Hari berganti, Rafa sudah bersiap menaiki sepeda motor maticnya untuk berangkat ke perusahaannya. Bukan lagi sebagai CEO, melainkan sebagai cleaning servis sesuai yang diinginkan Liam.
Sial! Liam benar-benar sedang mengerjaiku! umpatnya dalam hati jika mengingat pekerjaannya sekarang.Ketika dia memanasi sepeda motornya, terdengar dari kejauhan suara yang menghantui tidurnya semalam, "Mas ganteng! Aku tunggu kedatanganmu dari subuh, kenapa belum dateng-dateng?" Terlihat Lina datang setengah berlari mendekat ke arah rumah Rafa.Sontak Rafa langsung menaiki motor dan melajukan motornya seraya berteriak, "Nanti malam bu, saya kasih fotokopinya!"Rafa tertawa puas setelah melihat tingkah Lina yang menghentak-hentakkan kaki sambil memonyongkan bibir tebalnya. Sungguh dia merasa sial mendapat tetangga genderuwo seperti Lina."Mungkin nanti aku harus telepon Liam buat cari kawasan rumah yang lebih aman."Di pukul 7 pagi tepat, Rafa harus sampai di perusahaan sebelum para staf dan karyawan datang. Tugasnya seperti cleaning servis lainnya, bersih-bersih di ruangan yang ditentukan sampai waktu pulangnya tiba. Itupun kalau Liam tidak membuat drama dahulu agar dirinya semakin dipermalukan di depan umum.Saat dirinya berhenti di perempatan lampu merah, sayup-sayup dia mendengar namanya disebut oleh seseorang."Eh, sayang. Bukankah itu suamimu Rafa? Apa dia benar-benar jatuh miskin sekarang?"Rafa menoleh ke kiri, dia terkejut mendapati Pevita duduk di samping Xavier sedang terkekeh mengejek dirinya. Mereka mengendarai mobil dengan atap yang terbuka, membuat Rafa dapat melihat dengan jelas ekspresi mereka yang tengah menertawakannya."Sayang, jangan panggil dia suamiku lagi! Karena dia adalah sampah yang sudah aku buang. Aku bahkan tak sudi memiliki mantan suami sepertinya. Ah, betapa sialnya hidupku," ujar Pevita dengan drama.Tangan Rafa semakin memegang erat stang motornya. Wajahnya menggelap. Kini daftar hitamnya bertambah nama.Aku pasti akan membuat banyak perhitungan denganmu, Xavier!"Wow, kenapa mukamu terlihat mengerikan, Bro? Apakah kau baru tahu kalau kami sudah berpacaran lama dibelakangmu?" tanya Xavier dengan santai.Ya. Rafa benar-benar terkejut akan hal itu. Xavier adalah direktur di perusahaannya, bahkan status pria bernetra hazel itu sudah berkeluarga dan memiliki satu anak. Sedari awal, dia tak pernah menyangka Xavier yang menurutnya baik nyatanya menikung dari belakang. Tapi kali ini dia tidak akan memperlihatkan rasa keterkejutannya karena mulai sekarang, dia akan membalas permainan mereka berdua. "Oh ya? Kalau begitu, silahkan nikmati barang bekas milikku, Xavier." Rafa segera melajukan motornya setelah lampu berubah hijau.Masih terdengar suara Xavier meneriakinya dengan keras. "Dasar bajingan! Udah miskin aja masih belagu!"Pikirannya berkecamuk, banyak hal yang ternyata terjadi di luar dugaannya. Hingga ia tak sadar bahwa motornya sudah sampai di tempat parkir perusahaan.Para staf dan karyawan yang belum mengetahui kalau Rafa turun jabatan hanya terheran melihatnya mengenakan seragam cleaning servis. Seharusnya para staf dan karyawan akan masuk pukul 8 tepat kecuali bagi mereka yang diharuskan berangkat lebih pagi.Ini pasti kerjaan Liam!Meskipun dalam hatinya menggerutu, tapi sebenarnya dia menantikan drama yang dibuat Liam selanjutnya. Dia sudah tak sabar ingin melihat wajah asli di balik topeng yang selama ini para staf dan karyawan gunakan di depan Rafa.Dugaan Rafa tak meleset. Liam sudah berada di lobi, tempat para staf dan karyawan berkumpul sesuai dengan perintahnya. Setelah Liam sudah memastikan semua karyawan berada di lobi, dia memulai dramanya. "Aku mohon perhatian semuanya! Aku hanya akan memberi info ini sekali, jadi jangan tanyakan hal ini lagi untuk kedepannya. Mulai hari ini, Rafa Hamish Saguna akan turun jabatan dari CEO menjadi cleaning