MasukKeesokan harinya saat terbangun di pagi hari, Ceicillia tidak mendapati Alex di kamar. Pria itu telah pergi dengan meninggalkan sebuah catatan di meja.
Alex : Selamat pagi tunanganku yang cantik, aku berangkat kerja duluan ya. Jangan lupa untuk sarapan, sudah aku siapkan di atas meja. See you! Ceicillia mengamati sebuah piring di atas meja yang dimaksud oleh Alex. Berisi roti panggang, scrambled egg, dan irisan buah alpukat. Secangkir teh melati yang sudah dingin turut hadir di sebelahmya. Menu sarapan sederhana tapi cukup manis. "Kamu berangkat jam berapa, Alex?" Ceicillia mengamati jam dinding yang masih menunjukkan pukul delapan pagi. Dia tidak mengira Alex memulai hari jauh lebih pagi darinya. Tanpa membuang waktu lagi, Ceicillia segera menyantap sarapan paginya. Kemudian bersiap untuk berangkat ke kantor. Seperti biasanya, gadis itu mengubur dirinya di dalPintu kamar Vila Pemilik tertutup dengan bunyi derak yang pelan, mengunci mereka di dalam badai emosi yang sudah lama tertahan. Suara 'klik' kunci itu terasa seperti deklarasi perang sekaligus ikrar suci. Ruangan itu diselimuti oleh aroma kayu pinus dan aftershave mahal milik Alex, yang kini bercampur dengan aroma parfum bunga Ceicillia yang lembut—sebuah perpaduan yang memabukkan dan berbahaya. Ceicillia masih berdiri di depan pintu, tubuhnya bergetar hebat setelah ciuman pertama, mencoba menarik napas yang terasa dicuri dari paru-parunya. Dia merasakan panasnya ciuman Alex masih membakar bibirnya, sebuah pengkhianatan dari indra perasanya sendiri. Alex tidak memberinya waktu untuk membangun pertahanan. Matanya yang berwarna hazel, yang kini menggelap menjadi warna tembaga dipenuhi hasrat dan amarah yang meledak, menatapnya tajam—seolah membaca setiap sel pengkhianatan di tubuh Ceicillia. "Kau bila
Kantor sementara Alex Goldman kini berada di salah satu vila resor yang baru selesai dibangun, menjorok ke teluk dengan pemandangan matahari terbenam yang spektakuler. Namun, di dalam ruangan, suasananya jauh dari romantis. Dingin, profesional, dan tegang. Ceicillia datang tepat waktu, pukul delapan malam. Ia sudah berganti pakaian menjadi blazer linen dan celana panjang, berusaha mempertahankan benteng profesionalisme yang dia bangun selama setahun terakhir. Alex menunggunya di balik meja kayu panjang. Dia mengenakan kemeja gelap, dan meskipun tidak lagi mengenakan setelan mahal New York, auranya sebagai 'raja' tetap tak terbantahkan. Di depannya, terhampar berkas-berkas tipis, dokumen kepemilikan proyek yang baru. "Silakan duduk, Nyonya Manajer," sapa Alex, suaranya seperti es. Ceicillia duduk, punggungnya tegak. "Tuan Goldman, dengan segala hormat, saya rasa kedatangan Anda dan perubahan kepemilik
Kurang dari 24 jam kemudian, Alex Goldman telah mengamankan kesepakatan itu. Dengan modal Goldman Holding, dewan direksi Ciputra Group di Jakarta bahkan tidak berani menolak. Mereka dengan senang hati menerima tawaran takeover fantastis itu. Kini, Alex bukan hanya penanam modal, tetapi pemilik dan pengambil keputusan tunggal untuk proyek resor mewah di Labuan Bajo. Langkah pertamanya adalah mengaktifkan hak veto barunya. "Ganti nama proyek. Aku tidak peduli apa nama sebelumnya. Nama resor itu sekarang adalah Solis Bay," perintah Alex kepada Tony, yang kaget karena bosnya kembali ke mode 'agresif' dalam sekejap mata. Solis. Matahari. Nama yang digunakan Ceicillia di Florenze, nama yang ia yakini mewakili kedamaian bagi istrinya. Alex mengirim pesan diam-diam: Aku tahu itu kamu, Cesi. Dan aku sedang menuju ke sana. Alex terbang ke Labuan Bajo pada pagi berikutnya. Kali ini, ia mendarat bukan sebagai Al
Nickolas Marcus menatap Alex, matanya tidak lagi berbinar bangga, melainkan penuh keraguan dan keterkejutan. Alexander Goldman yang di hadapannya bukan lagi pria yang patah hati dan melankolis setahun yang lalu, tetapi predator bisnis yang haus dan kejam. "Tiga kali lipat, Alex? Kau serius? Total pendanaan untuk penyelesaian dan operasional hingga grand opening adalah sekitar 500 juta USD. Kau bicara tentang 1,5 miliar USD untuk mayoritas saham di sebuah resort? Itu gila!" Nick berseru. Alex tersenyum. Senyum itu tidak menjangkau matanya, tetapi itu adalah senyum seorang pemenang yang sudah mengunci target. "Bukan gila, Nick. Itu namanya over-acquisition. Aku tidak mau ada proses negosiasi berlarut-larut. Aku mau proyek itu selesai dalam dua minggu ke depan, dan aku ingin menjadi penanam modal utama, dengan hak veto penuh, efektif hari ini." Nickolas ter
Dua hari kemudian, Alex Goldman secara resmi menyerahkan operasional harian perusahaan kepada dewan direksi. Ia mengosongkan jadwalnya, mengaktifkan kembali semua detektif swasta di seluruh benua, dan mulai mengemas tas. Kali ini, Alex tidak membawa tas kerja atau dokumen bisnis. Dia hanya membawa paspor, sebuah cincin kawin, dan tekad yang membara. "Jika Ceicillia tidak ada di tempat-tempat yang dia sukai seperti Florence, maka dia pasti ada di tempat yang dia butuhkan. Tempat yang memberinya ketenangan." "Indonesia! Negara asal Miranda, ibu kandung Ceicillia. Pasti dia akan pulang ke sana setelah puas bepergian. Karena di sanalah 'rumah' bagimu." "Tapi Indonesia itu besar sekali. Harus dari mana aku mulai mencarinya?" Setahun yang lalu Alex sudah ke Indonesia untuk mencari istrinya yang hilang. Dia menemui Miranda, bahkan menc
Setahun berlalu setelah Alex sadar dari koma. Dan dalam setahun itu, satu-satunya hal yang masih hidup dalam diri Alexander Goldman adalah detak jantungnya. Semua yang lain seperti jiwa, mimpi, tawa, harapan telah lama mati. Dia tidak lagi kembali ke rumah. Rumah hanyalah bangunan tak bernyawa bagimya. Tempat pulangnya adalah kantor Goldman Holding, tempat dia bekerja seperti dewa dengan menyiksa diri sendiri. Dia tidak tidur di ranjang yang hangat di kamar, melainkan di kamar istrirahat yang ada di kantor Perusahaan utama Goldman. Alex kini tida hanya memimpin Goldman Tech, tapi juga seluruh perusahaan Goldman Holding. Menjalani masa percobaan yang diberikan oleh William kepadanya, untuk menilai apakah Alex sudah pantas untuk memimpin semua badan usaha di bawah nama besar Goldman. Di bawah kepemimpinannya, Goldman Holding tidak hanya pulih dari masa sulit, tetapi juga mencapai tingkat kesuksesan yang belum pernah d







