Share

Kekejaman Bu Ajeng

Penulis: Embun pagi_37
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-19 11:34:28

Plak....

Sebuah tamparan mendarat di pipi Amara yang putih dan bening, rupanya ucapan gadis itu telah berhasil memancing emosi Bu Ajeng yang sudah sejak tadi berusaha menahan amarah. Darah rentenir itu mendidih, bola matanya memerah, urat-urat di wajahnya tampak menonjol dan menegang, saat ini wajah Bu Ajeng terlihat lebih menyeramkan dari pada penampakan setan.

"Berani sekali kamu berkata seperti itu padaku! Ternyata kalian tidak hanya miskin harta, tetapi juga miskin akhlak! Bu Ajeng mengarahkan jari telunjuknya pada Amara. Tatapannya tajam, dadanya terlihat naik turun, napasnya tak beraturan, yang menjadi pertanda betapa murkanya rentenir itu pada saat ini.

Sedangkan Amara terdiam mematung memegangi pipi kanannya yang terasa perih dan panas akibat tamparan Bu Ajeng, saking kerasnya tamparan itu membuat pipinya memerah membetuk bekas jari. Bu Sulas yang sedang berdiri tepat di sebelah putrinya terkejut melihat kejadian itu, kedua tangan Bu Sulas refleks menutup mulutnya yang terbuka.

"Amara, kamu tidak apa-apa, Nak? Bu Sulas memeluk tubuh putrinya yang berlinang air mata. Hati perempuan itu terasa bagaikan pecah berkeping-keping melihat anak yang sangat dia kasihi mendapatkan perlakuan buruk di depan matanya, namun dia sama sekali tidak berdaya dan tidak bisa berbuat apa-apa.

"Kalian harus meninggalkan rumah ini sekarang juga, aku sudah tidak sudi melihat wajah kalian lagi." Bu Ajeng menendang kursi yang ada di hadapanya, hingga kursi itu berpindah tempat.

"Tolong kasihani kami, Bu. jangan usir kami dari rumah ini, Bu." Bu Sulas bersimpuh di kaki sang rentenir. Wanita itu sudah tidak perduli lagi dengan harga dirinya, yang dia inginkan saat ini hanya satu, supaya Bu Ajeng tidak mengambil rumah yang menjadi satu-satunya tempat tinggal mereka.

Pak Bardan yang sejak tadi diam beranjak dari tempat duduknya, lelaki itu tidak tega melihat istrinya mengemis di hadapan Bu Ajeng. Dia melangkah dengan tergesa mendekat pada Bu Sulas

"Bu, apa yang kamu lakukan? Ayo berdiri, Bu. Jangan bertingkah seperti anak kecil seperti ini". Lelaki tua itu menarik tangan istrinya agar kembali berdiri. Namun, Bu Sulas menepis tangan Pak Bardan yang menempel di lenganya

"Aku akan tetap berlutut sampai Bu Ajeng mengurungkan niatnya untuk mengusir kita dari rumah ini, Pak"

Bu Ajeng tersenyum sinis mendengar ucapan istri Pak Bardan tersebut, wanita jahat itu menaikan sudut bibirnya, dia juga memutar bola matanya sebagai tanda ketidak sukaannya terhadap sikap Bu Sulas. Tidak ada sama sekali rasa kasihan dalam diri wanita itu melihat air mata yang membanjiri pipi wanita yang ada di hadapannya.

"Enak saja kamu! Kamu pikir dengan memohon di hadapanku seperti ini bisa melunasi semua hutang keluargamu!." Bu Ajeng menendang tubuh Bu Sulas hingga wanita itu terjungkal

Bu Sulas tidak menyerah begitu saja, dia kembali merangkak untuk mendekst pada Bu Ajeng lalu memeluk lutut wanita itu.

"Bu, tolong jangan lakuka itu, Bu. Aku mohon, Bu. Jika Ibu mengambil rumah ini kami akan tinggal di mana?"

"Hu... Hu... Hu... Hu... Hu... Hu.... Hu..." Bu Sulas menangis seperti anak kecil yang kehilangan mainan kesayangannya. Tangannya memegang erat kaki Bu Ajeng.