servis karena suatu kesalahan yang tak bisa di ungkapkan oleh para pemegang saham. Dan mulai hari ini, saya Liam Bari Sinaga akan menggantikan posisinya sebagai CEO. Lalu, saya tidak menginginkan suatu perayaan apapun karena saya hanya tidak ingin bahagia di atas penderitaan orang lain." Liam menatap pemandangan yang terlihat ramai. Tentu para staf dan karyawan mulai berkasak-kusuk membicarakan hal yang baru saja mereka dengar. Dia tersenyum samar sebelum pergi meninggalkan para karyawan."Kesalahan apa tuh yang dia perbuat?" bisik salah satu karyawan."Gak tahu. Tapi ngeri juga sih, hanya dalam sekejap kehidupannya langsung berputar ke bawah.""Tapi kenapa dia kayak biasa aja ya? Itu kalau aku, udah kena mental. Stres!""Benar. Dia kayak gak ada ekspresi. Bikin aku ngerasa kasihan lihatnya.""Alah, ngapain kasihan? Kan itu udah kesalahannya sendiri karena udah ngelakuin kesalahan sampai di turunin jabatan. Kita sendiri sebagai karyawan kecil kalau ngelakuin kesalahan gak ada tuh belas kasihan dari dia."Beberapa karyawan mengangguk setuju atas pernyataan temannya. Lalu tiba-tiba ada yang menanggapi ucapan mereka dari arah belakang."Benar tuh, jadi gak usah nunjukin rasa kasihan di depannya. Justru ini tuh udah saatnya untuk kita balas dendam."Rafa mendengar semua ucapan mereka. Yang paling membuat dia geram adalah ucapan Xavier barusan. Memanas-manasi para karyawan agar ikut benci kepadanya. Sungguh kekanak-kanakan!"Maksud anda apa, pak Xavier?" tanya salah satu karyawan."Bukankah dia dulu sering memarahi kalian? Inilah saatnya kalian untuk balas dendam. Lampiaskan segala emosi kepadanya. Kini dia sudah bukan apa-apa, jadi jangan takut!"Para karyawan yang mendengar saling bertatapan, lalu diantara mereka mulai membicarakan keburukan Rafa di masa lalu. Sedang Xavier menatap Rafa dengan tersenyum penuh kemenangan. Dia berjalan mendekati Rafa sambil berbisik, "Inilah balasan karena sudah main-main denganku, Anjing! Aku benar-benar menantikan sebuah pertunjukan hebat nantinya." Seringaian muncul di bibir Xavier.Rafa hanya menatap datar ke arah Xavier. Tak berniat untuk membalas ataupun ikut terpancing amarah. Yang masih dirasakannya kali ini adalah keterkejutan karena melihat sifat Xavier yang berbanding terbalik sebelum dia berpura-pura menjadi miskin.20 menit berlalu semenjak pemberitahuan Liam. Rafa terlihat menyeka bulit keringat ketika mengepel di salah satu ruang milik staf. Meskipun dirinya rutin olahraga, tapi apa yang dilakukannya saat ini tentu hal yang berbeda. Tak pernah ia sangka dalam hidupnya akan memegang alat pel serta alat tempur lainnya untuk membersihkan ruangan. Saking fokusnya ia melarutkan diri dalam pekerjaan barunya, tak sadar bahwa kotoran yang baru saja di pel nya ternyata terdapat jejak sepatu kotor yang baru. Dia menghela napanya ketika mendengar seorang staf wanita bersuara, "Oops, maaf." Suara cekikikannya membuat Rafa jijik.Dengan santai staf wanita tersebut kembali melenggang mondar-mandir melewati ruang yang tengah dibersihkan oleh Rafa. "Maaf, nona. Bisakah tinggalkan ruang ini sebentar? Saya akan membersihkan ruangan hanya dalam waktu 10 menit. Jadi, bersabarlah di luar sebentar."Wanita itu menoleh, menatap Rafa dengan matanya melotot. "Kurang ajar! Kamu tuh cuma cleaning servis! Jangan sok-sokan ngatur-ngatur saya, ya!" ujarnya dengan membentak.Rafa hanya mengelus dadanya sebentar. Mencoba menahan amarahnya agar tak keluar. Entah mengapa dia ingin terus menahan sabar, padahal bisa saja dia berhenti bersandiwara dan menghukum semua karyawan dan staf yang telah menghina. Tapi instingnya terus berkata, bahwa dia harus meneruskan sandiwaranya.Suara dentingan sendok beserta garpu yang beradu dengan piring terdengar di seluruh ruangan kantin. Riuh ramah orang berbincang pun nampak berpadu apik dengan suara dentingan sendok