di Florenze, nama yang ia yakini mewakili kedamaian bagi istrinya. Alex mengirim pesan diam-diam: Aku tahu itu kamu, Cesi. Dan aku sedang menuju ke sana. Alex terbang ke Labuan Bajo pada pagi berikutnya. Kali ini, ia mendarat bukan sebagai Al
Nickolas Marcus menatap Alex, matanya tidak lagi berbinar bangga, melainkan penuh keraguan dan keterkejutan. Alexander Goldman yang di hadapannya bukan lagi pria yang patah hati dan melankolis setahun yang lalu, tetapi predator bisnis yang haus dan kejam. "Tiga kali lipat, Alex? Kau serius? Total pendanaan untuk penyelesaian dan operasional hingga grand opening adalah sekitar 500 juta USD. Kau bicara tentang 1,5 miliar USD untuk mayoritas saham di sebuah resort? Itu gila!" Nick berseru. Alex tersenyum. Senyum itu tidak menjangkau matanya, tetapi itu adalah senyum seorang pemenang yang sudah mengunci target. "Bukan gila, Nick. Itu namanya over-acquisition. Aku tidak mau ada proses negosiasi berlarut-larut. Aku mau proyek itu selesai dalam dua minggu ke depan, dan aku ingin menjadi penanam modal utama, dengan hak veto penuh, efektif hari ini." Nickolas ter
Dua hari kemudian, Alex Goldman secara resmi menyerahkan operasional harian perusahaan kepada dewan direksi. Ia mengosongkan jadwalnya, mengaktifkan kembali semua detektif swasta di seluruh benua, dan mulai mengemas tas. Kali ini, Alex tidak membawa tas kerja atau dokumen bisnis. Dia hanya membawa paspor, sebuah cincin kawin, dan tekad yang membara. "Jika Ceicillia tidak ada di tempat-tempat yang dia sukai seperti Florence, maka dia pasti ada di tempat yang dia butuhkan. Tempat yang memberinya ketenangan." "Indonesia! Negara asal Miranda, ibu kandung Ceicillia. Pasti dia akan pulang ke sana setelah puas bepergian. Karena di sanalah 'rumah' bagimu." "Tapi Indonesia itu besar sekali. Harus dari mana aku mulai mencarinya?" Setahun yang lalu Alex sudah ke Indonesia untuk mencari istrinya yang hilang. Dia menemui Miranda, bahkan menc
Setahun berlalu setelah Alex sadar dari koma. Dan dalam setahun itu, satu-satunya hal yang masih hidup dalam diri Alexander Goldman adalah detak jantungnya. Semua yang lain seperti jiwa, mimpi, tawa, harapan telah lama mati. Dia tidak lagi kembali ke rumah. Rumah hanyalah bangunan tak bernyawa bagimya. Tempat pulangnya adalah kantor Goldman Holding, tempat dia bekerja seperti dewa dengan menyiksa diri sendiri. Dia tidak tidur di ranjang yang hangat di kamar, melainkan di kamar istrirahat yang ada di kantor Perusahaan utama Goldman. Alex kini tida hanya memimpin Goldman Tech, tapi juga seluruh perusahaan Goldman Holding. Menjalani masa percobaan yang diberikan oleh William kepadanya, untuk menilai apakah Alex sudah pantas untuk memimpin semua badan usaha di bawah nama besar Goldman. Di bawah kepemimpinannya, Goldman Holding tidak hanya pulih dari masa sulit, tetapi juga mencapai tingkat kesuksesan yang belum pernah d
Alex tahu, dengan semua koneksi dan kekayaan yang ia miliki, dia bisa menemukan Ceicillia. Ceicillia mungkin mengubah nama dan identitas, tapi dia tidak bisa mengubah DNA-nya. Alex bisa melacaknya. Namun, Alex tidak melakukannya. Jauh di lubuk hatinya, ada suara lemah yang berbisik. 'Biarkan dia bahagia. Biarkan dia bebas, seperti yang dia mau.' Alex mengepalkan tangan, membiarkan kemarahan menguasai logikanya. 'Tidak. Aku tidak akan membiarkannya bahagia tanpa aku!' Dia kembali menegakkan posisi duduknya di jok mobil, mengambil keputusan baru yang tergesa-gesa. Perburuan mungkin telah berakhir di Florence, tetapi perang belum selesai. 'Alex Goldman tidak pernah lari dari perang.' Alex membuat keputusan bahwa dia akan berhenti mencari jejak di masa lalu, dan mulai menyusun strategi untuk masa depan.
Alex memutuskan untuk tidak menyerah untuk mencari Ceicillia. Dia kembali ke apartemen miliknya yang kini sepi. Di sana, aroma Ceicillia masih samar-samar. Dia duduk di lantai di ruang kerja Ceicillia, tempat dia menemukan kotak yang berisi beberapa barang peninggalan sang istri. Ada sebuah buku catatan tua dan beberapa post-it yang ditempelkan di bawah tumpukan majalah yang dia tinggalkan sebelum pergi. Di buku catatan itu, Alex menemukan tulisan tangan Ceicillia tentang rencana jangka panjangnya. “Jika suatu hari aku harus pergi, aku akan kembali ke tempat yang tenang. Kota kecil yang jauh dari hingar bingar, tempat aku bisa memulai dari awal dan mengajari orang-orang untuk menghargai seni.” Salah satu post-it memiliki coretan yang tampak seperti logo sebuah galeri seni kecil, dengan nama tempat yang asing: "Solis Art Space – Firenze." Firenze (Florence). Italia. Kota seni, keindahan, dan tempat persembun