"Itu bukan urusanku. Dan aku juga tidak perduli!," karena Bu Ajeng sudah jengah melihat drama kesedihan keluarga Pak Bardan, dan dia ingin agar urusannya segera terselesaikan

Bu Ajeng mengambil telepon dari dalam tas, dan menggulir layar benda pipih itu ke samping, Setelah masuk ke aplikasi pesan berwarna hijau, lalu dia menekan sebuah kontak untuk melakukan panggilan

"Halo, datanglah segera ke rumah Pak Bardan di desa Cempaka! Cepatlah, aku suda berada di sini sejak tadi." Wanita itu kembali menutup telepon secara sepihak.

Setelah menunggu beberapa saat. Sebuah sepeda motor berhenti di depan rumah Pak Bardan, dua lelaki berwajah sangar seperti preman, dengan pakaian serba hitam turun dari motor besar itu.

"Apa yang harus kami lakukan, Bu?," tanya seorang lelaki dengan brewok menghiasi wajahnya.

"Keluarkan semua barang dari rumah itu, sampai benar-benar bersih tersisa. Setelah pekerjaan kalian selesai aku akan segera merenovasi rumah ini, aku akan membuat kontrakan," ucap Bu Ajeng sambil menunjuk rumah Pak Bardan

"Kami akan membersihkan rumah itu seperti keinginan, Ibu"

Kedua orang itu masuk ke dalam rumah dan memporak porandakan semua isinya. Mereka melempar semua barang milik Pak Bardan dan keluarganya ke halaman. Mulai dari kursi reot yang selama ini menjadi tempat berkumpul mereka, lemari pakaian yang terbuat dari plastik, tudung saji dari anyaman bambu semuanya sudah menumpuk di halaman rumah

Bu Sulas hanya bisa menangis melihat semua barang milik mereka sudah berserakan di hadapanya, semua barang yang sudah usang itu menjadi rusak karena menghantam tanah dengan keras

Amara mulai kehilangan kesabaran, dia sudah tidak tahan melihat air mata Bu Sulas yang mengalir deras, gadis itu berjongkok di samping ibunya lalu mengusap air mata yang membasahi pipi wanita yang telah melahirkanya tersebut dengan lembut, Amara memeluk tubuh ibunya yang berguncang, dia menggenggam erat tangan Bu Sulas untuk memberikan kekuatan

"Aku akan melaporkan anda ke polisi!," ucap gadis itu tegas, dia menatap tajam pada Bu Ajeng sambil mengangkat tubuh ibunya dari hadapan rentenir itu, lalu memapah tubuh wanita yang sudah banyak mengeluarkan air mata itu untuk menjauh dari wanita bersanggul tersebut 

"Bersabarlah, Bu. Sebentar lagi aku akan membawa polisi untuk mengusir Bu Ajeng dari rumah kita, sudah cukup wanita licik itu membuat hidup Ibu dan juga Bapak menderita selama ini." Amara berjalan mendekat ke sepeda ontel miliknya. Bu Sulas tak lagi mampu mengeluarkan suara untuk mencegah kepergian putrinya, hanya tatapan kesedihannya mengiringi langkah Amara

"Ha... Ha... Ha..." langkah kaki Amara terhenti saat mendengar suara tawa yang diiringi tepuk tangan untuk mengejeknya

"Apa kamu mengira aku akan merasa takut jika kamu melaporkanku ke polisi! Seharusnya kamu bisa berpikir dengan cerdas. Jika kamu membawa masalah ini ke kantor polisi, berarti kamu sudah siap jika bapak kamu yang sudah tua bangka itu akan menghabiskan sisa umurnya di penjara. Karena menurut surat perjanjian ini yang menjadi penipu itu adalah Pak Bardan!." Bu Ajeng mengibas-ngibaskan kertas yang menjadi saksi bisu ketika perjanjian hutang piutang itu dibuat.