tersebut. Berbeda dengan para staf dan karyawan yang menyantap makan siang dengan para kawannya, Rafa menyantap makan siangnya dengan tenang tanpa ada lawan untuk diajak bicara. Pandangannya fokus melihat ke arah bawah gedung yang menampilkan jalanan padat ibu kota dibawah sengatan surya. Suara decitan kursi membuat Rafa menoleh, pemuda yang mengenakan seragam biru sama sepertinya tengah tersenyum canggung. "Maaf pak, boleh saya duduk disini? Semua bangku sudah penuh," ujarnya dengan sopan.Rafa menoleh kebelakang dan menyapu pandangan di sekeliling. Memang kantin tengah begitu ramai pengunjung. Hanya ada beberapa kursi kosong yang berada di antara staf dan karyawan kantor. Tentu membuat pemuda itu sungkan untuk sekedar duduk makan berdampingan dengan mereka. Rafa kembali menatap pemud
Hari ini adalah hari kedua Rafa akan menjalani tugasnya sebagai Cleaning Service. Tidak ada semangat seperti kemarin, karena seharian nanti, dia akan berada di wc lantai 2 dan 3. Ketika dia sudah bersiap berdiri di depan pintu luar dengan mengenakan seragamnya, tiba-tiba ada bola kecil berwarna merah menggelinding dan mengenai tepat sepatu kerjanya. Dia menoleh pada langkah kaki anak kecil yang akan mengambil bola miliknya. "Aduh, bolaku!"Rafa enggan berurusan dengan anak kecil, jadi dia tak peduli dan memilih beranjak untuk segera melajukan motornya. Namun belum sempat ia menyalakan motor, terdengar teriakan wanita yang pernah ada di dalam ingatannya."Rafi! Jangan lari-larian gitu, Nak," teriaknya menghampiri anak kecil.Rafa menoleh, tercengang atas apa yang dilihatnya. "Dewi?" pekiknya ketika melihat wajah yang dulu pernah menghiasi hari-harinya.Wanita itu tersentak, tubuhnya gemetar karena mengenali suara itu. Dia mendongakkan kep
Rafa menghempaskan tubuhnya di atas sofa yang dulunya adalah ruang kerjanya. Menyenderkan tubuh, lengan, dan kepalanya di sofa. Pagi hari ini benar-benar menjadi sebuah kejutan hebat untuknya. Rafa menutup matanya, bibirnya menyungging sebuah senyuman ketika ia ingat akan pertemuannya dengan Dewi hari ini. Wanita itu mempunyai hutang penjelasan mengenai anak laki-laki yang diberi nama Rafi."Apa sekarang kau sudah gila hanya karena mendapat tuduhan pencurian, bro?" tanya Liam ketika melihat saudara angkatnya itu tersenyum dengan mata yang tertutup rapat.Rafa membuka matanya, menatap langit-langit ruang kerja yang sementara ini milik Liam. "Memang benar aku sudah gila, pertemuanku dengan Dewi tadi pagi benar-benar hal yang tak terduga, Liam."Hah? Dewi? "Tunggu, Dewi? Siapa itu Dewi?" tanya Liam sama sekali tak mengerti."Apa kau bahkan sudah lupa siapa itu Dewi? Bukankah kau dulu juga menyukainya? Lalu patah hati karena ia lebih memilih diriku di
Sebenarnya perkataan Dika tadi siang bisa dikatakan benar. Malam ini Rafa sudah mengecek seluruh cctv perusahaan bersama Liam di ruang kerjanya. Namun memang, dia harus berusaha lebih keras karena cctv yang berada di sekitar ruang pribadi cleaning service sengaja dimatikan oleh seseorang ketika peristiwa pencurian itu terjadi.Tapi tak masalah bagi Rafa dan Liam, mereka bisa menemukan bukti lain lewat cctv tersembunyi yang dulu Rafa perintahkan seseorang untuk memasang di titik tertentu. Meskipun beberapa saksi telah disuap oleh si pelaku, tentu hal itu pun tak menyulitkan Rafa dan Liam untuk membuka kembali mulut para saksi."Bagaimana? Udah tahu kan, siapa pelakunya?" Sejauh ini Liam sudah mengetahui siapa sang pelaku, meskipun tidak mempunyai bukti yang akurat. Seharusnya Rafa mengamuk, mengeluarkan amarah tak terkendali karena baru kali ini ia memiliki seorang pengkhianat dalam hidupnya. Tapi kali ini ia ingin bersikap lebih tenang dan lebih bisa meng
