Share

Mendadak Miskin

Keesokan harinya, Pevita terbangun dari tidurnya ketika mendengar gedoran pintu yang mengusik ketenangannya. "Ada apa, sih?" teriaknya dari dalam, enggan untuk beranjak dari kasur.

"Maaf mengganggu, tapi saya harus menyampaikannya. Tuan sedang ada masalah dan nyonya harus turun segera ke ruang tengah." Diba masih berdiri di balik pintu.

"Hmm." Hanya gumaman yang keluar dari mulut Pevita. Dia sendiri tak pernah mau tahu urusan Rafa. Selama duit mengalir dalam kantongnya, dia tak mau ambil pusing dengan segala masalah yang sedang dialami Rafa.

"Nyonya." Sekali lagi Diba memanggil Pevita dengan nada datar.

Ketukan pintu sekali terdengar dan itu berhasil membuat Pevita marah. "Apaan sih! Berisik banget!" ujarnya ketika membuka pintu. Rambutnya berantakan dan baju tidur masih melekat di tubuh sintalnya.

"Nyonya harus turun ke ruang tengah sekarang!"

Pevita mendengus kasar dan melewati Diba untuk turun ke ruang tengah.

Setelah langkahnya kurang dari lima anak tangga, betapa terkejutnya ia melihat sang suami tengah terduduk lesu di atas lantai. Segala perabotan yang biasanya ada di sekeliling ruang tengah pun telah tiada.

"Rafa! Apa yang sudah terjadi?" Pevita turun mendekati Rafa dan dia melihat beberapa orang berseragam sama membawa perabotan dari dalam dapur.

"Berhenti! Apa yang kalian lakukan dengan benda-benda milikku!" teriak Pevita dengan mata melotot ke arah beberapa pria berseragam tersebut, namun diabaikan oleh mereka.

"Vita," panggil Rafa dengan lirih.

"Apa yang sedang terjadi, Rafa? Kenapa orang-orang mengambil semua perabotan kita?" tanya Pevita panik.

Mata Rafa menatap sedih ke arah Vita. Dia harus bersandiwara sebaik mungkin. "Aku bangkrut, Vita."

"Apa?" pekiknya hingga terdengar menggema di seluruh ruang lantai satu. "Kau jangan becanda, Rafa!"

Mata Rafa nampak berkaca-kaca. Keningnya mengkerut. "Aku tidak becanda, Vi. Mulai hari ini, kita tidak akan tinggal disini lagi. Penthouse dan segala perabotan sudah aku jual untuk menutupi biaya hutangku pada Liam."

Pevita terkejut. "Kau punya hutang pada Liam?"

"Ya. Liam ternyata telah lama merencanakannya. Lalu dia menjebakku dan merebut perusahaan di waktu yang tepat. Sekarang aku juga dibuat olehnya memiliki hutang ratusan milyar. Semua asetku sudah aku jual, tapi itupun masih belum cukup."

Mendadak dunia Pevita serasa berputar. Lututnya melemas hingga ia terduduk di lantai di depan Rafa. Hilang sudah satu sumber keuangannya.

Melihat kesedihan Pevita, Rafa ingin meraih tubuh Pevita untuk memeluknya, namun segera ditepis kasar oleh Pevita. "Jangan menyentuhku! Kau kini benar-benar nampak menjijikkan!" desis Pevita.

Mulut Rafa menganga, dia terkejut bukan main mendengar kata-kata kasar ditujukan untuknya. "Me-mengapa kau tiba-tiba bicara seperti itu kepadaku?"

Pevita tersenyum sinis. "Kau kira aku benar tulus mencintaimu? Aku cinta dengan hartamu, Rafa! Sekarang kau miskin, jadi untuk apa lagi aku menjadi istrimu?"

Tak dapat dipercaya oleh Rafa mendengar istri yang selalu ia percaya mengungkapkan kalimat yang menusuk relung hatinya paling dalam. Istri yang ia kira selalu bertutur kata baik, nyatanya mampu mengatakan hal sekeji itu.

Apakah cinta benar-benar telah membutakan akal sehatku seperti yang dikatakan oleh Liam? gumamnya dalam hati.

Rafa berlarut dalam pikirannya sendiri hingga tak menyadari Pevita sudah pergi dari pandangannya. Hingga beberapa menit kemudian, dia berjalan mendekati Rafa dengan menyeret dua koper besar. Dia sudah mengganti pakaian tidurnya dengan dress sepaha yang selalu dikenakannya. Paha putih terpajang bebas membuat mata yang melihat segar dibuatnya. Hal itu jugalah yang membutakan Rafa hingga memilihnya untuk menjadikannya istri. Bukan hanya cantik, menarik tapi juga terkenal di seluruh kalangan. Membuat Rafa berbangga diri jika bertemu dengan rekan kerja ataupun keluarga besarnya.