Kali ini Bu Ajeng benar-benar sudah kehabisan kesabaran menghadapi keluarga Pak Bardan, terutama Amara yang tak henti-hentinya membuat dirinya marah. Bu Ajeng memberi kode kepada kedua orang suruhanya dengan sedikit  memiringkan kepala, kedua orang itu langsung faham dengan isyarat yang di berikan oleh bos mereka. Kedua orang itu mengangguk secara bersamaan lalu mendekat pada Pak Bardan.

Bug....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mendadak Menikahi Pria Cacat   Bertemu Sahabat

    Keesokan paginya setelah kaki Adit dipijat untuk yang pertama kalinya. Amara menemani suaminya untuk menikmati udara segar di kampung halamannya, Amara dengan penuh kesabaran dan kasih sayang mendorong kursi roda Adit, melewati jalan kampung yang dikelilingi hamparan sawah yang hijau"Kamu gak kapok kan?," tanya Amara, ketika merek berjalan sudah agak jauh"Kapok? Kenapa?""Tadi, sewaktu kakimu di pijat... Aku lihat kamu sangat kesakitan"Adit terkekeh, ada rasa bahagia yang menjalar di hatinya. "Kamu perhatian banget sama aku. Aku beruntung banget ya, Ra. Bisa berjodoh sama kamu," ucapnya"Aku gak akan pernah kapok, walaupun tadi aku sangat kesakitan. Aku akan terus berusaha agar aku bisa berjalan, aku ingin membahagiakan kamu. Kamu adalah semangat hidupku, Ra. Kamu adalah takdir terindah, yang di ukir Tuhan dalam rangkaian cerita hidupku. Aku sayang banget sama kamu, Ra "Ucapan itu begitu sederhana, tetapi bagi Amara terasa bagai aliran listrik kecil yang menjalar dari telinga h

  • Mendadak Menikahi Pria Cacat   Berkunjung Ke Rumah Mertua

    Bik Ijah menatap Amara dan Adit secara bergantian, kedua orang itu juga masih setia menunggu jawaban pembantu rumah itu. Setelah diam membisu beberapa saat, Bik Ijah menggeleng pelan"Maaf, Bibik tidak tau siapa perempua ini," ucapnya dengan raut wajah sedih, karena telah mengecewakan Adit dan juga AmaraAdit menghembuskn napas kasar, dan mengacak-acak rambutnya yang telah tertata rapi"Ah... Sial! Kita tidak akan pernah tau siapa perempuan itu," ucapnya frustasi"Jangan menyerah dulu, Den. Kita masih punya harapan. Mulai sekarang aku akan mengawasi setiap gerak gerik Non Adel dan juga Bu Ajeng. Aku akan mengabari kalian jika ada sesuatu yang mencurigakan dari mereka""Yang dikatakan bibik benar, sekarang kita harus tetap pada rencana awal kita, agar Bu Ajeng tidak curiga, jika kita telah mengetahui rencana jahatnya. Kita akan tinggal di rumah orang tuaku untuk sementara waktu, di sana kita akan menjebak orang suruhan Bu Ajeng," tegas Amara. "Bibik setuju dengan Non Mara. Kita harus

  • Mendadak Menikahi Pria Cacat   Adit Marah

    "Ibu payah, kenapa tidak Ibu suruh aja orang untuk mempe*k*sa anak kampung itu. Dengan cara seperti itu aku yakin, Bang Adit akan merasa jijik dan meninggalkan istrinya yang sudah ternoda. Dan Amara juga akan menderita, dia akan menanggung malu dan di hina, serta di cibir orang2 di sekitarnya sepanjang hidupnya. Bukankah itu terdengar sangat sempurna, Bu?" Adel berbicara dengan senyum yang menghiasi bibirnya. Dia dengan begitu teganya berencana menghancurkan hidup Amara, dan ingin menjatuhkannya ke dasar jurang kehidupan yang paling dalam. membayangkan penderitaan Amara membuat Adel merasa senangBu Ajeng menjentikkan ujung jarinya, matanya berbinar bahagia. Mendengar ide dari putrinya membuatnya sangat bersemangat, dia sependapat dengan anaknya, dengan cara seperti itu, kebencian dan dendamnya pada sang menantu yang dianggap sebagai ancaman bisa terbalaskan"Kamu memang anak Ibu yang paling pinter, " ucapnya, lalu mengecup kening Adel."Aku akan meminta Joko melakukan seperti apa ya