"Rafa, apa kau cinta denganku?" Nada suara yang manja sekaligus merdu itu selalu mampu menggelitik hati Rafa."Tentu, Dewi. Tunggulah sebentar lagi dan aku akan melamarmu dengan membawa sejuta bunga anyelir kesukaanmu."Dewi tersenyum mempesona. Bagi Rafa, senyum Dewi adalah kebahagiaan untuknya. Sudah sepenuhnya Rafa menyerahkan hati yang utuh hanya untuk Dewi.Namun sedetik kemudian pemandangan itu berubah menjadi wajah Dewi yang penuh dengan deraian air mata."Tinggalkan aku, Rafa! Aku mohon!" jerit Dewi. Belum pernah sebelumnya Rafa melihat wajah kekasih hatinya itu terlihat sedih dan putus asa."Ta-tapi, kenapa Dewi? Apa aku melakukan sebuah kesalahan?""Cukup, Rafa! Jangan pernah datang lagi ke kehidupanku! Aku mohon.." Suaranya perlahan melirih, seiring dengan sosoknya yang pergi menjauh."Tidak Dewi, jangan pergi!"Sekeras apapun Rafa berteriak, Dewi tetap berjalan memunggungi Rafa tanpa membalikkan badannya. Lalu terdengar suara alarm dari ponselnya yang terus berdering.Raf
Rafa meraup wajahnya dengan kasar. Ingin rasanya ia menyerang balik pukulan mentah yang dilayangkan oleh Xavier namun sekuat tenaga ia menahannya. Bukan karena ia takut kepada pria itu, tapi lebih kepada mengontrol diri agar akting yang sedang dilakoninya dapat berakhir dengan sempurna."Hanya sebulan, Rafa. Bertahanlah!" gumamnya menyemangati diri sendiri."Mas Rafa! Apa kau tadi habis bertengkar dengan pak Xavier?" Dika datang dari arah belakang, ia nampak rapi seperti biasa dengan setelan seragamnya. Rupanya berita itu menyebar dengan cepat, membuat Rafa tersenyum geli. "Iya, hanya masalah kecil." "Masalah kecil sampai membuat lebam biru dagumu?" Rafa menyentuh dagu sebelah kirinya yang terkena pukulan. Memang terasa sedikit nyeri tapi itu bukan apa-apa untuknya. "Hanya luka sedikit, pria jantan sepertiku harus mampu menahan luka remeh seperti ini." "Sebenarnya, ada masalah apa sih pak Xavier denganmu? Bukankah kau sudah jatuh miskin? Kenapa seolah-olah itu tak cukup baginya da
Mengenang masa lalu tidak akan ada habisnya bagi Rafa. Tanpa disadarinya, ternyata tadi malam dirinya tertidur di atas meja dengan lengan sebagai bantalnya. Bahkan alunan musik yang menyala dari ponsel masih terdengar.Rafa meregangkan tubuhnya dan menatap jam di layar ponsel. "Baru jam 4 ternyata," gumamnya.Dalam kesehariannya, Rafa memang selalu terbiasa bangun pagi untuk olahraga dan persiapan sebelum berangkat ke kantor. Berbeda dengan Pevita yang selalu pulang larut malam dan akhirnya bangun kesiangan.Ah, Rafa jadi teringat kembali tentang Pevita. Wanita glamor yang menceraikannya karena ia jatuh miskin. Pevita begitu cepat menggeser posisi Rafa dengan si Xavier yang angkuh. Tentu Rafa menjadi mudah untuk sekedar melupakan si wanita pengkhianat, Pevita.Melupakan Pevita ternyata begitu mudah, tak seperti saat ia berusaha untuk melupakan Dewi.Setelah Rafa sudah selesai meregangkan otot dengan sedikit gerakan kecil, Rafa segera bangkit dan menuju ke kamar mandi.Air dingin yang
Baru kali ini Rafa merasa semangat untuk hadir diacara sebuah pertemuan-meskipun itu hanyalah rapat warga- karena dia akan bertemu dengan Dewi.Seharian bekerja tak membuatnya begitu lelah karena tidak ada gangguan besar yang datang. Hanya gangguan dan masalah kecil yang bisa Rafa selesaikan dengan damai.Rafa menatap dirinya di pantulan cermin panjang. kemeja putih dengan blazer biru langit serta warna celana panjang slim fit yang warnanya senada dengan blazer. Setelan yang menurutnya sudah pas seperti yang disarankan oleh Liam. Tadi siang dia sudah memberitahu Liam persoalan rapat warga dan menanyakan outfit apa yang pantas untuk menghadiri acara tersebut. Tentu hal itu mengundang gelak tawa dari Liam. "Apa kau tahu rapat warga itu seperti apa?" tanya Liam saat mereka berbincang tadi siang.Rafa hanya menggeleng karena memang ia baru sekali mendengar ada acara tersebut di kompleks. Di area perumahan mewah miliknya tak pernah dilaksanakan acara apapun yang menyangkut warga. Tetangg