"Mau kemana kau, Vita?" tanya Rafa berpura-pura tak tahu meskipun ia tahu bahwa Pevita akan pergi meninggalkannya.

"Aku akan segera mengajukan gugatan cerai ke pengadilan. Aku sudah tak sudi memiliki suami miskin sepertimu. Bisa-bisa reputasiku langsung hancur!" ujarnya pedas sekali lagi.

Rafa hanya terdiam. Mengatur amarah yang sedang menggebu-gebu dalam jiwanya. Dia harus mengingat untuk meneruskan sandiwaranya. "Apa kau sama sekali tak cinta denganku, Vita?"

Pevita tertawa hingga menampilkan deretan gigi putih hasil dari bleaching. "Cinta? Kau percaya aku menikah denganmu karena cinta? Kasihan," ujarnya mengejek Rafa yang masih duduk di atas lantai.

"Makan tuh cinta." Meskipun suaranya lirih, tapi Rafa mampu mendengar kata tersebut dengan jelas. Wajahnya menggelap. Dia kini tahu kebusukan wanita yang selalu dipujanya.

"Apa tuan baik-baik saja?" tanya Diba setelah melihat Pevita pergi.

Rafa berdiri dan menampilkan ekspresi datar. "Ya. Aku baik-baik saja, Diba. Sekarang, antarkan aku ke tempat Liam. Aku harus menjalankan rencana ku selanjutnya," ujarnya menyeringai.

***

Rumah type 21 dihadapan Rafa-yang sudah dibeli oleh Liam akan menjadi Rumah untuknya selama satu bulan kedepan. Tidak ada supercar, hanya ada satu motor matic yang menurutnya butut. Tidak ada asisten pribadi ataupun pembantu biasa yang akan mengurus rumahnya, kali ini ia disuruh Liam untuk melakukannya sendiri. Itupun Liam sudah berbaik hati menarik kembali kata-katanya yang menginginkan Rafa menjadi gelandangan di jalanan.

"Apa kau menginginkan kematianku dipercepat, Liam?" tanya Rafa ketika masih berunding di apartemen Liam.

Liam tertawa. "Tentu tidak, buddy. Aku hanya ingin kau belajar mandiri, hanya selama satu bulan, tidak lebih. Aku jamin kau akan menemukan hal menarik disana untuk menghiasi hari-harimu yang cukup membosankan."

Rafa mendengus kesal jika mengingat percakapannya dengan Liam. Entah untuk tujuan apa, Rafa yakin pasti Liam hanya ingin mempermainkannya. Meskipun wajah Liam nampak polos diluar, tapi sebenarnya dia cerdas dan licik di dalam. Tak heran dia mampu mengembangkan bisnis restauran keluarga Rafa yang berada di dalam ataupun luar negeri. Rafa sendiri tak mempunyai niat untuk mengembangkan bisnis keluarganya, karena sedari muda, dia sudah merintis perusahaan market online hingga kini bisnis tersebut mulai merambah ke negara asia tenggara lainnya.

Hari sudah mulai larut malam, Rafa segera memasukkan kunci dan membuka pintu berniat segera memasuki kamar untuk istirahat. Esok, dia sudah harus mempersiapkan diri untuk bekerja. Liam bilang, dia harus bertotalitas dalam bersandiwara. Jadi, dia akan menjadi cleaning servis di perusahaannya sendiri.

Namun belum sempat ia masuk, suara wanita dari belakang membuatnya terperanjat. "Halo mas ganteng."

"Astaga, anda siapa?" Rafa menatap ngeri pada wanita paruh baya bertubuh gempal yang mengenakan daster selutut berwarna merah cetar.

Wanita itu memasang senyum menggodanya kepada Rafa. "Kenalkan, saya Karlina, panggil aja Lina. Saya sebagai bu RT disini, hanya ingin memberitahukan pada penghuni baru untuk menyerahkan fotokopi ktp dan kk ke rumah saya," tukas Lina dengan nada mendayu-dayu. Sesekali bu RT tersebut mengerlingkan mata kepada Rafa.

"Oh, iya. Saya pamit masuk dulu ya, Bu." Rafa segera menutup pintu, mengatur napasnya dalam-dalam. Seumur hidup, baru kali itu Rafa digoda oleh wanita bertubuh gempal seperti Lina.

"Yaudah, mas ganteng. Aku tunggu kedatangannya besok di rumah, ya!" teriak Lina dari luar. Membuat Rafa semakin bergidik ngeri.

"Sepertinya nanti aku harus mandi tujuh kembang agar terhindar dari makhluk semacam Lina," gumam Rafa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status