  • Mendadak Menikahi Pria Cacat   Adit Menahan Emosi

    "Kenapa Ibu marah? Bukankah seharusnya Ibu senang jika aku bisa kembali berjalan seperti dulu?," Adit berbicara dengan lembut, dia berusaha keras menahan emosi yang bergejolak dalam dadanya, dia tidak mau membuat keributan. Karena nanti pasti Amara yang akan terkena imbasnya, dia harus tetap bersabar, hingga benar2 sembuh dan bisa melindungi Amara dari Adel dan juga ibunyaMendengar pertanyaan Adit, Bu Ajeng sadar jika dia sudah melakukan kesalahan, tentu saja dia harus memperbaiki kecerobohannya itu dengan memainkan sandiwara baru"Adit.. Bukan begitu maksud Ibu, belajar berjalan setelah sekian lama duduk di kursi roda.. Itu akan sulit. Ibu hanya tidak ingin melihatmu menderita selama menjalani prosesnya yang tidak mudah, karena kamu belum tentu berhasil, dari pada nanti sudah bersusah payah dan tidak membuahkan hasil. Maka dari itu Ibu mencegahmu, Ibu sayang sama kamu, Nak. Percayalah, Ibu tidak punya maksud lain." Bu Ajeng terpaksa mengukir senyum palsu di bibirnya, untuk meng

  • Mendadak Menikahi Pria Cacat   Keinginan Adit

    "Masalah yang satu belum selesai, sekarang datang lagi masalah baru. Jika tau akan menjadi seperti ini, aku tidak akan mendatangi rumah Joko. Lelaki bren*sek itu telah berani mengancamku. Dia kembali mengungkit kejadian di masa lalu yang sudah aku lupakan" Sepanjang perjaan Bu Ajeng tak henti2nya menggerutu. Kemarahanya pada Joko begitu besar, dadanya terasa sesak seperti sedang di himpit batu, Bu Ajeng melampiaskan dengan memukul-mukul stir mobil yang sedang dia kemudikan, untuk membantu mengurangi bebannya***Di tempat lain, Adit dan Amara sedang duduk di taman belakang rumah, canda tawa menghiasi kebersamaan mereka yang telah disatukan oleh cintaAdit menggenggam erat jemari Amara, matanya menatap jauh pada seekor burung kecil yang hinggap di atas pohon cemara yang tumbuh subur di sudut tempat itu"Aku ingin sembuh," ucapnya pelan, tetapi masih bisa terdengar jelas di telinga Amara yang langsung menoleh padanya. Amara menaikkan sedikit alisnya, ingin mendengar kembali kata2 yang

  • Mendadak Menikahi Pria Cacat   Rencana Jahat Bu Ajeng

    Bu Ajeng merasa mual ketika mengingat setiap kata pujian yang diucapkan Adit untuk istrinya. Kata2 itu bahkan masih terus terngiang di telinga Bu Ajeng sampai sekarang, rasa bencinya yang mendalam bukan hanya untuk Amara, tetapi juga sudah merambat pada Adit. Dia sangat tidak suka melihat mental Adit yang sempat terpuruk mulai pulih, karena itu merupakan ancaman besar baginya dan Adel. "Aku harus segera menjalankan rencanaku. Jika perlu, aku akan menyingkirkan gadis kampung itu, agar dia tidak bisa lagi menjadi penyemangat hidup untuk Adit"Bu Ajeng keluar rumah mengendarai mobilnya, kali ini dia keluar bukan untuk menagih hutang, melainkan untuk menemui seseorang yang dia anggap bisa menjadi senjatanya untuk menghancurkan hubungan Amara dan AditMobil yang dikendarai Bu Ajeng melaju dengan kecepatan sedang, berbaur dengan ramainya kendaraan yang lalu lalang di jalannan. Setalah berkendara selama tiga puluh menit, Bu Ajeng akhirnya tiba di tempat tujuan, dia memarkirkan mobilnya di

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status